Anindira Maheswari
Aku menutup pintu mobil dengan sebuah hempasan kencang. Aku tidak tahu lagi bentuk kemarahan seperti apa yang saat ini sedang menguasaiku. Pastinya aku sangat marah hingga ke titik aku ingin menjambak rambut seseorang. Amarah memang berhasil merenggut semua energi positif dari dalam diriku. Aku menelan ludah membasahi kerongkonganku yang mendadak kering. Aku coba menenangkan diriku dan mulai berpikir waras. Tapi aku tidak sepenuhnya berhasil saat melihat wajah laki-laki itu tampak tidak merasa bersalah dengan kenyataan bahwa ia tahu perempuan bernama Kiara itu ada di Bali dan yang lebih buruk lagi dia ada bersama IBUnya?
"Anin!" kaca jendela mobilku di ketuk dari luar. Wajah Bagas muncul di depanku dengan gerakan tangannya memintaku menurunkan kaca mobilku.
"Apa?" kataku saat sudah tidak ada pembatas di antara wajah kami.
"Jangan nyetir kalau lagi emosi?"
"Kamu nggak pantas mengkhawatirkan aku lagi." cibirku dan membuat ia tersenyum.
"Kok gitu?" tukasnya yang aku jawab dengan kedikan bahuku. "Aku nggak tahu ada masalah apa antara kamu sama orang itu, tapi..."
"Orang itu pacarku." Potongku dan membuat kedua alis Bagas naik dan kemudian mengangguk.
"Oh." Dia hanya berucap pendek. Aku menyalakan mesin mobilku.
"Aku pulang."
"Tunggu!" katanya.
"Apa lagi?" aku memandang Bagas yang tampak gelisah.
"Kamu sudah punya pacar." Kalimatnya tidak mengandung pertanyaan tapi hanya seperti sebuah konfirmasi untuk dirinya sendiri. Aku sudah bersiap untuk meninggalkan tempat ini namun tidak kusangka-sangka, Bagas berjalan memutar dan membuka pintu mobil dan melompat duduk di sebelahku tanpa persetujuanku. Apa-apaan ini? Aku melotot ke arahnya.
"Anin!" sebuah suara lain terdengar dari luar dan membuatku mau tidak mau membatalkan protesku pada Bagas dan kemudian memacu mobilku meninggalkan laki-laki yang baru saja memanggilku tadi. Mobil sudah berjalan sekitar satu menitan, aku melirik ke sebelahku. Bagas balik memandangku dengan senyum di sudut bibirnya yang membuatku mendesah kesal.
"Kamu mau apa, Gas?" Kepalaku mendadak resah saat aroma yang sangat familiar bersamaan dengan kehadiran Bagas menghampiri penciumanku. Saat di pantai tadi aku tidak begitu merasakannya namun sekarang entah kenapa jantungku jadi berdegup pelan. Aku dulu begitu candu dengan aroma maskulin laki-laki ini. Perlahan kepingan-kepingan kenangan manis kami muncul dan tersusun layaknya puzzle di kepalaku.
"Turunkan aku di simpang Plaza Renon." Ia tidak menjawab pertanyaanku.
"Terus tadi kamu ke Sanur naik apa?"
"Aku tinggalin motorku di sana."
Aku tertawa heran kemudian kembali meliriknya.
"Lalu nanti kamu balik ke sana naik apa?"
"Ummm...gampanglah itu."
"Trus faedahnya kamu tiba-tiba naik mobil aku itu kenapa?"
"Untuk mendengar kamu terus bertanya seperti ini. Aku rindu suara kamu."
Aku berdecak tak percaya.
"Kamu kenal aku, Gas. Aku bukan tipe perempuan yang suka dengar kalimat rayuan receh kayak gitu." ucapku meski aku tidak bisa pungkiri jantungku sedang menari pelan di dalam sana. Aku tidak bisa mencegah rasa yang muncul ini.
"Aku tau." Katanya di sela tawa kecilnya. "Tapi aku belum sempat minta maaf sama kamu, Nin. Perpisahan kita waktu itu..."
"Come on, man!!" tukasku memotong pembicaraannya yang aku rasa sangat tidak perlu untuk dibahas lagi. Sekaligus mencoba mengusir pergi perasaan yang mengganggu yang tiba-tiba muncul. Obrolan di pantai tadi memang tidak menyinggung masalah hubungan kami yang lalu sampai ke titik Bagas berkesempatan mengucap maaf padaku. Aku lebih banyak bertanya tentang kafenya dan kabar beberapa temannya yang juga adalah temanku dulu.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Found You
RomansaAnindira Maheswari menjadikan Dimas Agastya sebagai target jodoh yang akan ia bawa ke hadapan Ayahnya sebagai balas dendam. Ia tahu benar Agastya adalah kebanggan Ayahnya di perusahaannya dan dia tentu saja bukanlah perempuan tepat untuk Agastya di...