— Seven years ago —
Lisa, Eunwoo, dan Haruto yang berhasil kabur melalui pintu belakang rumah milik keluarga Cha, berhenti sejenak di sebuah bukit kecil yang berada di balik rumah besar keluarga Cha.
Dari ketinggian bukit dan sinar mentari pagi yang mulai menyelimuti bumi, ketiga anak yatim piatu itu bisa melihat dengan jelas bagaimana api melalap rumah besar peninggalan keluarga Cha.
Kebakaran itu begitu hebat hingga bertahan beberapa jam. Namun bukan api yang menjadi fokus tatapan mereka. Disana — di jalan selebar satu buah mobil yang merupakan satu-satunya akses jalan menuju keluarga Cha — tidak jauh dari pekarangan keluarga Cha terparkir sebuah mobil mewah berwarna hitam.
Di depan mobil tersebut, berdirilah seorang wanita bergaun merah darah dengan topi lebar dan berkaca mata hitam, menatap ke arah rumah keluarga Cha yang sedang terbakar.
Cahaya dari api yang melahap rumah Cha menari-nari menyinari wajah wanita yang didampingi dua orang lelaki berbadan tegap di belakangnya. Dengan gerakan anggun wanita itu melepas sarung tangan kulitnya, menjepitnya di lengan kiri lalu melepas kacamata hitamnya.
Tiga anak yang baru saja kehilangan keluarganya jelas melihat raut wajah si wanita yang tersenyum senang menatap rumah Cha yang terbakar.
"Ka-kau mengenalnya?" tanya Lisa gemetaran ketika menyadari betapa bengisnya wajah si wanita.
"A-aku —." Eunwoo tidak melanjutkan ucapannya karena menyadari tatapan si wanita mengarah ke arah bukit. Sehingga ia menarik lengan kedua temannya untuk ikut berjongkok bersamanya. Walaupun kemungkinan si wanita dapat melihatnya sangat kecil karena asap pekat yang kini mulai membumbung tinggi dari kediaman keluarga Cha karena api mulai padam dan jarak antara si wanita ke bukit tempat ketiganya berpijak cukup jauh.
"Aku pernah melihatnya diusir oleh kakekku karena meminta sebuah ritual. Tapi aku tidak tahu apa yang diinginkannya hingga membuat kakekku marah," ucap Eunwoo menjawab pertanyaan Lisa.
¤¤¤
"Noona! Bisakah kau tidak bekerja hari ini?" protes Haruto yang sejak keluar dari apartemen selalu merendengi langkah Lisa.
"Aku sudah sembuh, Ruto. Hanya mataku saja yang masih perlu diperban." Lisa berjalan cepat menuju tempat pembuangan sampah gedung apartemennya, memisahkan sampah sesuai jenisnya.
Kemudian ia berbalik, mendongak memandang Haruto yang menjulang di baliknya. "Kau bisa ikut jika khawatir. Tapi seperti yang kubilang tadi, tidak ada yang patut dikhawatirkan, Ruto."
¤¤¤
Jisoo berteriak marah sambil menggebrak meja atasannya, Lee Seunghoon.
"Apa maksudnya ini? Kenapa kami harus melimpahkan berkas Saori ke kejaksaan? Kami sedang menyelidikinya, Mr. Lee!" bentak Jisoo, tidak peduli kalau jabatan Mr. Lee jauh berada di atasnya.
Si pria bermata sipit itu menghela napas panjang sebelum menjawab kemarahan anggotanya. Ia sadar mengapa Jisoo begitu marah dengan keputusan tersebut. Tapi bagaimanapun, kepolisian masih berada di bawah kejaksaan. Jadi jika kejaksaan ingin mengambil berkasnya diiringi dengan surat perintah dari departemen kehakiman, apa yang bisa dia perbuat.
"Duduklah dulu, Jisoo. Aku tahu kau marah, kau kira aku tidak?" ucap Seunghoon sambil berdiri menghampiri Jisoo yang sedang marah sambil mengarahkannya untuk duduk di sofa yang berada di hadapan meja kerjanya.
"Minumlah dulu. Kita bisa membicarakannya dengan baik bukan?" Jisoo mengambil cangkir berisikan teh di depannya lalu meminumnya dengan kesal. Setelahnya ia kembali menatap mata kecil atasannya meminta penjelasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Completed] The Doom
Horror⚠🔞 Warning : This story contains violence, frightening materials and undesirable behaviour!! Please be wise 🔞⚠ The story of three descendant three legendary shaman from different country who have to live by theirself after an evil ghost killed the...