Alysa berjalan dengan gusar setelah mendengar informasi dari Ateng bahwa Angkasa tawuran dengan Abdi.
"Minggir Tes, gue harus tau kondisi Angkasa." Alysa memohon pada Tessa yang menghalangi jalannya.
"Yakin bener tawuran? Tau Ateng kan? Suka banget melebih-lebihkan sesuatu." Tessa mengingatkan.
"Yang dibilang Tessa bener Lys," sahut Afkar yang juga berada disana.
"Setidaknya gue harus tau keadaan dia dulu, baru gue tenang." Alysa kekeuh.
Tessa menangkup kedua pipi Alysa, menatapnya dengan begitu dalam.
"Gue cuma nggak mau lo ke sana dan cuma dapet kata-kata kasar dia lagi. Jadi, gue mohon mending lo pulang." Tegas Tessa.
"Nggak Tes, gue harus liat dia." Alysa tetap dengan pendiriannya. Ia lalu melepas tangan Tessa.
"Gue baik-baik aja, kalian nggak usah khawatir." Alysa meyakinkan keduanya setelah itu berlari untuk memberhentikan angkutan umum dan segera mengetahui kabar Angkasa.
Alysa terus berlari sampai ia tidak tau bahwa terdapat batu besar didepannya hingga membuatnya tersandung dan terjatuh.
"Aw! Shh!" Ringis Alysa sambil menengok ke arah kakinya yang mengeluarkan darah.
"Shit!" Umpatnya.
Ia lalu berusaha berdiri walau sakit menjalar dikakinya, dan kembali berjalan untuk menaiki angkot yang kebetulan berhenti tak jauh darinya.
Sesampainya diapartemen cowok itu, Alysa terus tertatih-tatih hingga berdiri tepat didepan pintu berwarna putih tersebut. Ia lalu menekan bel beberapa kali. Berharap pemiliknya segera keluar dalam keadaan baik-baik saja.
Alysa bersemangat kala pintu terbuka, dan bahagia mengetahui keadaan Angkasa baik-baik saja.
"Ngapain kesini?" Tanya Angkasa dengan nada bicara yang masih terkesan marah.
"Mau ketemu lo," jawab Alysa sambil tersenyum.
"Buat apa?" Angkasa sebisa mungkin berpura-pura bersikap kasar. Demi Langit.
"Lo baik-baik aja kan?"
"Iya."
"Syukur. Gue tadi dapet kabar katanya lo berantem sama Abdi." Jelas Alysa.
Dalam hati Angkasa senang gadis itu khawatir padanya. Namun ia sadar harus mengubur dalam-dalam perasaannya.
"Udah kan? Yaudah gue masuk,"ucap Angkasa.
Alysa kemudian menahan tangan cowok itu saat Angkasa ingin menutup pintunya.
"Sa jelasin ke gue, setidaknya biar gue tau harus pergi ikutin kemauan lo, atau stay karena ngerasa gue bener."
Angkasa menatap Alysa yang wajahnya sendu. Ia benci hal itu. Ia tidak suka Alysa bersedih, tapi ia sadar semua karenanya.
"Gak perlu jelasin apa-apa," balas Angkasa dengan tegas. Demi kerang ajaib, Angkasa ingin sekali memeluk Alysa dan meminta maaf atas sikapnya. Tapi, ia mencoba tahan karena semua ini lagi-lagi demi Langit.
"Egois." Teriak Alysa. Angkasa yang terkejut pun semakin merasa bersalah dan ingin memeluk Alysa sekarang juga.
"Pergi!" Bentak Angkasa. Ia tidak tega , namun melihat wajah Alysa yang bersedih semakin menyakiti hatinya.
"Enggak!" Alysa mencoba bertahan.
"Pergi!!" Ulang Angkasa.
"Enggak! Sebelum lo jelasin!" Teriak Alysa lagi.
"Oke! Gue cuma nggak mau hubungan gue sama kakak gue berantakan karena lo!" Angkasa pada akhirnya mengatakan alasannya. Ia hanya tidak tahan.
"Hah? apaansi? Kakak lo? Gue bahkan nggak tau siapa kakak lo!" Balas Alysa dengan perasaan bingung.
"Langit. Lo pasti kenal dia. Dia suka sama lo," jawab Angkasa.
Alysa terdiam, mencerna setiap ucapan yang keluar dari mulut Angkasa.
Langit, cowok baik hati yang seakan mampu membuat Alysa menjadi pribadi yang lebih baik bersaudara dengan Angkasa? Apakah ini yang dinamakan dunia itu sempit?
"Tapi gue maunya lo!"tegas Alysa.
Angkasa terdiam. Ucapan Abdi sungguhan. Alysa mencintainya. Ia bingung harus bahagia atau bersedih. Disatu sisi ia bahagia karena perasaannya terbalaskan, namun disisi lain ia tidak ingin melihat Langit bersedih.
"Gue mencintai lo! Nggak ada alasan gue untuk jauh dari lo!"
Angkasa menatap Alysa yang matanya mulai berkaca-kaca. Ingin sekali mendekap tubuh Alysa dan menenangkannya sambil mengatakan bahwa ia juga mencintai gadis itu.
Tiba-tiba matanya beralih melihat kaki Alysa yang terdapat darah mengering. Angkasa tau juga bahwa gadis itu berusaha terlalu keras hingga untuk menuju kemari saja sampai luka.
Angkasa menarik pergelangan Alysa untuk masuk, ia kemudian menuju dapur dan mengambil kotak P3K setelah itu menuntun Alysa untuk duduk disofa.
Cowok itu dengan telaten membersihkan luka Alysa dan mengobatinya.
Alysa hanya bisa menatap Angkasa dengan bingung. Jika cowok itu menghindarinya, untuk apa masih peduli dengannya?
"Tadi lo suruh gue untuk pergi, kenapa sekarang masih peduli?" Tanya Alysa.
"Gue cuma mau jadi manusia yang baik. Menolong orang yang kesulitan. Kalau ini infeksi, terus lo diamputasi. Gue juga bakal kena masalah karena gak coba tolongin." Penjelasan Angkasa membuat Alysa kesal. Bukan itu jawaban yang ia harapkan.
"Lo bisa pulang sekarang , gue gak bisa anter. Harus nemuin Langit."
Alysa menatap sendu Angkasa yang sedang merapikan kotak P3K.
"Rasanya gue cuma akan buang-buang waktu. Mencintai seseorang yang bahkan enggan gue ada."
Alysa lalu melangkah keluar. Saat dirasa sudah tidak terlihat, Angkasa melemparkan kotak P3K yang berada ditangannya dan membuat sebuah kaca besar yang berada disana pecah.
Nafasnya memburu karena emosi. Ia lalu tersadar harus pulang ke rumahnya karena besok akan ada acara penting.
--
Alysa berjalan menyusuri trotoar dengan tertatih. Suara gemuruh hujan mulai terdengar."Bahkan semesta tau gue sedang tidak baik-baik saja."
Alysa menghela nafas pasrah kala hujan mulai membasahi tubuhnya. Tak sadar ia menitikan air mata. Ini air mata pertamanya karena urusan cinta. Setelah bertahun-tahun tak keluar.
"Jatuh cinta sama lo salah banget , ya Sa," ucap Alysa pada dirinya sendiri.
Alysa memberhentikan langkahnya dan merasakan bulir-bukir air hujan yang menerpa tubuhnya.
Sampai akhirnya ada seorang anak kecil mengenakan jas hujan datang menghampirinya dengan membawa sebuah payung.
"Buat kakak , supaya nggak sakit. Semesta juga gak ingin kakak bersedih. Biar ia yang menangis," ucapnya.
Alysa bingung dengan ucapan anak tersebut. Ia lalu mengambil payung yang diberikannya. Setelah itu anak kecil tersebut berlari pergi dan bermain bersama teman-temannya.
Alysa membuka payungnya dan segera menaiki angkutan umum yang melintas untuk segera pulang.
Disisi lain, Angkasa menatap kepergian Alysa dengan perasaan yang sulit diartikan.
"Makasih , ya de," ucap Angkasa sambil memberikan beberapa uang kepada anak kecil yang ia mintai tolong untuk memberikan payung kepada Alysa.
Tadi saat ingin pergi, ia melihat Alysa diam dibawah hujan. Ia hanya takut gadis itu sakit. Namun, gak mungkin jika dirinya langsung memberikan payung tersebut, ia akan membuat Alysa semakin bingung apakah ia ingin menjauh atau masih memberikan harapan.
"Biar semesta yang sedih Lys, kamu jangan." Angkasa berucap dengan pelan lalu kembali menuju mobilnya dan pergi ke tempat tujuannya.
Cukup semesta yang bersedih, kamu jangan.
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa & Alysa [COMPLETE]
Novela JuvenilAlysa Cyrathana Shaima, gadis mandiri yang selalu menyukai debat tersebut merasa dunianya berubah. Ketika semua hal yang selalu bisa ia sanggah dengan perdebatan terpatahkan oleh seorang cowok bernama Angkasa yang selalu bisa membuatnya jengah. Sam...