34- Malaikat Pelindung

4.3K 443 59
                                    

Abdi menatap Alysa yang terus saja mengaduk baksonya tanpa ada selera.

"Kalau lagi gak baik-baik aja, coba cerita. Walau gak bantu banyak, kita bisa jadi pendengar yang baik." Abdi membuka suara, Tessa dan Afkar yang juga berada disana ikut mengangguk setuju.

Sejak tadi pagi, Alysa memang banyak diamnya. Tidak seperti biasa yang sangat aktif.

"Kemarin nongkrong, ada masalah apa? Ateng sama Obin diem, gak mau cerita. Katanya biar denger langsung dari lo." Tessa menggenggam tangan Alysa. Memberikan gadis itu keyakinan bahwa ia perlu cerita.

"Gue nggak tau ,ya.. Angkasa tiba-tiba jauhin gue. Pas ditanya gue salah apa? Dia jawab nggak salah apa-apa. Saat gue tanya dia kenapa jauhin gue, dia jawab mau aja tanpa alasan. Aneh aja rasanya sikap dia berubah gini." Jelas Alysa.

"Ada masalah mungkin," balas Afkar.

"Yang ini beda, bukan ada masalah. Seperti ada yang disembunyiin."

Alysa kemudian menaruh kepalanya diatas meja, kembali mengingat perkataan kasar Angkasa padanya saat malam itu.

"Kata-kata dia juga jadi kasar," sambung Alysa.

Abdi menaikan sebelas alisnya sambil menatap Alysa yang sedang sendu. Lalu beralih ke Afkar dan Tessa.

"Bukannya Angkasa memang galak? Jadi kayaknya wajar kalau kasar." Jelas Tessa.

"Galaknya beda, kali ini kayak ibu tiri," balas Alysa.

"Yaudah nggak usah sedih, mungkin Angkasa memang ada masalah dan butuh waktu. Kemarin nggak sengaja lampiasin ke lo," ucap Abdi menenangkan. Ia lalu meminta Alysa untuk makan siang dengan segera, takut maag gadis itu kumat.

--
"Woy Di! Gila lo! Serius mau cabut?" Tanya Virgo memastikan.

"Iya berisik lo, nanti ketahuan!" Balas Abdi.

Tadi, setelah usai makan siang Abdi menghampiri Ateng, Virgo dan Obin untuk meminta mereka membantunya agar kabur.

"Mau tawuran beneran sama Angkasa?" Tanya Ateng.

"Iya," balas Abdi.

"Perlu pasukan gak?" Tanya Obin.

"Kalau gue dikeroyok, nanti gue telfon lo pada, pokoknya langsung ke SMA Bhineka." Penjelasan Abdi diangguki mereka.

Saat berhasil keluar sekolah dengan aman , Abdi kemudian segera menuju SMA Bhineka sendirian dengan jalur rahasia yang dibuat olehnya sewaktu masih bersekolah disana.

Jalur keluar masuk bagi anak terlambat dan ingin membolos.

"Gak sia-sia gue buat ini jalur," ujar Abdi pada dirinya sendiri.

Kebetulan, SMA Bhineka masih dalam jam istirahat, sekolah ini memang memiliki jam istirahat lumayan dibandingkan SMA Garuda Pertiwi.

Abdi melangkah dengan santainya menyusuri koridor yang ramai. Semua mata menatapnya aneh dan bingung, semua orang menengal Abdi , terlebih bajunya yang berbeda sendiri dari mereka semua.

SMA Bhineka mempunyai seragam kusus yaitu memakai almameter berwarna maroon, dan kebetulan hari ini lah seragam itu dikenakan. Sedangkan Abdi hanya memakai seragam putih polos tanpa tempelan atribut.

"Hallo mantan temen," ujar Abdi saat memasuki kelas Angkasa.

Semua mata terkejut melihatnya. Kehadiran Abdi memang selalu membuat tanda tanya. Jika tidak tawuran sudah pasti mencari masalah.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Angkasa dengan tatapan tajam mala Abdi menghampiri mejanya.

"Mau hajar orang yang udah buat Alysa sedih." Ucapan Abdi membuat Angkasa bingung.

Saka dan Barram yang melihat itu segera menghampiri.

"Hah?"

"Bego!" Umpat Abdi pada Angkasa.

"Lebih bego lo. Gak sadar? Siapa yang dulu peringat terakhir satu angkatan?" Jawaban Angkasa membuat Abdi tertawa.

"Tapi urusan cinta, sorry gue lebih pinter." Abdi tersenyum bangga pada dirinya sendiri.

"Paansi?" Tanya Angkasa karena merasa obrolan Abdi tidak jelas adanya.

"Gue nggak ngerti, ya kenapa Alysa bisa jatuh cinta sama cowok bego kayak lo." Saka dan Barram saling pandang, terkejut mendengar fakta bahwa Alysa mencintai Angkasa.

Sedangkan Angkasa masih berusaha menelaah ucapan Abdi. Jujur, entah dari kapan ia jadi lemot gini.

"Alysa? Jatuh cinta sama gue?" Tanya Angkasa memastikan. Takut-takut ia salah dengar.

"Iya." Jawab Abdi dengan tegas dan lugas.

"Gue gak bisa," balas Angkasa. Abdi lalu menatapnya dengan bingung. Ia takut jika cowok itu tiba-tiba bilang, 'gue gak bisa karena gue homo.' Tolong, Abdi tidan rela Alysa menyukai cowok homo.

"Bego." Abdi kembali mengatai Angkasa.

"Gak ada kata lain selain itu?"

"Pantes buat lo. Lo harus tau, dia maunya lo." Ucapan Abdi membuat Angkasa tersadar bahwa ada Langit yang mencintai Alysa.

"Gue gak bisa bahagia diatas sedih Langit. Langit jatuh cinta sama Alysa. Gak pernah rasanya gue liat senyum dibibir Langit. Dan itu ada karena Alysa." Abdi mengangguk mengerti. Pada akhirnya ia tau, Angkasa menghindar karena sengaja. Supaya tidak sakit lebih dalam nantinya.

"Setiap hati gak bisa dipaksa harus kepada siapa ia jatuh cinta," jelas Abdi.

"Tapi cinta akan datang seiring berjalan waktu ketika kita terbiasa," balas Angkasa.

"Cinta dia beda sama lo. Terlalu besar, mau digoda in justin bieber juga gak ngaruh. Karena hatinya milih lo." Ucapan Abdi membuat Angkasa diam.

"Gue tetep gak bisa." Tegas Angkasa. Ia tidak mau Langit kembali sedih.

"Terserah. Tapi, jangan minta bantuan gue saat sadar Alysa bener-bener pergi nantinya."

Angkasa menatap Abdi yang tengah kiss jauh kepada beberapa gadis diluar kelas, maklum Abdi dulu idola di SMA Bhineka. Sampai sekarang masih banyak yang ingin menjadi kekasihnya, walau tau Abdi adalah cowok brengsek.

Entah lah jaman sekarang aneh saja bad boy rasanya lebih banyak disukai dibandingkan good boy. Jika sudah dirusak baru menyesal dan menghakimi. Padahal dari awal menyetujui saat didekati. Hal itu aneh menurut Angkasa. Tapi bagaimana lagi, benar kata Abdi cinta itu tidak bisa dipaksa.

"Tadinya gue mau hajar lo, tapi inget disini banyak musuh. Jadi 1:1000 gue pasti tetep kalah. Kalau telfon pasukan, malah jadi tawuran." Jelas Abdi.

"Lo gak bakal menang lawan gue," balas Angkasa.

"Oh ya? Terakhir duel, lo kalah sama gue. Nggak usah meninggi! Gue cabut, males direbutin cewek-cewek," ucap Abdi kemudian bangkit dan pergi meninggalkan Angkasa yang masih diam.

Namun sebelum itu, ia sempat mengatakan hal yang mampu membuat Angkasa merelakan Alysa.

"Gue tau dia abang lo, tapi lo juga berhak bahagia."

Angkasa menatap kepergian Abdi dengan perasaan yang sulit dijelaskan.

Sementara Saka dan Barram bereaksi seperti orang sedang muntah kala melihat Abdi merangkul beberapa cewek disekolahnya dan memperlihatkan sisi playboy.

"Dasar buaya darat," ucap Saka.

"Buset," sambung Barram.

"Kayak lagu," ucap Saka lagi karena merasa familiar.

"Emang lagu," Barram menjitaknya. Saka yang tidak terima segera membalasnya dan pada akhirnya mereka berdua berlari untuk saling membalas. Sekalian memberikan Angkasa ruang untuk berfikir dan menyendiri.

Terkadang ketika ada masalah, kita lebih perlu waktu sendiri untuk menemukan jalan keluarnya daripada berkumpul dan melampiaskan kekesalannya. Ia tau sikapnya kepada Alysa waktu dicafe memang keterlaluan. Namun, ia juga terpaksa demi Langit.

Tbc...

Angkasa & Alysa [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang