Ini lanjutan part sebelumnya. Selamat membaca!
•••
Kamu tidak pernah menyakiti, aku hanya disakiti harapanku sendiri. -Bella A. FDamian mengobati luka Bella dengan telaten dan hati-hati. Mulai dari membersihkan darah, memberi tetesan alkohol dan obat merah, lalu terakhir membungkus lengan Bella dengan perban. "Masih sakit gak?"
Bella menggeleng diimbuhi senyuman kecut. Entah ke berapa kalinya Damian menanyakan hal ini padanya. Sebegitu khawatirnya. Padahal pelakunya saja, ah sudahlah. Mengingatnya hanya membuat Bella kecewa.
"Udah. Gausah mikirin Alva dulu. Dia itu sebenernya orang yang baik. Tapi kalo ke orang yang belum deket, memang suka cuek dan kasar," ucap Damian seolah tahu isi kepala Bella. Bella diam-diam menganggukan kepalanya.
Sedikit heran sebenarnya, Damian dan Alva sedang perang dingin, namun Damian masih saja menyebutkan sisi positif Alva. Atau entah untuk menyemangati saja, Bella tidak ambil pusing.
"Betul bangettt! Gue sama Damian dukung lo penuh buat deket sama Alva kok. Iya kan Damian?" Damian mengangguk ragu pada Kiara yang baru datang dan bergabung duduk di tepi brankar.
"Bella lo gapapa 'kan?" Kiara mengecek luka di tangan Bella. Bella terenyuh, hari ini pertama kalinya dia berbicara dengan Kiara.
"Gue gak papa kok. Makasih banyak, ya. Makasih Damian," ucap Bella sambil bergantian menatap Damian dan Kiara.
"Santai aja, kita kan temen," balas Damian disertai senyuman manis. Dia berdiri untuk menyimpan alat-alat kesehatan ke dalam lemari tempatnya semula.
"Nah lo 'kan temennya Damian, berarti temen gue juga dong. Mau 'kan jadi temen gue?" ajak Kiara tak disangka-sangka. Bella menatap bola mata Kiara, di sana ada kesungguhan dan ketulusan.
"I-iya."
Jawaban Bella mendapat senyuman lebar dari Kiara. Dia langsung memeluk Bella saking senangnya.
"Lo gak usah khawatir tentang hubungan gue sama Alva, gue udah gak ada apa-apa kok sama dia. Gue bukan tipe orang yang suka balikan sama mantan. Gue doain semoga kalian cepet pacaran," bisik Kiara diakhiri kekehan.
Mendapat dukungan penuh dari mantan sang gebetan, apakah misinya membuat Alva luluh akan semakin mudah? Kalau begini, sepertinya tidak ada alasan yang membuat Bella harus membenci Kiara.
Benar kata Nayla. Kiara orang yang baik.
***
"Bel, lo buang sampah sana, udah numpuk tuh!" tunjuk salah satu teman kelas Bella ke arah tempat sampah yang padat terisi limbah. Di kelas hanya tersisa beberapa siswa yang bertugas piket sebelum pulang, sekitar tujuh orang termasuk Bella salah satunya. Sedangkan Nayla sudah pulang sedari tadi karena memang dia dan Bella tidak piket dihari yang sama.
Pergerakkan sapu ditangan Bella berhenti. Bella mengikuti arah telunjuk temannya. Lalu beralih ke tangannya yang masih kaku dan berdenyut sakit kalau digerakkan. Dia berpikir ragu, tempat sampah sepenuh itu, apa bisa ia bawa seorang diri dengan sebelah tangan?
"Kenapa? Lo gak mau? Elah alay banget sih luka kayak gitu doang," cibirnya sambil menatap sinis ke tangan Bella yang dibalut perban.
Ucapannya membuat Bella tertohok. "Gue bisa kok."
Bella memutuskan untuk menggusur tong sampah itu saja. Itu bisa dilakukan dengan sebelah tangan kirinya. Tapi lagi-lagi mendapat teguran sarkas.
"Heh! Jangan digusur gitu dong! Nanti kalo tempat sampahnya lecet gimana? Lo emang bisa ganti?!" geramnya. Memancing teman Bella yang lain untuk berhenti bersih-bersih dan menghampiri mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SKY
Ficção Adolescente[UPDATE SETIAP HARI RABU, SABTU, DAN MINGGU] *** Ini Tentang Bella yang mengejar Alva, langitnya. Bella terus berusaha agar menjadi cahaya mentari yang mampu menghangatkan sikap dingin Alva. Berulangkali Alva tolak, tak jua membuat gadis itu genc...