Tok tok tok
"Masuk aja !" Ibram sedang memasukkkan beberapa baju dan keperluan lainnya ke dalam ransel. Sekar masuk ke dalam kamarnya dengan cemberut.
"Ada Dewa tuh di bawah!" Katanya kesal.
"Mama kenapa cemberut gitu? Harusnya semangatin ini anaknya!" Ibram memeluk mamanya yang duduk di sebelahnya di sisi ranjang.
"Aseli. Mama syok, Ibram! Gini banget sih hidup mama," Sekar berkata lirih sambil memasang wajah melow.
Ibram malah terkekeh saat mama-nya memainkan drama. Tadi pagi ba'da subuh, dia pulang ke rumah di temani Naya dan Rei, memberi kejutan pada kedua orang tuanya.
Tadi pagi, ba'da shubuh...
"Semalaman kamu nggak pulang?" Tanya Sekar, yang tadi pagi menyambangi kamar putranya namun kosong.
"Pulang, ke rumah kakak!" Jawab Ibram santai. Memang benar dia pergi ke sana sejak dapat kabar dari Gadis.
Kebucinan Ibram yang membawanya ke rumah kakaknya untuk meminta pendapat, lebih tepatnya memaksa mengiyakan ide dramatis di otaknya. Ibram akan menyusul Mayang ke kampungnya.
"Kamu nekat ih! Gimana kalo benar mbak Mayang itu anaknya papa?" Tanya Naya. Meski menurut Naya itu mustahil, papanya bukan Ibram yang masa mudanya berantakan.
"Makanya, ayo temenin pulang. Gue mau bikin pengakuan ke mereka. Ayo temenin.." Ibram merajuk persis anak kecil.
Naya itu selalu menuruti apa yang Ibram minta, itulah kenapa dia setuju-setuju aja adik manjanya itu naksir berat sama cewek seusianya. Akhirnya Ibram pulang dikawal kakak dan kakak iparnya.
Dari kedatangan mereka bersama-sama yang mirip serangan fajar itu, Sekar sudah syok. Apalagi tau maksud anak bungsunya mengajak Naya pulang sepagi itu.
"Pa, ada yang Ibram mau tanyakan ke papa, jangan marah dan Ibram harap papa nggak sakit," Ibram takut-takut saat bertanya.
"Tanya aja, papa udah penasaran banget ini," Papanya yang masih lengkap dengan koko dan sarungnya duduk berdampingan dengan sang mama di sofa ruang keluarga.
"Soal Mayang,"
"Mayang? Kenapa bisa Mayang dibawa-bawa?" Sekar tak tahan ingin bertanya, tadinya dia berniat hanya jadi pendengar. Tapi begitu nama Mayang disebut, mulutnya otomatis mengeluarkan pertanyaan.
"Sabar dulu ma," kata Lukman pada Sekar, "Kenapa dengan Mayang?"
"Mmm.. apa ada kemungkinan jika Mayang itu anak kandung papa?" Pertanyaan yang akhirnya keluar.
"Apaaa???!!" Sekar berdiri. Namun dengan sayang, Lukman menarik tangannya agar duduk kembali. Lukman tertawa sebelum menjawab pertanyaan putranya, "Atas dasar apa kamu bisa berpikir seperti itu?"
Ibram melirik mamanya yang hampir menangis, " Kata mama, Mayang itu mirip sekali dengan cinta pertama papa yang bernama Indah. Ibunya Mayang namanya juga Indah, Indah Maharani. Juga golongan darah kami pun sama," Ibram tertunduk, "Maaf ya Pa, mungkin Ibram kelewat nggak sopan. Tapi ini penting buat Ibram, untuk Ibram menentukan langkah selanjutnya. Ibram cinta sama Mayang pa,"
"Apa??!!" Lagi-lagi Sekar berdiri. Sungguh pagi ini bagai mimpi baginya. Sekali lagi dengan kasih sayang Lukman menenangkannya, kali ini dia merangkul bahu istrinya agar tenang. Dia yang punya riwayat sakit jantung, namun istrinya lebih mengkhawatirkan. Naluri wanita akan masa lalu suaminya dan kenyataan putranya yang mencintai wanita yang lebih tua.
"Ternyata dugaan papa selama ini benar, bahwa Mayang itu anaknya Indah. Hebat ya kamu, papa aja nggak berani bertanya lho sama dia," Lukman terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mayang Senja (END) ✔ TERBIT
RomansaNamanya Mayang Senja, usia 29 tahun. Bekerja sebagai sekretaris dari seorang Hitler__julukan darinya untuk CEO yang lima tahun lebih muda darinya. Bercita-cita tak pernah menikah seumur hidup, alasannya adalah dia yang lahir tanpa ayah, jadi siapa y...