Chapter 29 - Gerbang Pertama

36 7 0
                                    

Kamu perlu membuka gerbang hatiku supaya tahu apa isi di dalamnya.
~

Fardhan itu tipikal penerima yang tak banyak protes. Selagi bisa bermanfaat untuk dirinya, untuk apa ia melayangkan protesan?

Iyah, seperti sekarang. Enam jam pelajaran ke depan ia akan menghabiskan waktunya di bengkel tercinta yang siapa tahu bisa menambah pengetahuannya. Produktif. Itu kan pelajaran yang menguntungkan, jadi Fardhan tak perlu susah payah mengeluh seperti temannya yang lain bukan?

Kakinya terus melangkah. Mencari sebuah kunci yang ia perlukan, yang kebetulan tadi dipinjam temannya yang entah melangkah kemana. Langkahnya langsung terhenti. Bukan, Fardhan belum menemukan temannya yang sedang ia cari, melainkan ia melihat dua sosok manusia yang ia tahu betul siapa mereka.

Fardhan langsung meneguk salivanya. Membasahi tenggorokannya yang mendadak terasa kering. Tak ada binar bahagia, apalagi binar keceriaan di kedua wajah manusia itu. Fardhan terus menatap, tanpa sedikit pun mengedipkan maniknya. Anete yang sedang berjalan tak jauh darinya ini sungguh berbeda. Seperti ada sesuatu yang mengganjal hingga membuat Fardhan bisa melihat Anete yang lain. Dan apa ini? Eshan berjalan seperti bodyguard yang harus selalu patuh pada majikannya. Terus berjalan dengan raut wajah yang tak jauh beda dengan Anete. Walaupun begitu, mengapa ia merasa kesal? Kesal melihat Anete yang tak sedikit pun menyadari keberadaannya? Atau kesal karena melihat Anete berjalan bersama Eshan menuju ruang LSP?

“Buset, ditungguin dari tadi malah bengong disini. Lihat setan disiang bolong lo Shan?” tanya Ias celingukan ke segala arah.

Fardhan tersentak. Untung saja kedua objek yang tadi menyita perhatiannya sudah masuk ke ruang LSP, jika tidak maka semuanya akan tambah runyam. Ias yang akan terus menggodanya, dan akan terus mengingatkannya bahwa ada sesuatu diantara Eshan-Anete yang perlu dilihat lebih dalam. It’s ok, selama Anete tak berjalan keluar dari zonanya, maka Fardhan hanya perlu mengamati dan menikmatinya. Katanya, cinta itu butuh kesabaran bukan?

“Lihat bidadari nyasar tadi. Udah yuk, kita cari lagi kuncinya.”

Tanpa menunggu Ias yang ingin melayangkan protesan tak percaya, Fardhan langsung menarik Ias kembali ke tempatnya semula.

Fardhan pun seketika melupakan rasa penasarannya akan ketidakberesan raut Eshan-Anete yang tak wajar, rasa gundahnya akan perasaan Eshan yang membuatnya was-was, juga rasa egoisnya yang ingin terus bersama Anete.

Sial.

Gara-gara memikirkan semua itu, Fardhan jadi tak menyadari jika waktu sudah berganti. Bel pulang sudah berbunyi dan ia masih anteng di tempat duduknya dengan pikiran kemana-mana. Dengan cepat, ia langsung mengemasi alat tulisnya dan keluar dari deret kursinya kemudian.

Entah alam memang berkonspirasi atau memang semesta tengah menunjukkan sesuatu. Ias langsung menepuk bahunya beberapa kali, yang ia artikan sebagai dukungan untuk menguatkan. Dan yeah, Fardhan tak selemah itu hingga rasanya langsung luntur begitu melihat pemandangan indah yang menyambutnya setelah keluar dari kelas.

Anete yang tengah membonceng Eshan.

Well, Fardhan tak perlu cemburu. Ia juga pernah membonceng Anete bukan? Dan yeah, Fardhan tetap cemburu bagaimana pun juga. Secara, tadi pagi ia melihat Anete memarkirkan motornya di depan sana, dan sekarang ia justru pulang bersama Eshan. Apa yang Fardhan lewatkan kali ini? Apa perasaan Anete yang selama ini terlihat abu-abu sudah berpihak pada satu warna?

Fardhan langsung terkekeh. Anete memang super. Ia bisa menjadi cewek pertama yang bisa membuatnya uring-uringan hanya karena sebuah rasa. Perlu dikasih penghargaan enggak nih?

Era (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang