Chapter 7- Takdir Kita

704 99 71
                                    

Chapter 7
Takdir Kita

Seumur-umur, Lu tidak pernah di peluk oleh seorang cowok dan Naell adalah cowok pertama yang melakukan hal itu.

Lu beringsut. Mencoba untuk melepaskan. Tapi Naell tetap bertahan untuk memeluk. Beberapa orang yang berada di tempat itu memandang keduanya dengan terheran-heran.

"Na- Naell." pinta Lu. Pelukan pun terlepas.

Naell bisa melihat perubahan warna wajah di pipi Lu. Merona dan memerah seperti buah tomat.

"Ingat ini," seru Naell, seraya memegang kedua pundak Lu, "Awalnya, gue tidak ada maksud memilih lo sebagai Akaishi gue. Tapi melihat lo bisa memiliki itu. Sepertinya ini akan menjadi takdir kita berdua."

"Takdir kita?"

Naell mengganguk pelan. Lalu beralih menggenggam tangan Lu dengan erat.

Lu sendiri kembali hampir di buat jantungan dengan sikap Naell yang terus-menerus melakukan kontak fisik dengannya.

Cowok itu menarik Lu masuk ke dalam kastil. Sepertinya ia berusaha menghindari beberapa orang yang ingin menguping pembicaraan mereka. Keduanya terus berjalan melewati koridor. Sedikit berpas-pas'an dengan beberapa orang.

Hingga mereka tiba di sudut koridor yang sepi.

"Rahasiakan ini dari semua orang. Baik Ragil, Profesor Albus dan pamanmu itu. Siapapun tidak boleh tahu."

Lu mengganguk patuh.

"Karena semakin sedikit yang tahu. Lo bakal aman," tangan Naell lalu beralih ke atas pucuk kepala Lu, "Gue janji. Gue akan hidup untuk menjaga lo."

Alis Lu bertaut bingung. Itu janji yang terlalu besar untuk di ucapkan Naell padanya. Tapi sebelum bibir Lu bergerak untuk berucap. Jari telunjuk Naell telah membukamnya.

"Rahasiakan ini dari Arsenal dan Dexa juga," dia membalik tubuh Lu. Lalu mendorong punggungnya menjauh, "Sekarang kembali ke asrama."

Lu ingin menoleh dan ingin mengucapkan sesuatu. Tapi Naell sudah keburu pergi.

"Berapa banyak cowok yang lo dekati?" kepala Lu tertoleh. Dia mendapati Nora yang tengah berdiri di belakangnya. Seragamnya penuh noda lumpur.

"Maksud lo apa?"

"Gebetan lo banyak sekali." cibir Nora.

Lu, sebenarnya malas bertemu gadis Lazuardi tersebut. Karena rasanya, Lu ingin menonjok wajahnya yang selalu terlihat sombong.

"Gue mau dekat dengan siapa saja. Ya ... Itu urusan gue. Kenapa lo yang sewot?"

Nora bungkam. Kata-kata Lu membuatnya kalah telak.

"Gue gak suka lo sekelompok dengan Arsenal dan Dexa." dia mengutarakan isi hatinya.

"Kalau lo keberatan. Lo ngomong aja sana sama ketua komite. Karena mereka yang membuat tim ini."

"Ck," Nora mengumpat pelan, "Lo bakal di labrak fans nya mereka." jelas Nora.

"Labrak aja. Lo pikir gue takut? Sorry ya, Nona Nora. Gue ini bukan cewek lemah kayak sinetron-sinetron tv yang lo nonton. Lo jual, gue beli."

ARDELRA (Season 2 Penyihir Diwangka) EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang