Chapter 5 - Umpan

85 10 3
                                    

Apa harus ku keluarkan yang memang bukan sikapku agar tahu seberapa pedulimu terhadap diriku?
~


"Harusnya sih gitu,” sahut Anete sembari membuka bungkus permen yang berada di tangannya.

Disinilah Anete berada, koridor menuju kelasnya setelah selesai menunaikan makan siang di kantin sekolah. Bukannya bergegas menuju kelasnya, mereka bertiga justru masih menyempatkan diri untuk membicarakan salah satu film incaran mereka hingga membuat beberapa anak yang berjalan di belakangnya harus menunggu mereka dengan sabar. Pun dengan Anete yang dengan santainya memakan permen kopinya yang memang selalu dibelinya setelah dari kantin.

“Tapi yah gimana lagi, namanya juga udah viral kan. Lagi pula pemainnya juga enggak jelek kan jadi wajar lah kalau jadi incarannya para remaja.” lanjut Diva sembari menolehkan kepalanya ke belakang saat menyahuti ucapan Anete yang tengah menuruni tangga.

Anne hanya mengangguk sekilas mendengarnya. “Maka dari itu, kita harus cepet-cepet nonton biar penasarannya hilang.” ucap Anne memberikan solusi.

Anete sedikit terkekeh mendengar solusi yang baru saja diberikan Anne. Ternyata, seorang Anne sudah berubah tidak lagi menjadi cewek kalem yang selalu berada di dalam kotak. Bukannya apa loh yah, Anne ini termasuk santri loh.

“Permisi,”

Anete, Diva, juga Anne langsung menolehkan kepalanya ke sumber suara sebelum melangkahkan kakinya memasuki kelas. Kening mereka kontan terlipat melihat sesosok makhluk yang entah siapa itu.

“Anete bukan sih? Boleh bicara sebentar?” tanyanya meminta persetujuan.

Diva dan Anne langsung memusatkan perhatiannya ke arah Anete seketika. “Gu—gua?” tanya Anete memastikan yang hanya diangguki oleh cowok tadi.

Anete langsung mengikuti langkah cowok tadi yang agak sedikit menjauh dari pintu kelasnya setelah mendapatkan kerlingan godaan dari dua sahabatnya.

“Nih.” ucap cowok tadi sembari mengangsurkan gantungan kunci yang terasa familiar di mata Anete.

Anete langsung terperangah setelahnya. “Kok—bisa di lo sih?” tanya Anete tak mengerti.

Bukannya langsung menjawab, cowok tadi justru mengulurkan tangannya di depan Anete yang tentu dibalas Anete setelah berpikir panjang. “Kenalin, Fardhan. Gua cowok yang waktu itu ketemu lo di ATM. Gua enggak sengaja aja nemuin ini gantungan, kayaknya jatuh pas lo lewatin gua deh.” jelasnya.

Senyum tipis Anete langsung bisa dilihat Fardhan setelahnya. “Thanks yah. Enggak tahu deh kalau bukan lo yang nemuin.” sahutnya dengan ramah. “Tapi kok tahu sih kelas gua di sini?” tanya Anete penasaran.

“Enggak sengaja aja kemarin lihat lo masuk kelas waktu gua balik dari kantin,” jawabnya sembari mengarahkan perhatiannya pada kelas Anete.

Anete hanya menganggukkan kepala pelan sebagai respons. “Btw, kelas berapa?”

“XII TKR G, di depan kelas lo banget yah.” jawabnya sembari menunjuk kelasnya yang memang berada di seberang kelas Anete.

Anete langsung terkekeh pelan setelahnya. Baru juga ia ingin menyahuti ucapan Fardhan, bel masuk keburu berbunyi nyaring. “Makasih yah udah ngembaliin. Maaf juga udah ngerepotin loh,” ucap Anete dengan senyum tipisnya. “Gua—balik ke kelas yah. Lo juga balik gih.” lanjutnya sembari mengisyaratkan jarinya yang mengarah pada kelasnya.

Fardhan hanya menganggukkan kepalanya singkat lengkap sembari menyunggingkan senyum tipisnya sebelum berlalu meninggalkan Anete yang masih terdiam di tempatnya.

Era (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang