Kamulah Takdirku-Part 17

50.1K 4.5K 95
                                    

"Biarkan saja orang lain menyebutku bodoh karena tetap bertahan denganmu. Mereka tidak tahu saja bagaimana rasa cintaku semakin bertambah setiap kali melihatmu."

🍃🍃🍃

Bantu tandain kalau ada typo ygy


Semburat jingga membentang di atas langit sana, pertanda tugas matahari sudah hampir selesai. Matahari yang sejak pagi tadi setia menyinari bumi, kini berganti dengan rembulan yang menyinari gelapnya bumi malam ini.

Kejadian tadi menguras banyak tenagaku, fisik dan hatiku terasa lelah. Tetapi tidak menghalangiku untuk membantu Vino sesuai dengan niatku. Setelah dari restoran aku langsung mengajak Vino ke supermarket terdekat untuk membeli bahan-bahan pokok untuk Vino dan Ibunya. Mulai dari beras, telur, daging, sayur-sayuran, bumbu-bumbu, dan kebutuhan pokok lainnya. Aku membeli semuanya dengan uang tabunganku sewaktu belum menikah, aku tidak enak jika memakai uang dari Kak Rafka.

Aku tidak mengantarkan Vino, tetapi aku menyuruh ojek untuk mengantarkannya. Karena seperti yang dikatakan Vino rumahnya sangat dalam, ia takut jika aku kesasar.

Dan kini, aku sedang duduk menunggu kepulangan Kak Rafka. Sebenarnya aku tidak masalah jika Kak Rafka pulang lebih larut, asalkan ia memberi tahu. Aku hanya khawatir hal yang tidak diinginkan terjadi pada Kak Rafka.

Aku bangkit dari dudukku, melangkah menuju pintu masuk. Aku berjalan mondar-mandir di depan pintu, dengan suasana hati cemas.

"Kak Rafka kok belum pulang ya...," ujarku cemas. Aku tidak menunggu sendiri, ada Bi Imah di dekatku. Entah sejak kapan perempuan paruh baya itu ada di sini.

"Nyonya kenapa sih? Mondar-mandir terus kayak setrikaan."

"Kak Rafka, bik. Kak Rafka belum pulang, padahal udah mau magrib."

"Ya ampun nyonya, Bibi kira ada apa. Kenapa nyonya gak telpon Tuan Rafka aja?"

Aku memilin jilbabku, "Gak berani, takut nanti Kak Rafka marah sama Killa."

"Insya Allah, Tuan Rafka gak akan marah. Bukannya Tuan Rafka sekarang udah baik ya sama nyonya?"

"Iya sih, tapi dikit hehe."

"Dikit-dikit lama-lama jadi bukit," ujar Bi Imah sambil terkekeh. "Bismillah, nyonya. Coba ditelpon, percaya sama Bibi."

Aku menghembuskan napas panjang, "Oke deh, Bismillah," aku merogoh kantongku, mengambil benda pipih berwarna hitam di dalam sana. Aku mengotak-atik ponselku, lalu menghubungi Kak Rafka. Aku mendekatkan polsel pada telinga kananku. "Diangkat, Bik!"

Bi Imah mengangguk sambil tertawa lucu, "Ngomong nyonya, jangan bengong."

Aku mengangguk, "Assalammualaikum, Kak?"

"Wa'alaikumussalam, iya kenapa Killa?" jawab Kak Rafka dari sebrang sana.

"Ini kak...emm...," aku gugup sambil menatap Bi Imah, yang terus menyemangati agar berbicara.

"Kenapa hm?"

Aku menggigit bibirku, "Emm..., kakak kenapa belum pulang?" tanyaku pelan, tanganku sidah keringat dingin.

"Kenapa? Kangen ya?" jawabnya sambil terkekeh.

Aku mengulum senyuman, "Kak..., Killa serius."

Ku dengar gelak tawa di sebrak sana, Kak Rafka ternyata menggodaku.

"Haha, iya Killa maaf. Hari ini kakak lembur, pulangnya agak maleman. Gapapa kan?"

Kamulah Takdirku [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang