Chapter 26 - Hati ke Hati

43 7 0
                                    

Responsmu memang bagus, tapi aku juga perlu perlu penegasan, bahwa rasaku tak pernah jatuh sendirian.
~

Anete itu cenderung tipe orang penerima yang tak banyak protes, termasuk tentang pengajar. Tapi percayalah, sosok Pak Abidin mampu membuat Anete menjadi sosok yang mudah berkomentar dengan mudahnya. Dirinya yang tenang tapi mematikan, bicaranya yang lembut tapi menyakitkan, juga pembawaannya yang selalu membuat Anete berdecak kesal.

Seperti sekarang, bel masuk baru saja berbunyi satu menit yang lalu, tapi ia dengan semangatnya sudah masuk ke kelas Anete. Ayolah, tak hanya Anete, tapi hampir semua anak memiliki daya tahan 5 watt jika sudah melihat guru nyentrik itu. Dan seperti mendapat hadiah dadakan, semua anak langsung riang gembira saat mendengar Pak Abidin akan pergi rapat makanya hanya akan memberikan tugas untuk mereka.

Yeah. Anete patut berayukur pagi-pagi seperti ini.

"Males ih, enakan juga nonton moodbaster gua." celetuk Diva sembari menggeser layar handphone-nya.

Anne hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah biasa seorang Diva. Tanpa berkomentar, ia langsung menghampiri Anete yang sudah bergerak cepat menelusuri artikel berat yang membuatnya langsung mengernyit pelan. Ayolah, tak hanya gurunya saja yang menyebalkan, tugasnya jauh lebih menyebalkan.

"Udah ketemu belum Nete?" tanya Anne sedikit melirik layar handphone Anete.

Anete langsung menggeleng. "Enggak tahu nih bener apa enggak." jawabnya dengan ragu.

Anne langsung menajamkan penglihatannya menelusuri bait-bait kalimat yang memang tak dimengertinya. Tapi yah mau tidak mau ia harus membacanya guna menemukan jawaban atas tugasnya barusan. "Kayaknya ini udah bener sih Nete. Klop gini si. Terserah juga kan kita mau gambar yang berapa."

Anete sempat menyelesaikan kalimat yang sedang dibacanya barusan. "Heeh sih. Udahlah ini aja."

Setelahnya, mereka berdua langsung sibuk memggambar apa yang tertera di layar handphone Anete. Anne terlalu malas mencari sendiri, dan Diva entah mengapa radarnya begitu kuat sampai tidak mereka berdua sadari dia sudah ikut nimbrung menyalin catatan Anete. Anete hanya diam. Bukannya ini memang kebiasaan dua sahabatnya eht?

"Eht Nete, tugasnya apaan tadi?" tanya Andre celingukan.

Diva langsung berdecak kesal. "Dari tadi lo kemana sih? Ada orang ngomong juga enggak didengerin." sungutnya berapi-api.

Andre langsung mendengus. "Ngaca kali neng. Dari tadi aja lo mainan handphone, seenak jidatnya nyalin jawaban Anete." sahutnya sembari terkekeh geli. "Apaan sih Nete tugasnya?" tanya Andre mengalihkan perhatian dari Diva yang memutar bola matanya dengan jengah kepada Anete yang tengah sibuk menulis.

"Nyari diagram koneksi penyambungan mixer." jawabnya singkat tanpa mendongakkan kepalanya sedikit pun.

"Berapa channel?" tanya Cetta memastikan.

Anete langsung menunda acara menulisnya. Menatap kawan sebelahnya yang entah sedari tadi melakukan apa. "Terserah. Dua, empat, atau lebih terserah kalian mau gambar yang berapa."

"Lo gambar yang berapa?" tanya Cetta penasaran.

Anete langsung menunjukkan layar handphone-nya. "Dua."

"Owh, berarti sama."

"Apanya yang sama Shan?" tanya Andre bingung mendengar kalimat Eshan.

Eshan langsung menunjuk layar handphone-nya. "Nih."

Cetta langsung menyikut lengan Eshan setelahnya. "Ciee samaan." godanya.

Diva serta Anne langsung menoleh kemudian. Penasaran, dengan kegaduhan apa yang dibuat trio rusuh itu. "Apaan sih?" tanya Anne penasaran.

Era (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang