Demi Kakak Kita Yang Berharga

9.4K 872 27
                                    

Mayang senja tidak bisa tidur padahal lima menit lagi pukul dua belas malam, matanya yang sembab akibat terlalu lama menangis membuatnya semakin tak bisa tidur, ditambah kepala pusing dan hidung tersumbat. Hatinya telah dibawa Ibram pergi ke kamar tamu, pikirannya pun ikut tak bisa diam dan selalu melayang pada si pembawa hati. Sedang apa dia? Apa Sean sudah tidur? Jika sudah, kenapa suaminya tak kembali ke kamar mereka? Sedang apa dia dengan mantan kekasihnya?

Mayang tak pernah tau, bahwa jauh dari Ibram akan membuatnya sekacau saat ini. Ingin sekali menepis bayangan-bayangan yang setan putar di pikirannya, semua tentang hal buruk yang tak ada bagus-bagusnya. Hingga dadanya dibuat sempit dan sesak.

Mayang tak ingin larut dalam pikiran buruknya, dia memilih bangkit dan mengambil wudhu untuk sholat malam. Ketika ujian cinta datang dan kamu merasa tak sanggup, datanglah pada Sang Pemilik Cinta itu. Mengadulah padaNya.

Sholat tahajud telah usai dia tunaikan, kini tangannya menengadah ke atas memohon pengampunan atas dosa-dosanya.

"Ya Ilahi robbi, ampunilah dosa-dosa hamba. Kuatkan hamba dalam ujianMu yang kini hadir menerpa rumah tangga kami, hamba tau ini wujud kasih sayangMu kepada kami, pada pernikahan kami. Apapun akhirnya, kuatkan hamba dan Mas Ibram. Semoga suami hamba senantiasa dalam lindunganMu, jaga dia dari rasa sedih dan bingung. Semua yang telah Engkau gariskan adalah yang terbaik. Kuatkanlah kami.."

"Aamiin." Entah sejak kapan Ibram masuk ke dalam kamar, Mayang dibuat terkejut dengan kata 'aamiin' yang terucap dari mulut suaminya dan sebuah dekapan lembut dari belakang. "Maaf, membuatmu menunggu?"

"Hmmm. Apa Sean sudah tidur?" Tanya Mayang yang masih berada di posisinya. Menikmati tiap sentuhan suaminya, Mayang butuh itu sekarang.

"Sudah. Baru saja, dari tadi dia sibuk bertanya dan bercerita ini itu. Susah sekali membuatnya ngantuk. Membuatku rindu padamu setengah mati."

Pelukan itu terurai, "sekarang saatnya gantian bidadari Ibram yang tidur." Ibram mengangkat tubuh istrinya yang masih mengenakan mukena, meletakkannya perlahan di atas kasur lalu mengecup keningnya. "Maaf, mata ini terlalu banyak menangis hari ini." Ibram mengecup kedua mata Mayang.

"Apa yang harus aku lakukan agar kamu tak bersedih lagi, hmm?" Suara berat Ibram membuat Mayang menggeleng.

"Jangan pernah menyesal karena telah mencintai anak bandel ini ya, Yang?" Pintanya. "Aku sungguh minta maaf padamu istriku."

"Mas, jangan terus minta maaf. Aku sakit mendengarnya. Percayalah, kamu suami yang baik. Laki-laki yang tepat untukku. Tolong berhentilah merasa buruk, kita manusia yang memang tempatnya salah. Tapi Mas sudah berubah sekarang, Mas orang baik, bukan anak bandel lagi. Aku percaya bahwa kita bisa melewati ini, semuanya akan baik-baik saja. Maaf karena aku terus saja menangis, aku takut Mas pergi ninggalin aku." Mayang bangun lalu memeluk erat suaminya.

"Mas adalah duniaku, aku harus kemana andai Mas pergi?"

"Sayang, aku mau pergi kemana? Jika hatiku sudah sepenuhnya milikmu, sejak pertama kali kita bertemu kamulah tujuan hidupku sebagai bidadariku di dunia maupun di surga. Sungguh sakit rasanya hati ini melihatmu seperti ini, terlalu mengerikan apa yang harus aku hadapi esok hari jika itu tanpamu. Seharusnya aku yang memintamu untuk tak pergi, tetaplah di sisik."

Ibram membaringkan Mayang kembali, melepas mukenanya lalu mengecup lembut bibirnya. Hari ini mereka lewati dengan banyak rasa sakit.

Tidurlah sayang, maafkan aku hari ini membuatmu banyak menangis. Semoga aku bisa mengubah sakit ini menjadi tawamu kembali.

***
Pagi hari ini, untuk pertama kalinya Ibram membuat sarapan untuk sang istri, semalam Mayang terserang demam. Usai sholat subuh di masjid, dapur adalah tempat yang dia tuju, membuatkan bubur untuk Mayang. Urusan dapur bukan hal yang asing baginya mengingat dia pernah hidup mandiri di Singapura.

Mayang Senja (END) ✔ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang