"Om dengar, resepsi pernikahan kalian ditunda. Kenapa?" Tanya Albert di sela kunyahannya. Seporsi nasi goreng seafood menjadi pilihannya untuk mengatasi kelaparan karena hampir tiga jam duduk di kegelapan sambil mengikuti film yang diputar di bioskop. Meski fokusnya bukan pada film, melainkan kepada kedua wanita yang teramat disayanginya, kebetulan Albert duduk di antara keduanya.
"Gedungnya rame, Om, mesti nunggu sebulan lagi. Jadi terpaksa mundur deh." Jawab Ibram.
"Kenapa nggak di hotel om saja?" Albert melirik Indah yang sedang menikmati makanannya, namun perhatiannya fokus pada penuturan Albert. Ini bukan pertama kalinya tawaran itu muncul kepada Indah, agar resepsi di balroom hotel miliknya saja. Mau bagaimana pun Mayang tetaplah putri kandungnya. Namun Indah selalu menolak dengan alasan tak mau ada yang curiga dengan kebaikan yang Albert berikan pada putri mereka. "Kalian boleh pilih hotel om mana pun yang kalian suka, anggap saja sebagai hadiah pernikahan kalian dari om," tambahnya.
"Kita ngikut ibu saja, Om. Ini pernikahan putri beliau satu-satunya. Biar ibu saja yang pilih," jelas Ibram lalu meneguk es jeruk di gelasnya hingga tandas. "Om modus, ya?" Tanya Ibram pada Albert dengan menaikturunkan kedua alisnya.
"Modus apa?"
"Om ada hati kan sama ibu?"
Uhuk! Uhuk! Indah tersedak. Mayang membantunya dengan menepuk punggungnya perlahan. "Minum, Bu?" Segelas air mineral dia ulurkan untuk sang ibu yang masih terbatuk-batuk.
"Mas Ibram nih, ya? Suka jahil," omelnya.
"Om memang ada hati sama ibu kamu--" Albert tersenyum tulus pada putrinya yang kini menatapnya, "sejak dulu. Sejak tiga puluh tahun yang lalu."
Kaget tentu saja. Apa Om Albert melajang hingga usianya sekarang karena Ibu?
"Apa boleh, andai Om melamar ibu kamu?"
Mayang melihat ibunya yang kini sedang melap mulutnya dengan tisu, tak sedikit pun terpengaruh dengan ucapan Albert. Indah bersikap biasa saja.
"Mayang?" Panggil Albert lembut. Mencoba mengambil alih perhatian sang putri.
Indah yang dilamar, tapi Mayang yang salah tingkah. Dia bingung jawaban apa yang harus dia berikan pada Albert, karena ini di luar kuasanya. Dia takut jawabannya akan membuat ibunya marah.
"Terserah ibu saja, Om, asal ibu bahagia," jawaban Mayang akhirnya.
"Tapi, andai Om bisa meyakinkan ibumu apa kamu mau menerima Om sebagai-- ayahmu?" Kata ayah membuat jantung Albert berdesir hebat. Nyatanya dia memang seorang ayah. Aku ayahmu, Cantik.
Betapa kalimat itu ingin Albert ucapkan, namun janjinya pada Indah tak mungkin dia ingkari. Dia tak ingin wanita yang sampai kini masih dicintainya itu menjauh darinya. Lagi.
"Om, serius?" kali ini Ibram yang penasaran, "jadi wanita yang Om cari selama ini adalah Ibu?"
Albert mengangguk lalu tersenyum. "Kenapa? Kaget, ya?" Albert terkekeh. Lalu beralih pada Indah yang sedari tadi diam saja. "Gimana Indah?"
"Kita udah tua, Albert, nggak usah ngomongin nikah." Indah tak menatap Albert dia malah sibuk memasukkan ponselnya ke dalam tasnya, lalu beranjak dari kursinya. "Ibu balik ke hotel naik taksi saja, kamu pulang sama Ibram 'kan?"
Mayang mengangguk, ibunya tidak ketus lagi. Sungguh, dia bahagia saat ini. "Ibu hati-hati, ya?" Sebenarnya mulutnya ingin bicara lain, apa tidak sebaiknya kami antar Ibu sampai ke hotel? Itu adalah kalimat yang tertahan, namun apapun kata ibunya dia tak ingin melawan atau memberi opsi lain. Dia takut salah ucap, semuanya sudah baik-baik saja sekarang tak ingin memburuk lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mayang Senja (END) ✔ TERBIT
RomanceNamanya Mayang Senja, usia 29 tahun. Bekerja sebagai sekretaris dari seorang Hitler__julukan darinya untuk CEO yang lima tahun lebih muda darinya. Bercita-cita tak pernah menikah seumur hidup, alasannya adalah dia yang lahir tanpa ayah, jadi siapa y...