|TS|24. Dia Tidak Peduli

509 23 0
                                    

Jatuh cinta adalah menghargai diri sendiri, bukan menjatuhkan diri.
•••  

Perpustakaan sepi menjadi pelarian Alva dari dua hal yang sejak malam menganggu pikirannya hingga tidak bisa tidur. Pertama, orangtuanya tidak pulang ke rumah, kata Bi iren orangtuanya sibuk. Alva tidak perlu pusing memikirkan mereka seharusnya, karena papanya memang memiliki apartement di dekat kantor perusahaan, namun Alva merasa orangtuanya sedang menciptakan jarak untuk sama-sama intropeksi diri.

Itu membuat Alva tak henti-hentinya bertanya pada diri sendiri, lantas apa yang harus Alva lakukan.

Kedua, ditambah Bella. Alva tidak mengerti kenapa dia begitu uring-uringan hanya karena tidak mendapat kririman pesan ucapan selamat tidur dari Bella seperti biasa. Meski kalaupun ada, hanya akan Alva baca saja. Selain itu, usai kemarin membentak Bella di kantin, Bella tidak lagi menunjukkan wujudnya di depan Alva. Alva tidak menemukan Bella yang biasanya menunggu di depan kelas kalau pulang sekolah. Dia benar-benar hilang kemarin, menjadikan Alva gelisah dan marah pada dirinya.

Alva menyesal? Sedikit. Hanya sedikit, ya.

Alva berdiri menghadap rak besar. Membuka lembaran-lembaran buku tebal ditangannya. Sudah lima menit, tapi bayang-bayang Bella seolah tidak singgah dari kepalanya. Alva semakin dibuat merasa bersalah.

"Alva pagi-pagi udah di sini?"

Alva berusaha fokus pada buku yang sedang ia baca setelah tersentak mendengar suara Bella yang sangat dekat. Tidak. Alva pasti berhalusinasi. Ia kembali membaca lembaran yang lain.

"Alva lagi baca buku apa, sih?"

Alva menggeleng-gelengkan kepala. Kini kepalanya malah berdenyut sakit mendengar suara bayang-bayang Bella yang semakin jelas.

"Ih kok gak jawab sih! Alva bukan patung, ayo ngomong!"

Alva tersentak kala Bella membalikkan tubuh Alva menghadap Bella. Secepat kilat Alva menepis tangan Bella yang semula memegang bahunya jadi terhempas.

"Ngapain lo di sini?"

"Pagi-pagi masih aja jutek! Senyum kek kali-kali!" gerutu Bella sedangkan Alva menunduk pura-pura baca demi menyembunyikan senyum.

Perlakuan kasarnya barusan berbanding terbalik dengan yang sebenarnya Alva rasakan. Ia senang sekaligus lega, tidak tahu sejak kapan Alva mulai terbiasa diganggu Bella, dan saat gadis itu hilang, Alva merasa hampa. Seperti ada yang kurang dalam dirinya.

"Lo lagi baca buku apa, Al? Serius banget kayaknya." Kaki Bella berjinjit bermaksud untuk mengintip. Alva langsung berposisi setengah membelakangi.

Bella mendengus. Mengedarkan matanya ke seluruh perpustakaan yang rapi juga sepi. Wajar saja, sih. Sekarang masih sangat dikatakan pagi.

"Enak ya jadi buku. Bisa ditatap lo selama dan sepuas itu. Jadi iri sama buku, andai aja gue buku itu," celoteh Bella yang sama sekali tidak ditanggapi.

Alva hanya ingin ditemani, bukan melayani Bella bicara.

"Lo sukanya menyendiri, ya? Emm gak takut ditemenin penunggu sini?" tanya Bella sambil mengambil buku secara asal di depannya.

"Mereka gak akan berani kalo lo ada di sini. Karna lo jauh lebih nyeremin," kata Alva setengah mengejek.

"Oh gitu, yaudah gue tetep di sini deh. Biar gak ada setan yang berani godain elo."

THE SKYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang