Kamu tak lebih menarik dari imajinasi yang aku ciptakan.
~Belajar kelompok itu pastinya memiliki berbagai keuntungan bagi setiap anak. Entah yang bisa mendapatkan teman diskusi yang tepat, atau bisa mengerjakan tugas lebih cepat. Tapi ayolah, tak cukup kah ia selama ini menjalani separuh harinya di tengah-tengah berpuluh cowok hingga tugas kelompok saja ia harus bersama teman dedemit seperti tiga cewek yang sialnya menjadi satu kelompoknya ini eht?
Persetan dengan ia yang bisa menyakiti orang lain. Anete itu tipikal orang yang tak suka menyusahkan orang lain. Kalau bisa dikerjakan sendiri kenapa harus meminta bantuan orang lain sih?
Ya—ini memang tugas kelompok. Tapi kalau rekannya diem-diem wae sambil uncang-uncang kaki serta pikiran, Anete harus ngapain? Nunggu sampai tahun depan hingga mereka sadar deadline tugas sudah di depan mata?Hell no, Anete tak semalas itu kok. Bolpoin yang sedari tadi sudah tergenggam di jarinya sudah lebih dahulu menari-nari di atas kertas kosongnya. Katakan saja Anete buas, tak suka berbagi atau yang lainnya. Karena memang, Anete tuh bukan tipikal orang yang suka disuruh menunggu. Menunggu kepastian Eshan saja dia ogah, apalagi sesama jenis yang bukan orang terdekatnya kan?
Anete mendesah pelan, baterai handphone-nya sudah sekarat, dan beberapa paragraf belum selesai ia translate. Maklum, Anete bukan keturunan bule yang kemampuan B. Inggrisnya melesat jauh. Ia perlu kamus atau handphone-nya untuk membantu menyelesaikan Teks Report tentang wawancaranya dengan penghuni kelasnya itu.
“Bentaran dong, nih pilih.” perintah Eshan sembari menunjukkan kertas berisi beberapa pilihan di atasnya.
Anete hanya menoleh sebentar dan kembali sibuk dengan karangan Teks Reportnya. Toh Eshan menanyakan hal itu pada ketiga rekannya, bukan dirinya. Katakan saja Anete perlu di-notice dulu sebelum menoleh, gengsinya tinggi. Normalnya cewek kan?
“Nete, sini dulu deh.” perintah Eshan lagi sembari menunjukkan kertas tadi ke hadapan Anete.
Anete pun langsung mendongak dan mengisi beberapa pilihan di kertas tadi yang sudah tertera nama lengkapnya.
Eshan hanya tersenyum tipis setelah melihat Anete melengkapi bagiannya. Dan Anete pun masih tetap dengan wajah datarnya tanpa membalas senyum tipis Eshan sedikit pun. Toh apa faedahnya sih? Cuma formalitas kan?
“Nete,” panggil seseorang mengalihkan perhatian Anete yang tengah sibuk memilah kalimat yang sudah tergores di atas kertasnya.
“Serius amat sih, ini gua mau nanya,” ucap Cetta sembari menoel-noel lengan Anete.
“Apaan sih, ganggu aja deh.” sahut Anete sedikit kesal. Maniknya langsung mendelik begitu melihat Cetta yang tengah senyum-senyum gaje di depan wajahnya.
Cetta langsung menunjukkan kertas yang sedari tadi di pegangnya itu di depan Anete kemudian. “Kenapa harus nanti sih? Nunggu Eshan udah enggak ada rasa sama Dea?”
“Hah?”
Cetta langsung mengetuk jarinya ke atas kertas yang ada di hadapan Anete. Disana tertera namanya juga nama temannya yang lain. Iyah, itu kertas yang tadi menjadi bahan wawancara kelompok Eshan. Dan jari Cetta menunjuk pada kolom lagu favorit yang diisi Anete dengan lagu Ku Cinta Nanti milik Ashira Zamita.
Hanya itu.
Eht tapi, tunggu. Ku cinta apa?
“Ngarang ih,” tepisnya kasar setelah sadar ke arah mana ucapan Cetta.
Cetta langsung menoleh ke arah tiga cewek serta beberapa anak yang sedang memperhatikan mereka dengan tatapan jahilnya. “Ngarang gimana, orang lo sendiri yang nulis kan?” tanyanya memastikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Era (TERBIT)
Novela JuvenilPernah enggak sih gara-gara dicie-ciein kalian jadi suka beneran? Seperti Anete Geffie Abila, yang sayangnya harus baper sama teman kelasnya sendiri-yang sayangnya udah punya gebetan. Mau maju atau mundur tuh? Inginnya maju, tapi tak ingin menyakiti...