Kenapa? Kenapa? Dan kenapa?
Pertanyaan itulah yang mengisi pikiran Ibram selama duduk di kereta selama berjam-jam. Ada nyeri di hati hingga air mata mendesak ingin keluar. Apa kisah cintanya akan berakhir sedih? Mayang akan dimiliki pria lain?
Berkali-kali bayangan pria yang fotonya Gadis kirimkan ke ponselnya akan menjabat tangan wali hakim dan menjadikan Mayang istrinya, muncul dibenaknya dan sungguh rasanya ia ingin terbang saja ke sana andai Ibram bisa. Dia akan mencegah itu terjadi. Kalau perlu Ibram akan membawa kabur Mayangnya dari sana.
Dia tidak rela. Lalu apa tujuan hidupnya jika Mayang terhapus dari angan-angan masa depannya? Dia bisa mati.
Ya Allah.. apa Mayang bukan untukku? Jika bukan, kenapa Engkau harus mempertemukan kami? Biarkan saja aku mati waktu itu.. Jangan Ya Allah.. Jangan berikan dia pada laki-laki lain..
Ibram menghapus cairan bening yang hendak mengalir di ujung matanya. Doanya selama ini hanya Mayang dan Mayang. Apa ada yang salah dengan doanya? Atau Ibram belum cukup baik dalam menjadi seorang hamba hingga Allah tidak berkenan mengabulkan doanya yang sederhana itu? Menjadikan Mayang miliknya.
Dia tak memperdulikan tatapan aneh dari seorang pemuda yang duduk di sampingnya. Ibram tau, dia pasti terlihat sangat cengeng karena menangis. Dia itu laki-laki, kenapa menangis hanya karena wanita? Pasti itu yang akan dia dengar jika pemuda itu tau alasan apa yang membuatnya meneteskan cairan bening itu.
Pemuda itu mengulurkan tissu kepada Ibram, "Nggak malu Bro? Nangis hanya karena perempuan?" Tuh kan bener? Pemuda itu bertanya tentang rasa malu Ibram.
Ibram menerima tissu yang diulurkan si pemuda, "Jangan sok tau!"
"Gue emang tau! Pasti gara-gara Mbak Mayang mau nikah kan lo nangis?" Si pemuda itu terkekeh.
Ibram terkejut setengah mati. Apa pemuda di sampingnya itu adalah cenayang? Dia meneliti wajah pemuda itu, berkali-kali. Namun tetap tak merasa bahwa Ibram mengenalnya.
"Kaget yah? Kenapa gue bisa tau lo?" Pemuda itu tersenyum lagi.
"Tenang.. Jangan panik gitu. Gue bukan penguntit jika itu yang ada di otak lo!" Kata si pemuda.
"Lo siapa?" Tanya Ibram.
"Gue Satya. Gue sepupu Mbak Mayang yang merangkap jadi orang yang mengawasi dia, lebih tepatnya ngejagain dia dari jauh." Pemuda bernama Satya itu mengulurkan tangannya. Lalu Ibram pun menerimanya.
Mereka mengobrol setelah perkenalan resmi mereka. Satya baru dua bulan menggantikan tugas ayahnya untuk mengawasi Mayang, karena ayahnya sudah tua jadi dia yang menggantikannya.
"Siapa yang nyuruh lo buat ngawasin dia?" Ibram bertanya.
"Gue nggak bisa cerita, lo tau jati diri gue aja sebenarnya itu udah ngelanggar aturan. Karena gue kasihan sama lo yang selama berjam-jam bersedih kayak gitu, sampai meneguk air di depan lo itu pun enggan. Lalu buat apa lo bawa minum? Bisa dehidrasi lo!"
"Bukan urusan lo! Lo nggak tau apa-apa soal perasaan gue," Akhirnya Ibram meneguk air mineral dalam botol yang sedari tadi dia anggurin hingga setengah isinya tandas.
"Gue nggak bisa bantuin lo apa-apa. Tapi kalo cuma pengen ketemu Mbak Mayang ntar gue bantuin. Lo bisa masuk ke istananya sebagai teman gue,"
"Istana?"
"Lo lihat aja ntar. Sekarang diam jangan nanya-nanya lagi. Setengah jam lagi kereta ini sampai stasiun tujuan kita. Nggak nyangka gue bisa satu gerbong bahkan duduk bersebelahan sama lo!"
Ibram terkekeh, "Mungkin kita jodoh!"
"Najis!"
Setidaknya Ibram sedikit lega, ada seseorang yang dikirim Allah untuknya. Meski Ibram tak tau perannya sebagai apa nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mayang Senja (END) ✔ TERBIT
RomanceNamanya Mayang Senja, usia 29 tahun. Bekerja sebagai sekretaris dari seorang Hitler__julukan darinya untuk CEO yang lima tahun lebih muda darinya. Bercita-cita tak pernah menikah seumur hidup, alasannya adalah dia yang lahir tanpa ayah, jadi siapa y...