11. Teman?

5.4K 246 0
                                    

Sore ini,markas Thunder cukup penuh oleh para laki-laki yang mengisi waktu bosannya di sana. Tidak terkecuali dengan Alfa dan kelima sahabatnya. Sejak siang tadi,mereka sudah duduk di tempat itu. Mendengarkan musik yang berdengung keras dan diputar berulang-ulang. Bungkus-bungkus jajan sudah berserakan di atas meja maupun di lantai yang tidak terlalu bersih itu. Keadaan yang sebenarnya sudah biasa terjadi di markas Thunder.

"Vin,beli jajan lagi sono! Si Ian rakus banget dari tadi," ucap Saga kepada Gavin sembari menyerahkan uangnya.

"Yaelah,banyak junior dimanfaatin makanya. Noh bertebaran kurcaci semua," Gavin menunjuk satu-satu juniornya yang sedang duduk.

Di markas Thunder memang tidak semuanya anak-anak kelas 11. Banyak juga anak kelas 10 yang bergabung di geng yang tidak satupun orang tidak tau.

Nama Thunder sudah tidak asing lagi di telinga anak sekolah. Geng motor  yang sudah turun temurun menyanding posisi khusus di sekolah yang membuat orang berpikir berkali-kali untuk mengusiknya.

Karena itu,banyak murid laki-laki yang  berusaha masuk ke perkumpulan itu.
Tidak sedikit juga anggota yang menyalah gunakan posisinya di Thunder. Mencari ketenaran,berlagak sok jagoan,mencari tampang untuk ditakuti. Karena itulah tidak semua orang bisa langsung masuk geng motor tersebut,hanya orang-orang terpilih yang pantas bergabung.

Untuk kelas 12,hanya diperbolehkan sampai ujian akhir semester satu. Di semester akhir,mereka harus sudah lengser. Sudah menjadi tradisi,kelas 12 tidak boleh terlalu ikut campur lagi masalah Thunder. Keputusan itu diambil saat tahun-tahun awal pembentukan,karena pada masa itu geng besar tersebut hampir dibubarkan karena kelas 12 sering terkena masalah,padahal mereka seharusnya fokus ujian kelulusan.

Dan untuk menempatkan posisi ketua,dipilih langsung oleh angkatan atasnya. Tidak mudah pastinya. Begitu yang Alfa rasakan,bagaimana dia harus memimpin geng yang mempunyai nama besar itu.

"Woi Daf,sini bentar," seru Gavin.

"Kenapa bang?" tanya lelaki  bertubuh tinggi yang sudah berdiri di depan Gavin.

"Gue minta tolong ya,beliin jajan di toko depan. Kembaliannya buat lo."

"Jajan doang nih? Ngga mau minuman sekalian?" tanyanya dengan nada yang masih menghormati seniornya.

"Ngga usah lah. Bikin kopi aja ntar gampang."

"Ehh,Daf. Gue beliin yang keripik pedes itu ya,dua." Ian berteriak dari tempatnya.

Saga mendelik tidak terima."Apa-apaan lo? Udah ngabisin terus minta lagi. Pake duit lo sendiri,gue ngga mau bayarin," katanya masih dengan rada marahnya.

Sejak tadi,Ian memang banyak mengahabiskan jajanan. Membuat Saga yang notabennya adalah yang membawa jajan tidak terima karena dia belum sempat memakan jajanan yang dibawanya.

"Pelit amat jadi temen. Kuburan lo sempit ntar. Ngga bisa napas mati lo!" kata Ian kepada Saga.

"Ya emang kalo di kuburan udah mati. Emangnya lo dikubur idup-idup," balas Saga.

"Astaghfirulloh,emang ya lo,Ga. Kalo ngomong suka ngga diaduk. Pait!" ujar Ian.

Alfa yang mendengar obrolan itu tertawa."Lo pikir kopi?"

"Udah sana Daf,beli aja. Ngga usah ndengerin si Ian," kata Gavin kepada laki-laki di depannya yang bernama Daffa.

Beberapa saat Daffa pergi,semua laki-laki di sana mulai sibuk dengan kegiatannya masing-masing.Ada yang sedang bermain catur,makan mie instan,maupun bermain game online.

"Si Nadin cantik juga ,ya?" celetuk Gavin yang sedang memandangi handphonenya.

Teman-temannya yang mendengar ucapan Gavin mengernyit bingung.

ALFA'S QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang