Part 19: Rasi

576 139 180
                                    

•|FRASA|•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•|FRASA|•

Gemericik air hujan mengisi suasana hening diantara lima remaja yang tengah berteduh di salah satu gubuk tengah hutan. Sudah jam setengah lima sore, tapi hujan belum juga reda. Padahal, perintah dari pembina OSIS-MPK adalah mereka harus kembali sebelum matahari terbenam.

Hari ini, semua berjalan seperti biasa. Malvin gila. Ribka yang sopan tapi suka bercanda. Alfa dengan kecerdasannya. Aksara yang selalu ceria. Juga Frans dengan sikap datar dan segudang kata-kata pedasnya.

Semua lancar. Sampai hujan ini turun begitu derasnya tanpa ada rasa iba pada mereka sama sekali. Perkemahan masih sekitar sembilan ratus meter lagi dan tidak mungkin mereka kembali dengan cuaca seperti ini.

Tiga remaja dari tiga angkatan yang berbeda jelas saja mengeluh. Sudah terhitung empat puluh lima menit sejak mereka berdiri di gubuk ini. Rasanya pegal. Malvin bahkan sejak tadi sudah berjongkok sambil terus saja mengomel.

Berbeda dengan Frans dan Aksa. Dua sejoli itu memilih diam dengan ekspresinya masing masing.

Frans sedang berusaha mengingat sesuatu. Dia sudah berpikir begitu lama. Lagi lagi, ada sesuatu yang mengganjal dalam otaknya. Dan lagi lagi juga, Frans tak bisa ingat.

Jika boleh jujur, Frans suka dengan suasana saat ini. Dia juga tidak mengeluh sama sekali. Malah berharap bisa berlama-lama tanpa peduli dengan jarum pendek jam tangannya yang terus saja bergerak turun.

Sedangkan perempuannya tak henti tersenyum sambil menikmati siraman hujan yang mendarat di telapak tangannya. Aroma hujan, tanah, dan dedaunan basah bercampur jadi satu. Dan Aksara suka hal itu. Bukan tanpa sebab. Tetapi karena kejadian di masa lalu yang membuatnya begitu merindukan suasana ini.

Aksa melirik lelaki disampingnya sambil terus saja tersenyum. Ia diam. Bukan karena Aksa tidak ingin bicara. Namun lebih karena harapan bahwa Frans akan mengingat sesuatu. Seharusnya bisa begitu. Atau setidaknya, sahabatnya bisa merasakan sesuatu.

Tentang hutan, hujan, dan aroma tanah yang menyeruak masuk indra penciuman.

Kenangan buruk yang saat ini begitu Aksa rindukan. Juga Frans, tanpa pria itu sadari. Salah satu kenangan paling berkesan diantara mereka berdua.

"Apa?"

Aksa semakin melebarkan senyumnya. Dia benar. Ada sesuatu yang berusaha Frans cerna dalam dirinya sendiri. Bagaimana tidak? Biasanya Frans tidak akan peduli ketika diperhatikan oleh Aksa. Perempuan itu mengoceh pun Frans tidak peduli. Dan sekarang malah bertanya lebih dulu.

"Liat kamu," jawab Aksa jujur.

"Nggak usah!"

"Kenapa? Kan aku punya mata?"

"Soalnya gue lagi mikir Sania."

"Terus?"

"Yaudah jangan!"

FRASA [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang