Pencuri Hati

14K 1.3K 30
                                    

Mayang memasuki kantor bak maling yang takut ketauan sedang mencuri. Dia benar-benar nggak nyaman pagi ini. Beruntung karena dia berangkat sangat pagi, jadi kantor masih sepi.

Dia berjalan ke arah mejanya, lalu bernafas lega karena Hitler belum datang. Menyalakan komputernya sembari membersihkan mejanya. Membuka buku agendanya, memeriksa jadwal atasannya agar dia bisa menjawab saat Hitler nanti bertanya.

Suara sepatu beradu dengan lantai terdengar menuju ke arahnya. Dia mendongak, berdiri dari kursinya.

"Selamat pagi ,Pak!" Sapanya pada atasannya yang baru datang. Entahlah setiap hari kerja dia selalu melakukan itu, tapi kali ini sapaannya bertabur debaran. Ibram yang biasanya terlihat tampan, tapi pagi ini sangatttt tampannnn di mata Mayang.

Ih, gue kenapa sih?

Dan.. agak terluka ketika bosnya masuk gitu aja ke dalam ruangannya.

Kok nyesek ya?
Emang lo ngarepin apa Mayang? Morning kiss?

Batin jahatnya mengejek. Lalu segera dia beristighfar, apa sih yang dia pikirkan?

Telfonnya di mejanya berdering, kemungkinan besar Ibram yang menelfon.

"Baik Pak," jawabnya setelah mendengar suara dari ujung telfon.

Mayang mengetuk pintu ruangan Ibram, dan masuk setelah Ibram mempersilahkannya.

"Tolong ambilin flashdisk gue di Wina," perintah Ibram tanpa lepas dari lembaran kertas di depannya. "Dan ya, tolong foto copy dokumen ini, masing-masing empat lembar. Kalo bisa cepetan, gue ada rapat sama bagian marketing bentar lagi,"

"Baik Pak!" Mayang menerima beberapa lembar kertas dari tangan Ibram__Ibram tetap cuek, seolah kemarin tak terjadi apa-apa.

Beberapa detik kemudian, Mayang sudah keluar dari ruangan atasannya.

Sepanjang koridor menuju divisi tempat Wina bekerja, batinnya mengomel tak karuan. Berasa tak terima, seperti habis dicampakkan saja.

***

"Kenapa lo?" Wina menatap wajah rekannya yang nampak lesu. "Belum sarapan?"

"Udah. Gue nggak pa-pa kok," terangnya. "Gue cabut ya, ntar keburu diamuk sama Hitler," Mayang hendak pergi dari meja Wina.

"Lo patah hati?" Wina menahannya.

"Enggak! Emang di jidat gue ada tulisan PATAH HATI?" Tanya Mayang kesal.

"Jawaban lo bikin gue makin yakin kalo lo patah hati!" Wina tertawa.

"Udah. Gue pergi!"

"Makan siang ntar bareng!" Wina sedikit berteriak,  karena Mayang sudah menjauh.

"Nggak janji!!"

***

"Bikinin gue jus jeruk! Anter ke dalam!" Cewek kemarin datang lagi, tanpa basa-basi langsung memerintah Mayang bak babu.

"Iya mbak," apalagi yang bisa dia lakukan selain menurut, dia cuma bawahan kan?

Selang beberapa menit, dengan sebuah nampan dengan segelas jus jeruk di atasnya Mayang berjalan memasuki ruangan di mana ada Ibram dan seorang wanita seksi.

Menormalkan jantungnya yang lebay, lalu masuk setelah mendapat izin dari dalam.

"Taruh saja di meja itu," wanita itu menunjuk meja dekat sofa, tempat biasanya tamu akan duduk.

Mayang menurut, berjalan menunduk seolah ketakutan bahwa dia akan melihat sesuatu andai dia mengangkat kepalanya pada posisi normal.

"Sekretaris lo pakaiannya kayak emak-emak mau pengajian ya," kata-kata yang sudah biasa Mayang dengar. Beberapa orang memang mempermasalahkan pakaiannya, yang dibilang tidak memcerminkan seorang sekretaris. Namun, dia sudah mengantongi izin khusus dari Pak Lukman untuk pilihan pakaian yang dikenakannya. Gamis dan jilbab syar'i.

Mayang permisi pada dua orang yang kini menatapnya, yang satu menatap dengan meremehkan dan yang satu dengan...senyum? Ibram senyum.. dan sangat manis. Senyuman yang hanya bisa dilihat oleh Mayang.

"Apa-apaan dia itu? Senyum-senyum setelah ngacangin gue seharian!" Rutuknya setelah kembali duduk di meja sekretaris.

Eh, kenapa gue kesal?

***

Hitler si Buaya
Tungguin gue di basement. Gue anter lo pulang,

Mayang mengernyit membaca pesan dari Ibram. Ini memang sudah jamnya pulang, bahkan mejanya sudah rapi. Sudah siap untuk pulang.

Antara menunggu atau mengabaikan.

Kenapa harus nunggu? Gue nggak peduli!

Akhirnya dia tak membalas pesan Ibram. Justru menyentuh aplikasi ojek online di ponselnya untuk memesan jasa mereka.

Kini dia sudah berdiri di depan kantornya, menunggu ojol-nya datang.

"Mbak Mayang?" Tanya seorang pria yang mengenakan jaket warna hijau, sepertinya driver ojol yang Mayang pesan.

Baru hendak membuka mulut untuk menjawab sang driver, sebuah mobil membunyikan klaksonnya teramat nyaring dan panjaaaaang. Membuat Mayang mengarahkan pandangannya pada sosok di balik kemudi mobil hitam di depannya itu.

"Maaf mas, istri saya nggak jadi pake jasa anda. Sebagai gantinya, ini buat ganti bensin Mas karena sudah repot sampai di sini," kata Ibram sambil mengeluarkan selembar uang berwarna merah untuk diberikan kepada sopir ojol tersebut.

"Sekali lagi saya minta maaf," ucap Ibram ketika driver itu mengucapkan terima kasih dan pergi. Tinggallah mereka berdua di trotoar yang mulai sepi itu.

"Kan gue bilang tadi suruh nunggu, kenapa bandel?" Tanya Ibram lembut.

"Ngomong sama gue?" Mayang kesal hingga kata gue yang keluar dari mulutnya.

Ibram tersenyum, lalu berjalan makin mendekat. Dia tau sekretarisnya sedang kesal. Mayang enggan menatapnya.

"Masuk mobil, gue anter! Atau milih tetap di sini dan jadi bahan omongan orang sekantor?" Ibram bernego.

"Gue nggak masalah! Udah biasa gue diomongin. Bapak pulang saja, gue mau naik transjakarta aja," Mayang hendak pergi, namun tangannya dicekal Ibram.

"Bukan mahram Pak! Jangan pegang-pegang!" Mayang menyentakkan tangan Ibram, dan akhirnya terlepas.

"Gue mau jadiin lo mahram kalo gitu, nikah sama gue ya?"

Deg

Kenapa udara berubah panas? Organ yang disebut jantung di rongga dada Mayang juga bertingkah lebay. Lalu tiba-tiba ingatan tentang wanita seksi yang ada di ruangan Ibram tadi melintas seolah mengingatkan.

"Kenapa gue? Bapak kan udah punya pacar seksi yang rajin ngunjungin Bapak ke kantor. Permisi pak, gue mau pulang! Dan yah, gue udah bercita-cita dari kecil untuk tidak pernah menikah jadi kita cukup jadi atasan dan sekretaris aja. Permisi!"

Mayang benar-benar pergi meninggalkan Ibram sendiri di sana.

"Gue tau ini nggak mudah Mayang, tapi mau gimana lagi? Sejak empat tahun lalu hati ini udah lo curi, gue bisa apa? Hati ini cuma mau lo," Ibram berkata lirih menatap Mayang yang kian menjauh dari pandangannya.

***

Dikit yah?😄
Thanks dah baca..

Udah baca Al Qur'an hari ini?

Mayang Senja (END) ✔ TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang