Ketahuan!

11.8K 969 13
                                    

"Sedih, ya?" tanya Ibram yang dari tadi memperhatikan raut wajah Mayang. Terlihat murung memang.

"Atau mau di sini dulu, biar aku balik ke Jakarta sendiri? Nanti kalo urusan sama Pak Nicko dah kelar, aku jemput ke sini." Ibram mengerti bahwa Mayang masih rindu dengan kampung halamannya. Biarlah dia mengalah, asal Mayang bahagia.

Namun Mayang menolak, alasannya adalah dia sudah seorang istri sekarang, jadi akan ikut ke mana pun suaminya pergi.

"Lagian, Gadis juga sudah harus balik. Mesti kuliah lagi." Alasan lain Mayang. Gadis adalah tanggung jawabnya, karena telah menemaninya pulang.

Lalu Ibram mengajaknya untuk kembali ke rumah untuk berpamitan kepada keluarga besarnya. "Ayo, Satya udah jemput tuh!"

Mayang mengangguk kemudian meraih tangan Ibram yang terulur untuk membantunya berdiri dari tepi kasur.

***

"Kereta kalian berangkat jam berapa?" Tanya Rusdi__ayah Satya.

"Jam sembilan, Pakde," jawab Ibram. Mayang lebih banyak diam sedari tadi, sejak masuk ke dalam istana keluarganya.

"Jadi, sebulan lagi ya, resepsi pernikahan kalian akan digelar?" Istri Rusdi yang bertanya.

Ibram mengangguk sambil tersenyum, sudah terbayang dalam pikirannya, dia dan Mayang akan menjadi raja dan ratu sehari. Seperti yang dia inginkan selama ini. "Nanti kalian semua datang, ya!"

"Pasti dong! Kita pasti datang, Mas!" Dara berseru heboh.

"Kalo kamu sedang tidak libur, kamu nggak boleh ikut!" Putus Satya.

Dara seketika cemberut, "Mas nih, rese! Dara maksa ikut pokoknya!"

Tawa mengudara di ruang keluarga itu saat adik kakak itu tak berhenti bertengkar, namun Mayang masih saja murung. Mungkin karena ibunya tak tampak dari tadi, dia ingin melihatnya sebelum pergi. Meski tanpa dihiasi senyuman, Mayang ingin melihat wajah wanita yang telah melahirkannya.

Gadis memasuki ruangan tempat anggota keluarga itu berkumpul, sambil menyeret kopernya yang imut dan berwarna pink.

"Gadis udah siap, Mbak! Ayo pulang." Kalimat ajakan tapi bernada sedih. Dia belum rela untuk pulang ke Jakarta.

"Kok, sedih gitu?" Ibram bertanya pada Gadis.

"Masih pengen di sini," jawabnya.

"Jangan lama-lama bolosnya! Ntar kena DO tau rasa."

"Ih, Pak Boss kok gitu sih? Iyah, ayo pulang! Gadis udah ikhlas sekarang. Gadis nggak mau kena DO!"

"Ya sudah, pamit dong sama mereka semua," titah Ibram pada Gadis agar pamit pada keluarga Mayang. "Kami pamit ya, semua. Terima kasih karena telah menerima saya dan mempercayakan Mayang untuk saya jaga." Ibram menggenggam erat tangan sang istri yang terlihat murung.

"Jaga putri kami ya, Nak Ibram!" Atma berpesan.

"Iya Pakde, insyaa Allah."

Ibram menoleh ke istrinya yang berada di sampingnya, namun entah dimana pikirannya berada.

"Yang, kalo masih pengen di sini aku nggak pa-pa kok, beneran deh,"bisik Ibram.

"Aku ikut kamu pokoknya," balasnya.

"Kamu, nyari ibu, ya?"

Mayang diam.

"Tadi kami bicara, tentang banyak hal!"

***

Kereta sudah melaju beberapa jam yang lalu menuju ibukota dan perlahan meninggalkan kampung halaman Mayang.

Mayang Senja (END) ✔ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang