7. Menyimpan Luka

7.3K 353 9
                                    

Hari ini Nara sangat lelah. Dia ingin cepat-cepat ke kamar dan merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk.

Nara membuka pintu rumahnya,baru beberapa langkah ia memasuki rumah,tangannya sudah ditarik paksa oleh seseorang.

"Sini kamu!"

"Lepas," ucap Nara menyentak tangan yang menariknya.

"Dari mana kamu?!" tanya seorang wanita paruh baya dengan membentak.

"Bukan urusan tante kan saya mau pergi kemana?" jawab Nara tanpa rasa takut.

"Kamu makin hari makin ngelawan saya! Mau saya aduin ke ayahmu?!"

"Ini hidup saya! Tante Mira ngga punya hak buat ngatur!" Nara berbicara dengan nada tak mau kalah.

"Saya ini istri ayhahmu! Saya punya hak di sini,termasuk ngatur kamu!" bentakan itu terdengar sampai ke dapur. Membuat asisten rumah tangga Nara menatap ke sumber suara.

Tidak ada yang berani melerai. Mereka sudah tau sifat dari istri kedua ayah Nara itu. Pernah waktu itu ada yang berusaha untuk memisahkan,tetapi selalu ancaman pecat yang dikeluarkan wanita di depan Nara ini.

"Tante emang istri ayah,tapi tante bukan ibu saya!" Nara menegaskan.

"Kenapa malam-malam pada berisik?" seorang pria yang membawa tas di tangannya muncul dari pintu.

Dia Gunawan. Ayah Nara.

"Itu mas,Nara baru pulang. Pas aku tanya dia malah ngebentak aku mas," Mira berbicara dengan raut muka yang dibuat sedih.

"Ngadu aja terus," Nara mencibir.

"Apa bener,Nara?" Gunawan mengarahkan pandangannya kepada putrinya.

"Kalaupun Nara ngomong jujur,ayah bakal tetep percaya sama dia kan?" Nara menunjuk perempuan yang berdiri di samping ayahnya.

"Yang sopan sama mamahmu! Ayah ngga pernah ngajarin kamu kayak gitu!" bentak Gunawan.

"Mamah? Mamah Nara cuma satu. Bunda Tania. Bukan dia," Nara mulai menaikkan volume suaranya.

PLAK

Satu tamparan mendarat di pipi kanan Nara. Tamparan yang berasal dari tangan ayahnya sendiri. Ayah yang dulu selalu menjadi kebanggaannya.

Nara memegangi pipinya yang terasa panas. Tidak ingin mengeluarkan air matanya di depan seseorang yang menginginkannya menjadi lemah.

"KAMU MASIH INGAT?! BUNDAMU ITU NGGA AKAN SELAMAT KALO NGGA ADA AYAH!" Gunawan semakin meninggikan suaranya.

"Ayah pamrih nolong istri ayah sendiri? Nolong seorang ibu dari anak ayah sendiri," ucap Nara mencoba menahan air matanya. "Oh iya,Nara kan udah bukan anak ayah, ya?" lanjutnya.

"MASUK KE KAMAR KAMU!"

Nara memalingkan wajahnya. Pergi tanpa ingin melihat wajah  dua orang yang menatapnya dengan amarah.

Nara melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju kamarnya. Dia menutup pintu kemudian duduk di sisi tempat tidurnya.

"Bunda,Nara kangen sama bunda," air matanya menetes diatas foto yang ada di  tangannya.

"Coba kalo bunda masih di sini,pasti semuanya bakal baik-baik aja,Bun." Tangannya masih mengusap foto seorang perempuan yang sedang tersenyum tipis dengan iris mata coklat yang indah. Sama seperti Nara.

"Ayah berubah,Bun. Gara-gara perempuan itu, ayah jadi ngga sayang lagi sama Nara," kata Nara berdialog kepada seseorang di dalam foto itu.
"Nara harus gimana,Bun? Nara butuh bunda di sini," lanjutnya masih terisak.

ALFA'S QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang