Di meja makan,Nara dapat melihat Ayahnya dan istrinya itu sedang menyantap sarapan mereka. Nara melewati keduanya tanpa mengucapkan apapun. Hari ini dia memilih untuk sarapan di sekolah saja.
"Nara," panggil Gunawan ketika Nara belum jauh dari meja makan.
Nara membalikan tubuhnya tanpa membuka mulut.
"Kamu ngga sarapan dulu?" tanya Gunawan
"Nara sarapan di sekolah," jawab Nara.
"Kenapa ngga di rumah aja bareng Ayah dan Mamah?" kata Gunawan.
Nara tidak menjawab. Dia yakin semuanya tidak akan baik-baik saja kalau ada istri Ayahnya itu di antara mereka. Entah perdebatan kecil maupun pertengakaran besar. Pasti ada saja yang dipermasalahkan.
"Duduk dulu,Nara." istri Ayahnya itu membuka suara. Membuat Nara semakin muak mendengarnya.
"Nara buru-buru," ucap Nara hendak pergi dari sana.
"Ayah bilang duduk," ucap Gunawan. Intonasi suaranya datar. Membuat Nara berhenti di tempat,tetapi belum membalik badan. "Duduk,ada yang mau Ayah bicarakan."
Nara berbalik. Sekian detik kemudian, dia melangkahkan kakinya mendekat ke meja makan. Sebenarnya dia sangat tidak ingin berdebat. Hatinya sedang dalam keadaan tidak baik. Mungkin lebih baik Nara memilih menurut dan mendengarkan ucapan ayahnya.
"Mau ngomong apa?" tanya Nara setelah dirinya sudah duduk.
"Kenapa kamu ngga mau ikut Olimpiade lagi?" tanya Gunawan.
Ayahnya itu memang berteman dekat dengan Kepala Sekolah Nara. Semua hal tentang Nara di sekolah bisa dengan mudah diketahui Gunawan. Termasuk soal dirinya yang tidak mengikuti Olimpiade tersebut. Apalagi Gunawan tau,Nara tidak pernah melewatkan setiap perlombaan yang berhubungan dengan Matematika.
"Ngga papa," jawab Nara.
"Kamu harus ikut."
Nara mendongak,menatap ayahnya. "Nara ngga mau."
"Kenapa?! Kamu ngga pernah ngga ikut setiap ada perlombaan itu."
"Iya,Nara. Sayang banget kalo ngga ikut. Itu kan salah satu hal yang membanggakan," ucap Mira,istri Ayahnya.
"Nara ngga bisa,Yah."
"Apa yang buat kamu ngga bisa?! Kamu tinggal belajar dan ikut Olimpiade itu!" nada suara Gunawan mulai meninggi.
"Ayah ngga bisa terus-terusan paksa Nara buat ngelakuin ini,ngelakuin itu. Ini hidup Nara," kata Nara dengan penekanan di kalimat akhirnya.
"Di sini ayah yang bertanggung jawab ngurus kamu! Emang siapa lagi yang mau ngurus kamu kalo bukan ayah dan Mamah Mira?!"
Nara bungkam. Ucapan ayahnya menusuk tepat di hatinya. Tidak,dia tidak akan lemah di sini.
"Iya. Emang ngga ada yang peduli sama Nara. Cuman bunda yang sayang sama Nara," ucap Nara lirih.
"Ayah cuman mau kamu ikut Olimpiade itu!" ucap Gunawan lagi.
"Nara udah bilang Nara ngga bisa. Lagian guru-guru juga udah kasih izin kok. Jadi ayah ngga bisa paksa Nara lagi."
"Kalo semakin hari kamu ngga bisa Ayah atur,Ayah bakal pindahin kamu ke Surabaya,di rumah Om Miko."
Nara menatap ayahnya tidak percaya. Nara tidak ingin pergi dari kota ini. Ada banyak hal yang belum dia selesaikan. Apalagi ada seseorang yang membuatnya harus tetap di sini.
"Nara udah dewasa,Yah. Nara punya tujuan Nara sendiri."
"Iya,mas. Lagi pula kasihan Nara. Di sini dia sudah punya banyak teman,pasti tidak mudah beradaptasi di tempat baru." Nara melirik istri Ayahnya. Semua ucapan yang dikeluarkan perempuan itu terdengar menjijikan di telinga Nara. Dia muak dengan sandiwara perempuan licik itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFA'S QUEEN
Novela JuvenilAlfarez Galandra. Murid laki-laki yang memimpin geng motor paling disegani satu sekokah. Si ketua Thunder yang terjebak dalam dunia penuh rahasia milik gadis sederhana. Alnara Kezia. Dia gadis dengan sepasang manik mata cokelat terang. Menyimpan ser...