Arjuna mengikuti langkah Ibram dengan sedikit tertatih, maklum saja kakinya sudah tidak sempurna akibat kecelakaan motor yang dialaminya dua tahun lalu. Cedera permanen adalah vonis dokter kala itu, dia harus bersahabat dengan tongkat selama sisa hidupnya.
"Perlu gue gendong nggak?" Tentu Ibram hanya bercanda.
"Gue nggak selemah yang lo pikir! Gue masih bisa berkelahi asal lo tau!"
"Iya percaya, ketua geng motor kayak lo pasti masih ditakutin sama orang," Ibram menyamai langkah mantan rivalnya itu. Tak menyangka bahwa akhirnya mereka bisa berdamai.
"Lo dah siap? Sean ada di balik pintu itu," mereka sudah berada di depan kamar hotel tempat Indah menginap.Arjuna mengangguk mantap, anak itu sudah lama dia cari. Semenjak dirinya tau bahwa Anna mengandung anaknya, rasa sayang untuk anak itu sudah tumbuh subur dalam hatinya.
"Gue udah lama nunggu, udah siap sejak tau dia ada."
"Heran gue tuh, kapan sih kalian main belakang? Sempat kaget gue, kirain dia anak gue beneran! Soalnya gue lupa, udah berapa cewek yang gue rusak!" Seketika Ibram beristighfar, mohon ampun atas dosa masa lalunya sambil mengetuk pintu itu.
"Masuk!" Ibram mengkode Juna dengan kepalanya, saat pintu kamar hotel itu dibuka oleh istrinya.
"Dia istri lo?" Respon Juna saat melihat Mayang.
"Iya, kenapa memangnya? Muka lo nggak asik banget? Kaget ya, gue nikahnya sama bidadari?" Ibram mengernyit, hingga Juna terkekeh dibuatnya.
Di luar dugaan, Juna menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya sambil mengucap salam, "Assalamu'alaikum, gue Arjuna!" Jeda, Arjuna lalu menoleh ke arah Ibram yang sudah terlihat kesal, "Bram, gue nyebut diri gue siapanya lo? Temen? Atau musuh lo?"
"Serah lo dahhh!" Jawab Ibram jengah, lalu mendekat ke Mayang lalu memberinya kecupan di pipinya. Mayang tentu protes, ada Juna di depan mereka. Sempat-sempatnya si Ibram mencari kesempatan.
Juna terkekeh lalu masuk mengikuti sejoli di depannya itu.
"Papa!!!" Sean berlari ke arah Ibram, lalu Ibram pun mengangkat tubuh kecil Sean kemudian mendekapnya dalam gendongannya. "Mama mana?"Sean menengok ke belakang Ibram, berharap mamanya datang bersama sang papa.
"Mama belum pulang, sayang. Oh ya, ada yang mau ketemu sama kamu. Kenalin nih teman papa,"
Sean mengamati Arjuna yang nampak aneh bagi anak kecil itu, "kaki Om sakit ya? Kenapa pakai itu?" Tanya Sean polos menunjuk tongkat di tangan kanan Juna.
"Sean," Ibram menginterupsi, "karena dia teman Papa, dan om ini sedang rindu sama anaknya yang pergi jauh. Boleh papa minta tolong? Biar Om-nya ini nggak sedih, mau nggak panggil dia Ayah?"
Arjuna berkaca-kaca mendengar tutur kata Ibram yang lembut kepada putranya. Apalagi Sean dengan patuh mengiyakan. "Salim sama ayah!" Ibram menurunkan Sean di depan Juna yang sudah ingin menangis.
Dia amati tiap jengkal tubuh dan wajah sang putra, betapa mirip anak itu dengan dirinya. Hanya matanya saja yang mirip dengan Anna.
"Namaku Sean Arshaka Sanjaya, nama ayah siapa?" Mulut kecil itu fasih berbicara memperkenalkan dirinya yang mewarisi namanya yang digabung dengan nama keluarga Anna. Juna sangat menyukai nama itu, Anna di mana lo sekarang? Gue akhirnya ketemu dia, anak kita. Lo ngedidik dia dengan baik, dia pinter Anna.
"Nama ayah--" kata 'ayah' membuat Juna berhenti, kata itu teramat indah disematkan untuknya. Tak terasa air matanya menetes, dia menunduk agar bisa menghapus keharuan di wajahnya itu tanpa sepengetahuan Sean tentunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mayang Senja (END) ✔ TERBIT
RomanceNamanya Mayang Senja, usia 29 tahun. Bekerja sebagai sekretaris dari seorang Hitler__julukan darinya untuk CEO yang lima tahun lebih muda darinya. Bercita-cita tak pernah menikah seumur hidup, alasannya adalah dia yang lahir tanpa ayah, jadi siapa y...