Angkasa melangkahkan kakinya turun menuju ruang makan yang sudah dipenuhi anggota keluarganya.
"Pagi sayang," sapa Jia-Mamahnya sambil mengecup dahinya seperti rutinitas setiap harinya.
"Pagi Mah," balasnya singkat lalu duduk tepat disebelah Mamahnya.
"Gimana sekolah kamu?" Tanya Awan-Papahnya, membuka obrolan pagi ditengah-tengah mereka.
"Baik," jawab Angkasa singkat.
Itulah Angkasa, sikapnya memang sangat dingin kepada siapapun.
"SMA Bhineka ada event lomba apa sekarang?" Tanya Kakaknya.
"Ada perlombaan debat sama cerdas cermat ." Angkasa menanggapi.
"Lo ikut?" Tanyanya, lalu Angkasa mengangkat bahunya.
"Bukan gue banget. Itu cocok buat lo, bukan gue." jawabnya.
Ya, Angkasa mempunyai saudaea. Lebih tepatnya mereka itu kembara. Dulu, mereka satu sekolah namun walau kembar, keduanya memiliki sikap yang berbeda. Wajah mereka pun berbeda. Tidak identik.
Angkasa lebih ke arah sosok jutek dan dingin. Walau pintar , ia selalu malas mengikuti yang namanya perlombaan. Mengerjakan PR saja, butuh waktu 3 jam untuk menaikan moodnya.
Berbeda dengan kembaraannya, Langit Alvan Mahendra . Cowok itu sangat lembut dan penyayang. Murid terpintar di SMA Bhineka, pernah menjadi ketua osis dan sering kali menjuarai lomba. Dan Langit juga sangat menyukai belajar, tidak seperti Angkasa.
Tapi, semenjak kakinya tak bisa berjalan, Langit memutuskan untuk tidak bersekolah dan memilih homeschooling.
"Andai gue bisa," ujar Langit sambil tertawa renyah. Ia sebetulnya ingin sekali mengikuti perlombaan lagi, namun melihat kondisinya ia selalu merasa tidak akan pernah bisa lagi.
"Yang sakit kaki lo, bukan otak lo! Nggak ada yang gak bisa di dunia ini. Neil Armstrong aja bisa menginjakan kaki dibulan, walau mungkin beberapa orang menganggapnya gak mungkin. Pecundang itu yang menyerah duluan sebelum perang. Mah, Pah Angkasa berangkat!"
Angkasa menyampirkan tasnya disebelah bahunya kemudian mencium tangan kedua orang tuanya lalu pergi meninggalkan rumah untuk segera pergi ke sekolah.
Ia sebetulnya malas jika mendengar Langit, kakaknya itu selalu merendahkan dirinya. padahal Angkasa tau, Langit bisa dan mampu! Hanya saja cowok itu tidak berani mengambil tindakan dan takut dengan kemungkinan terburuk yang bakal terjadi.
Sesampainya di SMA Bhineka, Angkasa berjalan menyusuri koridor yang sudah terlihat ramai. Dia memang bukan tipe anak yang datang terlambat lalu dihukum dengan hormat didepan tiang bendera.
Papahnya selalu mengajarkan padanya bahwa waktu itu berharga.
"Woy!" Teriak seseorang dari arah belakangnya, Angkasa menoleh dan mendapati dua orang yang sangat ia kenali.
"Gimana? Leta udah chat lo?" Tanya Saka. Salah satu sahabatnya yang selalu gencar menjodohkannya kepada gadis-gadis yang dianggap pantas untuknya.
"Udah PDKT nya?" Sahut Barram. ini juga sahabatnya, yang selalu memberikan ucapan motivasi cinta padahal sendirinya juga belum punya kekasih.
"Gue block," balas Angkasa singkat.
Saka dan Barram membulatkan matanya sempurna. Ini sudah cewek kelima yang mereka jodohkan kepada Angkasa. Dan semuanya ditolak mentah-mentah. Padahal urusan wajah pun gadis-gadis itu terbilang cantik bak model majalah mahal.
"Ini udah cewek kelima, dan lo masih tolak? Lo nggak homo kan?" Tanya Saka.
"Menurut lo?" Tanya Angkasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa & Alysa [COMPLETE]
Novela JuvenilAlysa Cyrathana Shaima, gadis mandiri yang selalu menyukai debat tersebut merasa dunianya berubah. Ketika semua hal yang selalu bisa ia sanggah dengan perdebatan terpatahkan oleh seorang cowok bernama Angkasa yang selalu bisa membuatnya jengah. Sam...