Sekali-kali aku perlu menghilang, untuk tahu apakah rasaku benar atau hanya candaan.
~Pagi yang sejuk, dengan orang yang masih sama. Jam di pergelangan tangan Anete baru saja menunjukkan pukul 06.50, tapi kelasnya sudah ramai oleh cuitan temannya yang sudah seperti cewek. Iyah, anak cowok lebih suka di dalam kelas membicarakan hal menarik dan yang cewek lebih suka memandangi mereka-mereka yang baru berangkat dari luar kelas. Siapa tahu dapat satu yang menarik kan?
“Tumben siang,” celetuk Diva saat melihat Anne tengah berjalan menuju bangkunya dengan napas tersengal.
Anne langsung nyengir kemudian. “Kesiangan,” jawabnya lirih sembari meletakkan tasnya di atas meja.
Diva juga Anete hanya bisa menggelengkan kepalanya kemudian. Setelahnya, mereka berdua langsung sibuk dengan kegiatannya.
“Loh, Eshan mana?” tanya Cetta setelah mendudukkan dirinya di bangku miliknya.
Anete, Diva, juga Anne yang tadi tengah sok sibuk, langsung mengalihkan perhatiannya kemudian.
“Lagi pelatihan kan?” tanya Andre balik sembari melirik Cetta meminta kepastian.
Anete langsung mengerutkan keningnya tak mengerti. “Pelatihan apa?” tanyanya polos.
“LKS Anete. Masa gebetan sendiri lagi persiapan lo enggak tahu,” jawab Diva sembari menyikut lengan Anete guna menggoda.
Sial. Padahal kemarin dirinya masih bertukar pesan dengan Anete membicarakan tugas Pak Satria yang kemarin. Lalu, kenapa ia tak bilang?
Come on, sadar Anete. Emangnya lo siapanya Eshan sih sampai Eshan harus susah-susah minta izin dulu? Emangnya Dea yang pasti dipamitin sama Eshan eht?
“Ih, lo kenapa? Kok malah geleng-geleng kepala enggak jelas sih?” tanya Anne bingung melihat Anete yang tiba-tiba menggelengkan kepalanya.
Anete langsung mendongak seketika. “Enggak,”
“Alah, paling Anete lagi mikir kenapa Eshan enggak bilang kan? Ya enggak?” tanya Cetta menaik-turunkan kedua alisnya.
Manik Anete langsung terbelalak setelahnya. Ini anak punya ilmu tersembunyi yah?
“Ih, jangan gitu lah Ta, nanti kita dimarahin Eshan gegera enggak jagain sang pujaan waktu dia bertempur lagi,” goda Andre dengan senyum miringnya.
Anete langsung merengut seketika. Lain dengan Anne dan Diva yang sudah cekikikan tak jelas seolah mengejek Anete.
“Kalem lah Nete, Eshan enggak bakal bawa balik gebetan baru kok. Lo aja udah cukup kali.” ucap Cetta mencoba menenangkan.
“Sayang sih, harusnya tuh perwakilannya dua orang. Biar Anete bisa ikutan pelatihan. Kan bagus tuh sekolah kita bisa memberangkatkan satu pasangan fenomenal yang nantinya akan membawa piala kebanggaan.” lanjut Andre sembari menatap Anete dengan tatapan menggodanya.
Buku yang entah milik siapa itu langsung mendarat di kepala Andre kemudian. Bukannya kesakitan, Andre justru terbahak hingga membuat ketiga makhluk yang sedari tadi nimbrung langsung ikut menyuarakan tawanya yang begitu khas. Yang tentu membuat Anete langsung kesal seketika.
Sial. Untung saja bel baru saja berbunyi. Jika tidak, maka Andre sudah habis di tangannya.
***
Banyak orang yang berbahagia setelah mendengar bel pulang berbunyi dengan nyaringnya. Tapi lain lagi dengan Anete. Setengah jam sudah ia lalui dengan berdiam diri menatap tempat parkir yang semakin sepi. Anak yang berhamburan pulang, dan berkurangnya motor yang terparkir di tempatnya. Tapi, Anete masih tak ingin pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Era (TERBIT)
Teen FictionPernah enggak sih gara-gara dicie-ciein kalian jadi suka beneran? Seperti Anete Geffie Abila, yang sayangnya harus baper sama teman kelasnya sendiri-yang sayangnya udah punya gebetan. Mau maju atau mundur tuh? Inginnya maju, tapi tak ingin menyakiti...