Prolog and Characters

3.5K 271 32
                                    

Seven Years Ago

"Hei! Sudah kubilang jangan menatap mata mereka, Ruto!" kesal seorang gadis remaja sambil menutup mata seorang anak laki-laki berusia sembilan tahun.

Kemudian dengan geregetan, si remaja menolehkan wajah si anak lelaki yang dipanggilnya Ruto itu dengan cepat sehingga mereka kini saling menatap.

"Dengarkan Onee chan ya, Ruto. Jangan pernah menatap mata mereka lagi. Kau belum bisa membedakan mana roh jahat dan bukan. Janji?" tanya si remaja perempuan.

"I-iya, Onee chan," jawab si anak lelaki itu sambil menunduk karena merasa bersalah.

"Hei, jangan begitu. Onee chan tidak marah kok. Aku cuma khawatir. Daripada begitu, gimana kalau kita balapan ke arah batu di ujung jalan. Siapapun yang kalah, harus jadi orang yang memaksa Eunwoo menari," ujar si gadis remaja yang di setujui oleh anak lelaki dengan mengangguk heboh.

"Aku yakin Onee chan yang akan kalah. Terus Eunwoo Onii chan akan menjampi-jampi Onee chan biar tidak bisa bergerak seharian," ujarnya sambil berlari ke arah batu yang dimaksud.

Sedangkan si remaja perempuan hanya tersenyum menatap si anak lelaki yang sudah berlari gembira. Kemudian tidak lama berselang, ia kini mengalihkan tatapannya ke hantu perempuan berwajah pucat dan setengah wajahnya hancur yang tadi ditatap oleh si anak lelaki. Mata si hantu menghitam dan tersenyum jahat ketika menyadari kalau seorang manusia remaja sedang menatapnya.

Sambil berkomat-kamit dengan bahasa yang tidak di mengerti, tubuh putih pucat setengah transparan yang setengah hancur itu berjalan terseok-seok berusaha mendekati si remaja. Tangan kirinya yang kehitaman seperti tubuh mayat yang membusuk, satu-satunya tangan yang terlihat sehat mulai terangkat. Berusaha menyentuh si remaja. Suhu disekitar hantu mulai menurun, membuat bulu kuduk si remaja meremang.

Sayangnya si remaja perempuan bukannya merasa takut malah tertawa remeh lalu sambil dengan cepat ia menendang kepala si hantu perempuan, tepat di bagian yang terluka yang membuat si hantu terkejut kebingungan.

"Pergi kau! Kalau sekali lagi kau iseng pada adikku, akan kupanggilkan ayahku, biar kau terbakar sekalian dan tidak akan pernah kembali ke nirwana!" bentak si remaja perempuan yang membuat si hantu justru terlihat semakin pucat ketakutan.

"Masih belum mau pergi? Atau mau kupinta penjagaku yang mengutukmu?" geram si remaja lagi.

"~Ma-ma ... af ~," lirih si hantu melenyapkan dirinya menjadi kepulan asap.

"Cih! mentang-mentang sebentar lagi acara tahunan, hantu jadi pada ngumpul!" gerutu si remaja lalu bersiap-siap berlari melanjutkan permainannya dengan si anak lelaki kecil.

Hari itu, tanggal lima bulan Juni adalah hari dimana tiga keluarga shaman atau dukun legendaris dari tiga benua — Iapana, Tailani, dan Kolea Hema — berkumpul. Kali ini mereka berkumpul di pusat energi terbesar tahun itu, yakni di benua Kolea Hema.

Tiga keluarga shaman legendaris itu kini sibuk mempersiapkan diri mereka untuk mengurus ritual yang akan mereka lakukan tepat pada pukul tiga dinihari nanti. Perempuan dalam keluarga; nenek dan ibu sibuk memasak sesajian yang akan digunakan untuk ritual. Sedangkan para prianya; kakek dan ayah sibuk mendoakan benda-benda yang akan digunakan di ritual.

Lalu generasi ketiga mereka, yang seharusnya ikut membantu mengikat kertas-kertas mantra malah hanya bermain.

Tepatnya, dua diantaranya — si remaja perempuan yang bernama Lalisa Manoban dan si anak lelaki kecil yang bernama Haruto Watanabe — bermain kejar-kejaran sedangkan si remaja lelaki lainnya, keturunan keluarga Cha — Eunwoo yang berusia sama dengan Lalisa — malah sibuk membaca kitab-kitab shaman.

[Completed] The Doom Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang