Pandangan setiap orang itu pastilah tak selalu sama. Seperti aku, yang bisa saja mengartikan lain dari semua kelakuanmu.
~
Siang ini cuaca begitu panas. Seperti biasa, suasana jalan raya tak akan sedamai hati Anete, yang di tengah rumitnya kehidupan itu pastilah sempat terasa damai. Anete langsung menghela napasnya dengan kasar setelah memarkirkan motornya tepat di halaman rumahnya. Ia langsung memasukkan anak-anak rambutnya setelah melepas helmnya yang berhasil membuat kerudungnya sedikit berantakan.“Paman,” ucap Anete sedikit terkejut kala mendapati seseorang yang tengah duduk manis di teras rumahnya.
Akas—yang merasa terpanggil pun langsung mendongakkan kepalanya seketika. Senyum tipisnya refleks langsung terukir kala mendapati keponakan yang sedari tadi ditunggunya itu sudah ada di depan matanya.
“Paman kapan pulang? Kok enggak ngabarin Anete sih?” tanya Anete sembari mengeratkan pelukannya pada Akas.
Ibunya ini merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Satu kakak laki-laki dan satu adik laki-laki. Omnya ya pasti Ridho—yang biasa membujuknya untuk pindah dengan semangatnya. Dan pamannya, ya pasti Akas, yang merupakan saudara ibunya yang paling dekat dengan Anete.
“Tadinya mau ngabarin, tapi lupa.” jawab Akas sembari menunjukkan cengiran khasnya.
Anete langsung merengut seketika. Setelahnya, ia langsung mengajak masuk sang paman ke dalam rumahnya.
“Paman langsung ke sini? Atau mampir ke rumah dulu?” tanya Anete setelah menyimpan helmnya.
Akas langsung mendudukkan dirinya setelah masuk. “Udah ke rumah kok, tapi cuma naruh tas terus langsung ke sini. Eht ternyata kamu belum pulang.”
Anete ikut duduk di samping Akas setelahnya. “Laper, cari makan yuh paman.” ucap Anete melirik sang paman dengan tatapan yang memang hanya ia tujukan pada orang terdekatnya.
Akas langsung terkekeh dan bangkit dari duduknya seketika. “Paman bawa masakan nenek loh. Ayolah kita makan.” sahut Akas sembari mengangkat paper bag yang tak sempat disadari Anete.
Dan sepanjang sisa hari itu, Anete habiskan bersama sang paman. Mulai dari makan masakan nenek yang tidak ada bedanya dengan masakan sang ibu, sampai menceritakan pengalaman kerja Akas yang tentu terasa membosankan di pendengaran Anete. Iyhalah, tiap pulang juga ini orang menceritakan hal yang sama. Kapan pula ia akan menceritakan calon bibinya? Anete kan ingin punya bibi.
Setiap anak tunggal pasti berkeinginan untuk mempunyai teman untuk mengusir rasa sepinya. Dan menurut Anete, Akas sudah cukup untuk menjadi temannya. Teman mengobrol yang mengasyikkan, teman berdiskusi yang tak membosankan, teman bermain yang mengenakkan, dan teman lain yang terasa klop di hati Anete. Anete itu bukan tipikal orang yang mudah mengumbar apa yang ia rasa. Termasuk rasa sedih karena ditinggal mendiang ayah dan ditinggal bekerja ibunya. Dan Akas cukup memahami sikap salah satu keponakan yang sangat disayanginya itu.
Akas memang sempat membujuk Anete seperti keluarganya yang lain untuk tinggal bersama neneknya. Tapi sekarang Akas sadar, jika Anete butuh ruang tersendiri. Tak mudah rasanya mengikhlaskan seseorang yang ia sayang, terutama Anete itu dulunya begitu dekat dengan mendiang sang ayah, apalagi ditinggal bekerja ibunya di masa yang seharusnya ia mendapatkan kasih sayang berlebih dari orang tuanya. Tapi Anete lebih memilih untuk menyingkir, mengubur semuanya seorang diri, termasuk rasa rindunya pada sang ibu tercinta. Maka dari itu saat pulang, Akas akan lebih banyak menghabiskan waktunya bersama sang keponakan dibanding keluarga yang lainnya.
“Gimana sekolah kamu?” tanya Akas setelah berhasil menemukan saluran TV yang diminatinya.
Jam di dinding baru saja menunjukkan pukul 20.00, dan mereka berdua baru saja menghabiskan makan malam setelah berbincang panjang lebar dengan ibu Anete. “Baik kok,” jawab Anete sembari menyandarkan punggungnya di sofa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Era (TERBIT)
Teen FictionPernah enggak sih gara-gara dicie-ciein kalian jadi suka beneran? Seperti Anete Geffie Abila, yang sayangnya harus baper sama teman kelasnya sendiri-yang sayangnya udah punya gebetan. Mau maju atau mundur tuh? Inginnya maju, tapi tak ingin menyakiti...