Chapter 24 - Misi

43 8 0
                                    

Menyiapkan strategi itu penting, seperti amunisi agar bisa melupakanmu salah satunya.
~

Soal menyebalkan yang berhasil membuat Anete kelimpungan sudah berhasil ia selesaikan. Direnggangkannya otot-otot tangannya yang terasa kram setelah berjuang mati-matian mengerjakan tugas yang tak dipedulikan oleh teman-temannya.

Diliriknya Anne yang sudah terlelap dalam tidurnya, dan Diva yang sedang sibuk dengan hobi andalannya. Anete langsung mendengus pelan. Dua sahabatnya ini memang tak pernah mau membantunya menyelesaikan masalah.

Anete langsung menyandarkan punggungnya. Hari ini rasanya terlalu melelahkan. Apalagi pelajaran hari ini sungguh membuatnya ingin beristighfar terus-menerus.

“Lo berdua tuh emang udah klop sih. Satunya nyender juga yang lain ikut nyender.” celetuk Cetta memecah keheningan.

Tak hanya Anete, Eshan yang sedang sibuk dengan handphone-nya sembari bersandar di kursi itu juga langsung menoleh. Pun dengan Anne yang seketika menegakkan punggungnya serta Diva yang mendadak menghentikan acara game-nya. Tak lupa juga dengan Andre yang langsung menoleh celingukan ke arah Cetta.

“Apanya sih Ta?” tanya Diva seolah tahu apa yang ingin ditanyakan Anete.

Cetta langsung cekikikan seketika. Dagunya langsung mengedik ke arah Eshan dan Anete bergantian, lengkap dengan senyum miringnya.

Sedetik kemudian, tawa Andre, Diva, serta Anne langsung menggema. Sedang Eshan juga Anete masih tetap diam ditempatnya lengkap dengan puluhan pertanyaan kenapa yang terus menggema dalam pikirannya.

“Apaan sih? Lo mah aneh semua.” protes Anete setelah mendengar tawa mereka yang tak kunjung berhenti.

Diva langsung menolehkan kepala Anete dengan paksanya. “Tuh lihat, kebiasaan lo tuh udah mirip sama Eshan. Cara nyender, megang handphone, bahkan cara kalian mainin tangan pun sama Nete.” jelasnya.

Anete langsung melongo seketika. Hanya karena itu mereka tertawa dengan puasnya? Hanya itu?

Tanpa sadar, maniknya pun langsung memperhatikan Eshan dengan lekatnya. Sial. Anete jadi ingat kalau ia seringkali mendapati Eshan yang mempunyai kebiasaan mirip seperti dirinya. Seperti sekarang, caranya menyandarkan punggung saja membuat Anete langsung menggeram dengan pelan. Mau tak mau, memori saat makan di kedai bakso hari itu terlintas dalam benaknya. Eshan memang selalu mengesalkan bukan sih?

“Cuma kebetulan.” ucapnya singkat dan langsung mengalihkan perhatiannya kemudian. Pun dengan Eshan yang langsung menegakkan punggungnya seolah sudah lelah bersandar pada benda mati yang tak mau memahami.

“Mana ada kebetulan yang jatuhnya keseringan gitu. Nama udah, pinternya iyha, sekarang kebiasaan udah klop banget. Gimana enggak jodoh?”

Anete langsung mendecih mendengar penuturan Anne yang memang ada benarnya. Memangnya sama salalu berakhir berdampingan yah? Tentu saja tidak. Magnet saja akan saling tarik-menarik saat kutubnya berlainan. Apalagi dirinya dan kawan sebelahnya yang hanya terjebak pada beberapa kebetulan yang sayangnya dianggap penting oleh sekelilingnya? Benar-benar ajang pembuat gegana berkepanjangan.

“Mikirnya enggak usah kecepetan Ne. Masa depan masih panjang.” ucap Eshan dengan senyum tipisnya seolah tengah menasehati temannya yang baru saja bermimpi terlalu jauh.

Memang benar bukan sih? Mimpi Anne terlalu jauh.

Anete langsung bangkit dari duduknya setelah mengecek handphone-nya yang baru saja berbunyi. Biarlah mereka berspekulasi lain. Anete hanya ingin belajar membiasakan diri. Toh kedekatannya bersama Eshan Rayan Alfair hanya dijadikan candaan yang bisa menghibur teman-temannya kan?

Era (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang