Lebih baik tak pernah tahu, dibanding mengerti, tapi justru menyakiti hati.
~Hal pertama yang ingin buru-buru diserbu setelah mendengar bel istirahat ya pasti makanan. Memangnya ada hal lain yang lebih penting dibanding memberi makan para penghuni perut yang sudah kelaparan?
Dan jangan salahkan Anete yang dengan tidak sabaran langsung menyantap nasi uduknya tanpa menunggu dua sahabatnya terlebih dahulu. Maklum, Anete tidak sempat sarapan dan malamnya terlalu sibuk mengerjakan power point hingga membuatnya hanya sempat menyantap sepotong roti.
"Aduh Nete, lo enggak setia banget sih. Kita aja belum makan kenapa lo udah hampir habis sih itu makanannya." protes Anne dengan muka sebalnya. Anne itu tipe cewek yang kalem. Tapi kalau sudah waktunya makan, dia akan berubah menjadi cewek cerewet yang seperti tidak kebagian makanan.
Anete menenggak setengah air mineral dinginnya itu dengan tergesa. "Ya maaf, gua keburu laper An," sesalnya kemudian. "Gua enggak sempet sarapan."
"Lo mah kapan jadi cewek bener yang paginya sarapan. Badan aja yang kecil tapi kalau makan tiga kalinya gua." sahut Anne setelah menyelesaikan makannya.
Diva mengusap bibirnya pelan menggunakan tisuyang selalu ada di meja kantin. "Lo mah kapan jadi ceweknya kalau makan aja serampangan mulu. Pantes aja Eshan enggak mau deket-deket. Ilfeel mah dianya." ucap Diva diiringi kekehan mencemooh di akhir kalimatnya.
Anete langsung memutar bola matanya dengan jengah kemudian. Tanpa pikir panjang, tangannya kembali terulur mengambil pisang coklat yang tadi sempat dibawanya. "Halah, buat apaan coba ngalus depan dia eht," sahutnya dengan cuek.
Anne menggelengkan kepalanya tidak percaya melihat porsi makan Anete yang tidak ada duanya. "Ya siapa tahu Eshannya jadi cinta, kan untung bener lo Nete." jawabnya tanpa pikir dua kali.
Anete hanya mengangguk takzim mendengar jawaban Anne yang begitu ngawur. Sedetik kemudian, kepalanya langsung menoleh ke arah sampingnya kala Diva menyikut lengannya dengan begitu halus. "Tuh, pangeran lo panjang umur."
***
Di zaman serba digital ini, pastilah segalanya jadi serba dipermudah. Termasuk dalam mengerjakan tugas yang harus bergantung pada pintarnya Mbah Google yang bisa menjawab segala pertanyaan, baik yang waras maupun yang sudah di luar nalar. Terkadang Anete berfikir, apa gunanya materi berlembar-lembar yang Pak Abidin share lewat group kelas jika tak ada satupun jawaban yang bisa ia temukan dalam deretan kata memusingkan itu? Yang ada, hanya menghabiskan baterai handphone-nya yang sudah di ujung maut.
Diliriknya buku Diva yang ternyata baru tertera 5 jawaban. Anete mendesah pasrah. Mana mungkin ia harus menunggu Diva yang dalam setiap kegiatan searching-nya itu selalu diselingi menonton video oppa tercintanya, yang ada bukunya keburu ditolak mentah-mentah sebelum sampai di tangan Pak Abidin. Kenapa pula soalnya harus berbeda, yang membuatnya berujung seperti orang linglung coba?
"Nih,"
Anete langsung menolehkan kepalanya dengan bingung kemudian. "Eht?"
"Pakai aja." sahutnya sembari menggoyang-goyangkan handphone-nya di depan Anete.
Anete langsung mengambil handphone Eshan itu dengan ragu. "Beneran nih?" tanyanya memastikan.
"Iyah, daripada lo harus lesehan di lantai sambil nyarger," jawabnya kemudian.
"Terus lo gimana?" tanyanya lagi saking tak percayanya.
Senyum tipis Eshan sempat tertangkap kedua manik Anete. "Udah selesai kok, sans aja."
Nah, ini nih yang buat Anete sangsi sama Eshan, dianya kelewat baik, atau-dia emang baik sama semua orang sih?
Dengan cueknya, Eshan langsung kembali ke tempat duduknya yang memang berada di samping Anete itu dengan santainya. Tak tahukah dia, bahwa Anete sudah ketar-ketir sendiri menghadapi kelakuan Eshan yang cueknya ngalahin orang lagi baris-berbaris? Dan tak tahukah mereka berdua, jika ada orang yang diam-diam sedang memperhatikan interaksi mereka sedari tadi?
***
Siapa sih yang tidak menyukai awal bulan? Masa dimana kita bisa memulai hal baru, juga di bulan baru. Masa, dimana kita bisa mendaftar kembali hal-hal apa yang urung kita lakukan di bulan lalu dan bisa kita lakukan di bulan ini. Termasuk, kita bisa mendapatkan uang jajan penuh di awal bulan yang baru.
Bagi anak rantauan, atau yang mempunyai nasib sama seperti Anete yang dengan terpaksa harus mengelola segala sesuatunya sendiri, awal bulan tentu menjadi berita yang amat bagus. Rasanya, ia seperti menemukan harapan yang hilang kala sang ibu memberitahukan bahwa jatah bulanannya sudah dikirimkan. Ayolah, jatah untuk makan itu terlalu penting bagi seorang Anete Geffie Abila dibanding jatah untuk berfoya-foya.
Anete melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 15.30, dan ternyata waktu tak jua menyurutkan jumlah antrean yang ada di ATM. Ia mendesah pelan, langit sore kali ini terlihat mendung. Sepertinya akan turun hujan. Yah, walaupun yang dekat belum tentu jadian, dan kalupun mendung belum tentu hujan sih.
Ckiiiit
Suara decitan ban yang tak bisa dibilang pelan itu langsung mengalihkan perhatian Anete. Maniknya langsung memicing kala mendapati seragam yang dikenakan cowok itu sama dengan dirinya. Mungkin satu sekolah, pikirnya dengan cuek dan langsung memasuki ATM yang kebetulan sedang kosong tanpa banyak babibu.
***
Duh, siapa sih yang Anete lihat? Kira-kira penting enggak yah buat kelanjutan cerita ini?
Gimana, menuntaskan sedikit kerinduan kalian pada dua orang yang menjadi korban ledekan perasaan ini?
Tidak terasa, kita sudah di penghujung Ramadhan yah. Semoga amal ibadah kita di terima oleh Allah yah. Aamiin.
Minal Aidzin Wal Faidzin :)
Sampai jumpa di chapter selanjutnya.
Happy reading🤗
Lanti😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Era (TERBIT)
Teen FictionPernah enggak sih gara-gara dicie-ciein kalian jadi suka beneran? Seperti Anete Geffie Abila, yang sayangnya harus baper sama teman kelasnya sendiri-yang sayangnya udah punya gebetan. Mau maju atau mundur tuh? Inginnya maju, tapi tak ingin menyakiti...