Anindira Maheswari
Langkahku sedikit melambat karena otakku masih mencoba meyakinkanku apakah benar perempuan itu Kiara. Namun seluruh insting yang kumiliki membenarkannya. Perempuan itu ada di sini diwaktu dan tempat yang sama denganku. Kebetulan? Entahlah. Lalu wanita yang bersamanya? Kepalaku hendak bergerak kembali ke meja mereka namun aku justru dikejutkan dengan kehadiran seseorang di mejaku.
Dia melambai sambil tersenyum. Aku meneguk ludah karena tiba-tiba kerongkonganku mendadak kering. Langkahku semakin mendekat ke arahnya. Aku bisa melihat ekspresi tegang di wajah Kikan dan Tari namun tidak dengan Bima.
"Maaf, Nin. Aku minta Bagas ke sini karena susah banget cari waktu ketemuan. Kebetulan dia lagi di dekat sini ya aku ajak aja sekalian. Kamu nggak keberatan kan?" Bima berkata santai diiringi senyumnya yang menyiratkan sesuatu. Aku tidak suka itu.
"Kamu keberatan bertemu aku?" laki-laki itu, Bagas, memandangku dengan jarak yang sangat dekat. Kami masih sama-sama dalam posisi berdiri. Aku kemudian menggeleng dan cepat-cepat mengambil tempat di sebelah Kikan. Bagas sedikit berputar melewati belakang kami dan duduk di ujung meja membelakangi pantai.
"Berteman dengan mantan bukan sesuatu yang menakutkan kan, Nin?" Bima kembali bicara dan membuat tangan Tari menepuk pahanya dengan ekspresi wajah mengingatkan calon suaminya itu untuk diam.
"Kalau kamu keberatan aku bisa pergi." Bagas kembali memandangku.
"Nggak. Aku nggak keberatan." Aku mengayunkan tangan dan memberikan senyum kecil untuknya.
"Kok jadi tegang gini sih?" seru Kikan.
"Oke, kita mulai dikusinya. Kalian udah selesai makan?" aku bergantian memandang Kikan, Tari dan Bima sekaligus berinisiatif membuat suasana di meja ini kembali normal namun entah kenapa mereka memandangku sepertinya aku sedang terjebak kegugupanku.
"Kamu malah belum pesan. Bagas juga. Kalian pesan lah." Bima mendorong buku menu ke hadapan Bagas. Laki-laki itu melihat ke arahku seperti meminta persetujuan. Aku mengangguk dan ikut mengambil buku menu. Rasa laparku sudah menguap dan aku hanya memilih segelas smoothies, yang semakin membuat teman-temanku berpikir aku sedang tidak baik-baik saja karena Bagas. Tapi mereka salah. Bagas memang sedikit menganggu pikiranku dengan kehadirannya yang tiba-tiba namun sosok perempuan itu lah yang kini membuat isi otakku berputar-putar karena berusaha menduga-duga.
Aku mengeluarkan ipadku dan mencari file pernikahan Bima dan Tari. Menjelaskan hasil terjemahanku atas permintaan dekorasi mereka yang mereka sampaikan di pertemuan kami sebelumnya. Tari tampak sangat antusias sedang Bima hanya mengangguk setuju.
Sesekali aku melempar pandanganku ke meja yang hanya terhalang satu meja dari tempat kami. Bertanya-tanya bagaimana bisa perempuan itu ada di tempat ini dan bagaimana ia mengenaliku. Itu berdasarkan gesture yang ia tunjukkan tadi saat aku lewat di depan mejanya. Aku mengambil ponsel dan mengetikan sesuatu untuk Agastya. Satu pertanyaanku yang paling mengganggu adalah apakah Agastya tahu Kiara ada di Bali?
Kamu di mana?
Tidak lama sebuah balasan masuk.
Aku mau ke hotel Mama dulu. Mengajak dia makan siang. Kamu nggak apa-apa kan?
Aku membalas lagi.
Ok. Aku masih meeting.
Aga kembali membalas.
Sampai ketemu nanti sore ya. Love u!
Aku kembali memasukkan ponsel ke dalam tas, menyesap smoothies-ku menyapu pandanganku ke arah Tari dan Kikan yang sedang mendiskusikan pemilihan bunga di internet. Bagas terlihat asyik bertukar cerita dengan Bima. Bertemu dengan mantan yang beberapa bulan ini coba kau hindari ternyata memberikan sensasi berbeda pada perasaanmu. Bagas memutuskanku disaat aku masih mencintainya. Terbayangkan bagaimana hancurnya aku saat itu? Dia hanya bilang kami tidak bisa lagi bersama karena pertengkaran-pertengkaran yang terus terjadi yang membuat dia lelah. Ketidaksukaan Papa padanya serta 'perbedaan kasta' yang selalu ia sebut-sebut yang menunjukkan bahwa dia tidak sebanding dengan aku yang berasal dari keluarga kaya melukai egonya.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Found You
RomanceAnindira Maheswari menjadikan Dimas Agastya sebagai target jodoh yang akan ia bawa ke hadapan Ayahnya sebagai balas dendam. Ia tahu benar Agastya adalah kebanggan Ayahnya di perusahaannya dan dia tentu saja bukanlah perempuan tepat untuk Agastya di...