Bersinggungan dengan masa lalu itu punya efek tersendiri. Entah kerinduan, atau justru kebencian akan luka lama yang tak kunjung padam.
~"Bu, Sila tuh masih punya rumah. Keluarga Khabir juga termasuk berkecukupan buat nafkahi Anete kan. Lagipula kenapa mereka lupain Anete gitu aja tanpa mau bertanggung jawab sih. Anete tuh lebih baik tinggal di sini bu, lebih hemat kan? Enggak perlu buang-buang uang Sila yang entah dia dapat darimana." ucap Ridho dengan tegasnya. "Dia pergi bukan untuk cari uang bu, itu cuma alasannya aja. Itu karena dia enggak mau bersinggungan lagi dengan apapun yang ada hubungannya sama Khabir. Dia tuh cuma enggak mau bersinggungan lagi sama kita. Terus kenapa ibu harus susah payah kasih rumah itu yang harusnya ibu kasih ke aku?"
Ibu Ridho, yang sedari tadi hanya diam sembari menenggak air putihnya langsung meletakkan gelasnya sedikit membanting begitu mendengar kalimat putranya yang sedikit keterlaluan. "Kamu bisa punya sedikit perasaan enggak sih buat Anete? Dia enggak tahu apa-apa. Lagipula biarkan saja jika mereka tidak mau bertanggung jawab, toh kita masih sanggup membiayai Anete. Dan Ridho, harusnya kamu tuh sedikit peduli sama adik kamu. Dia masih belum bisa menerima."
"Terima apa sih bu? Ini sudah hampir empat tahun dan Sila masih belum juga pulang. Apa yang dia lakuin di sana? Toh kalau pun pulang dia enggak mau menceritakan semuanya kan? Dia tuh cuma manfaatin ibu." sahut Sani tak terima.
Anete yang tadinya hendak mengetuk pintu rumah neneknya langsung mengurungkan niatnya seketika. Rasanya, ada sesuatu yang menghantam hati Anete begitu saja. Rasanya begitu menyakitkan.
Topik yang sedari lama selalu menjadi momok besar dalam keluarganya kini kembali dibahas. Anete tak mengerti mengapa om dan tantenya begitu menginginkan dia keluar dari rumah lama neneknya itu. Tapi yang pasti, Anete sadar jika mereka pun sama bingungnya dengan Anete yang tak mengerti apa yang dilakukan ibunya di luar sana.
Sedetik kemudian, Anete langsung menormalkan ekspresinya seketika. Tentu saja ia tak ingin keluarganya memergokinya tengah bersedih ria di depan rumah setelah mendengar perdebatan yang selalu terasa menyakitkan itu dengan cepatnya. Dan setelahnya, ia langsung mengetuk pintu rumah neneknya itu dengan menghiraukan suara-suara yang masih saja tak mau berhenti dari dalam sana.
Anete rasanya ingin mendorong saja pintu di depannya ini karena tak tahan mendengar tuduhan-tuduhan om dan tantenya yang semakin menyakitinya. Tapi belum juga ia merealisasikan niatnya, Akas-sang paman sudah membukakan pintu di depannya dengan wajah terkejut.
Akas langsung menarik kedua sudut bibirnya untuk menyingkirkan rasa terkejutnya itu begitu melihat Anete. "Kenapa enggak masuk aja sih? Sok-sokan ketuk pintu deh. Ayo masuk dulu, paman mau ambil jaket." ucapnya seketika dan langsung menggiring Anete masuk setelahnya.
Dan bisa dibayangkan bukan raut penghuni rumah neneknya itu begitu melihat Anete?
***
Bisa menghabiskan waktu bersama sang paman yang waktunya luang itu hal yang paling ditunggu-tunggu Anete setelah ditinggal kedua orang tuanya. Biasanya, mendiang ayahnya lah yang selalu berinisiatif mengajaknya membeli segala kebutuhan menggambarnya sembari quality time bersama putri satu-satunya itu. Tapi sekarang, justru Akaslah yang dengan sukarelawan menjadi pengganti kakak ipar yang telah lama berpulang. Dan Anete, terima saja keputusan itu dengan senang hati dibanding terus mendekam dalam rumah yang justru membangkitkan kembali segala lukanya.
Segala rencana yang sudah ia susun dengan semangatnya langsung raib setelah keluar dari rumah sang nenek. Ingin sekali ia membatalkan acara membeli perlengkapan menggambarnya itu begitu merasakan sesak yang tak kunjung reda dalam hatinya. Tapi apa yang bisa Anete lakukan? Dengan melakukan itu justru membuat Akas makin menyadari jika Anete mendengar semuanya bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Era (TERBIT)
Teen FictionPernah enggak sih gara-gara dicie-ciein kalian jadi suka beneran? Seperti Anete Geffie Abila, yang sayangnya harus baper sama teman kelasnya sendiri-yang sayangnya udah punya gebetan. Mau maju atau mundur tuh? Inginnya maju, tapi tak ingin menyakiti...