Kamulah Takdirku-Part 19

49.5K 4.4K 136
                                    

"Bahkan setelah ribuan rasa sakit yang kamu berikan, aku tetap memaafkanmu. Karena menjadi teman hidupmu adalah impian terbesarku."

🍃🍃🍃

•Bantu tandain kalau ada typo ygy


Apa katanya tadi? Tidur disini. Oh Allah ujian apalagi ini? Bentar-bentar tidur dengan suami apakah sebuah ujian? Mungkin sebagian dari kalian tidak, tapi bagi Killa itu adalah ujian. Aku terdiam mendengar penuturan Kak Rafka, tubuhku menegang, jantungku berdetak tak karuan. Bagaimana ini?

"Hah?" Aku menelan ludahku susah payah. "Killa tidur di kamar Killa aja deh kak. Alhamdulillah, kamar Killa masih layak ditempati," ucapku lalu menyengir.

Kak Rafka menggeleng lemah. "Disini ya? Temenin, jangan kemana-mana."

"Emang boleh?" tanyaku pelan.

"Boleh dong, kenapa gak? Kamu istri aku bukan istri tetangga, jadi sah-sah aja."

Aku menggaruk kepalaku, "Hehe, ya udah deh. Killa tidur di sini, tapi kalau kakak risih bilang aja. Killa bisa langsung pindah ke kamar Killa."

Kak Rafka mengangguk, "Gak akan risih Killa. Sini, tidur dekat aku!" ucapnya sambil menepuk-nepuk kasur di sampingnya.

Jantungku berdetak tak karuan. Dengan pasrah, aku melangkah mendekati Kak Rafka. Merangkak ke atas, lalu merebahkan tubuhku dengan pelan, aku gugup, suasana hatiku sangat tidak tenang. Tanganku menarik selimut yang sama dengan Kak Rafka, kutarik hingga menutupi batas dadaku.

Aku mencengkram kuat selimut yang menutupi sebagian tubuhku, aku gugup. Jantungku berdetak tak karuan. Untuk pertama kalinya aku tidur sekamar dan seranjang dengan Kak Rafka.

"Killa?"

Aku menoleh ke samping saat Kak Rafka memanggil namaku, "I-iya kak?"

"Itu…," ucapnya sambil menunjuk ke arah jilbabku. "Jilbabnya gak dilepas?"

"Eh?" Refleks aku memegang kepalaku yang terbalut kain hitam. Aku paham, sekarang Kak Rafka adalah suamiku. Halal baginya untuk melihat auratku, apalagi hanya sekedar melihat rambutku. Tetapi aku takut untuk sekadar membuka jilbabku, karena setelah aku memutuskan untuk berjilbab sejak SMP, maka sejak saat itu aku tidak pernah memperlihatkan auratku kepada siapapun. Bahkan abi saja hanya pernah melihat rambutku.

"Buka aja, daripada kegerahan."

"Killa…killa gak terbiasa kak. Killa malu, takut dosa hehe."

Kak Rafka tersenyum hangat sambil mengusap kepalaku, "Biasain Killa... Gak usah malu, aku suamimu. Kamu gak akan berdosa karena ngeliatin rambutmu sama suamimu, kecuali sama suami orang itu baru kamu berdosa," ucapnya lalu tertawa, membuatku terkekeh-kekeh.

"Iya Kak bener. Abi juga pernah bilang, rambut Killa harus killa tutup dengan jilbab jangan diliatin ke laki-laki siapapun kecuali ke abi dan suami Killa. Killa menurut, sampai sekarang rambut Killa gak pernah dilihat oleh laki-laki siapapun kecuali abi. Dan sekarang, Killa udah punya suami. Udah sepantasnya rambut Killa, dilihat oleh suami Killa."

Kak Rafka mengangguk kecil sambil tersenyum, "Masya Allah pinternya. Semoga Allah memberikan pahala atas ketaatanmu pada Allah, pada abi, dan pada suamimu."

Aku tersenyum, "Aamiin allahumma aamiin. Killa buka ya?" tanyaku dengan kedua tangan yang sudah siap membuka penutup kepalaku itu. Kak Rafka mengangguk setuju. "Bismillah," gumamku. Aku sedikit mengangkat kepalaku agar lebih mudah untukku membuka jilbabku. Aku menarik perlahan jilbabku ke depan, hingga akhirnya kain itu berhasil terlepas.

Kamulah Takdirku [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang