Mencintaimu, layaknya mencintai langit. Terasa indah, namun jauh tak tergapai.
~Bella Faresta
•••
Hari Senin. Hari yang mengharuskan siswa-siswi datang sangat pagi jika tidak mau terlambat mengikuti upacara. Jika terlambat sedikit, ya ... harus menanggung konsekuensinya.
Di depan sana, Pak Juned sudah bersiap untuk mengunci gerbang.
"Ayo-ayo buruan! Upacaranya sudah mau mulai!"
Sontak semua siswa yang masih di luar panik, berlarian menuju gerbang kala melihat pak Juned yang hendak menutup gerbang. Diantara gerombolan itu, Bella berjalan tertatih, tangannya disilangkan untuk melindungi lukanya dari beberapa siswa yang berlarian hampir mengenainya.
"Hey Neng, cepetan! Mau gerbangnya saya tutup?"
Bella terkesiap. Ternyata Pak Junaedi sedari tadi memperhatikannya.
"Sebentar dong, Pak. Kaki saya lagi sakit, nih!"
"Tidak usah banyak alasan kamu, terakhir kali saya percaya kamu saat itu, kamu ngeboongin saya. Saya gak bisa kamu tipu semudah itu ya!"
"Yaelah, Pak. Yang ini mah seriusan. Suer."
Pak Junaedi yang sudah belajar dari pengalaman kala itu, dan enggan untuk percaya kepada gadis ini tanpa merasa empati menarik lengan Bella.
"Aw! Aduh tangan saya sakit pak. Kemarin baru aja jatuh, Bapak gak liat saya lagi kesakitan gini?" protes Bella, ia sudah berhasil masuk ke dalam sekolah.
"Saya gak peduli."
"Loh gak bis -"
"Lo yang di sana! Cepat gabung ke lapangan dan masuk barisan!"
Teguran seorang cewek anggota OSIS yang ditujukan untuknya membuat Bella terkejut. Namun tak urung ia mengikuti perintahnya untuk segera bergabung ke lapangan.
Bella berjalan pelan dibelakang cewek ini.
"Lambat banget, sih! Cepet dong," decaknya malas melihat Bella yang masih sekitar 3 meter darinya.
Bella menanggapi itu dengan hembusan napas tak semangat, lalu berjalan lagi. Sampai lapangan, ternyata suasananya memang sudah sangat ramai. Pengurus upacara juga nampak sedang merapikan barisan.
"Karena lo terlambat, lo baris dibarisan paling belakang!"
Bella menyahut malas, "Hm."
"Topinya dipake dan rapihin dasi lo."
"Hm."
Cewek itu terlihat menaikkan alis mendapati jawaban Bella yang menurutnya tak sopan, namun memilih tak memperpanjang dan berlalu pergi.
Bella? Ia menaikkan bahu tak peduli. Moodnya juga sudah turun duluan.
Oh ya! Ngomong-ngomong soal Alva, Bella berdoa agar tidak bertemu dengannya hari ini. Atau lebih baik, Alva tak masuk sekolah hari ini, ia sungguh tak siap untuk bertemu dengannya, apalagi untuk mengungkit masalah kemarin.
Mengingat itu membuat Bella kesal sendiri! Penobatan cowok tak peka mungkin cocok disandangkan padanya.
Bella kemudian mengedarkan pandangannya untuk mencari Nayla atau minimal barisan kelasnya. Ia merasa asing berada di sini. Wajar saja, ia masih terbilang murid baru jadi belum mengenal banyak wajah, selain teman-teman kelasnya.
Ternyata barisan kelasnya berada di samping kanan, baru saja kakinya maju satu langkah, tangannya sudah dicekal seseorang.
"ADUUUH!" Bella segera membekap mulutnya ketika sadar suaranya menarik perhatian para siswa yang kompak menoleh terganggu karenanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SKY
Teen Fiction[UPDATE SETIAP HARI RABU, SABTU, DAN MINGGU] *** Ini Tentang Bella yang mengejar Alva, langitnya. Bella terus berusaha agar menjadi cahaya mentari yang mampu menghangatkan sikap dingin Alva. Berulangkali Alva tolak, tak jua membuat gadis itu genc...