Chapter 1 - Kebetulan vs Takdir

203 22 5
                                    

Harus ku sebut apakah kehadiran dirimu yang selalu bisa dijangkau manik mataku?
~

Raut terburu-buru Anete langsung melemah begitu melihat pintu kelasnya sudah tertutup dengan rapatnya. Semangat yang tadinya mengobar kini terasa menguar dengan ajaibnya hingga membuat langkah Anete menjadi gontai saat melewati koridor menuju kelasnya.

“Hah,” Embusan napas kasarnya ternyata membuat seseorang yang tak jauh darinya itu menoleh seketika. Gua kira siapa, batinnya.

“Tumbenan,” ucap seseorang itu yang membuat Anete langsung menampilkan cengiran khasnya seketika.

Ayolah, kurang keki gimana coba seorang Anete kalau ada di dekat Eshan Rayan Alfair? Semenjak insiden jodoh-menjodoh beberapa waktu lalu, sifat kaku Anete pada cowok yang tidak dekat dengannya itu menjadi naik pesat.

Ingatkan Anete untuk rajin mengisi bensinnya hingga tak perlu lagi terjebak dengan rekan sesama korbannya itu. Iyhalah, orang Anete bisa telat kan gara-gara mengantre di pom bensin kala waktu sudah tidak lagi menunjukkan pagi.

Gara-gara sibuk dengan pemikirannya, Anete jadi tersentak kala Eshan mengajaknya masuk ke dalam kelas. Ternyata udah selesai, syukurnya seketika.

Iyah, sudah dari awal masuk, setiap guru pasti menetapkan peraturan jika yang telat akan masuk setelah sesi berdo’a selesai.

“Eht, kok barengan sih. Janjian yah,” ucap Cetta lengkap dengan senyum mengejeknya.

Teman-teman yang tadinya sibuk mengambil alat tulisnya kini langsung menoleh ke arah mereka berdua. Dan yah, kebetulan pagi ini yang telat hanya Eshan dan Anete. “Ehem, beneran ngunduh mantu mah jurusan kita ini.” ucap Andre memanas-manasi.

Riuhan godaan langsung terdengar seketika. Baik Eshan maupun Anete hanya bisa mendengus melihat tingkah teman kelasnya yang begitu di luar nalar.

Dan sebelum riuhan tak berfaedah itu berubah menjadi kicauan memekakkan, Bu Una langsung menegur mereka seketika. “Aduh, kok jadi ribut gini sih. Ada apa si emangnya?” tanya Bu Una sembari menatap anak-anaknya itu dengan bingungnya.

“Mereka tuh udah resmi jadi Bapak Ibu Presiden TAV loh bu,” jawab Anne dengan tatapan jahilnya yang justru ditanggapi senyum geli Bu Una.

***

Menurut anak SMK, jamkos itu terasa lebih menyenangkan dibanding hari libur. Saat jamkos, mereka bisa tidur bersama, makan bersama, juga bisa ghibah bersama. Nah, kalau libur? Sepanjang hari hanya bisa rebahan seperti orang tak berguna. Ngenes, sendirian lagi.

Dan penghuni kelas Anete kini tengah berharap besar agar bisa jamkos setelah dari pagi sampai siang ini mereka tak sedikit pun mendapatkan istirahat dengan layak. Menjadi pelajar masa akhir ternyata semelelahkan ini yah?

“Ada yang bawa charger atau powerbank enggak?” tanya Cetta di tengah ramainya suasana kelas yang begitu menambah kadar kepanasan cuaca.

Diva yang tadinya sedang sibuk dengan handphone-nya langsung mendongak seketika. “Di rumah lo enggak ada listrik? Mau nyarger aja pakai di sekolah.” cibir Diva dengan senyum gelinya.

Cetta langsung menatap Diva dengan sengit setelahnya. “Gua lagi tanya, bukan mau dengerin cicitan lo yang enggak berguna,” sahut Cetta dengan muka datarnya. “Lo bawa enggak San?” tanya Cetta sembari melirik Eshan setelahnya.

Era (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang