**Hi, all belum sempat ngedit sori ya kalau nemu typo.
Dimas Agastya
Jemariku tidak berhenti mengetuk-ngetuk meja di depanku dengan kedua mataku yang tetap terpaku di layar laptop mengamati hasil gambar shop drawing yang dibuat Alif, salah satu drafter kantor. Fokusku mulai terpecah saat kata-kata Pak Hirmawan kembali terngiang di pendengaranku. Bukan masalah pekerjaan tentunya tapi tentang permintaannya untuk mengajak Anin agar bisa makan malam dengannya.
Apa yang harus kulakukan saat ini. Situasiku dengan Pak Hirmaan tidak jauh berbeda. Kami sama-sama diputus kontak oleh Anin. Sudah puluhan pesan yang aku kirimkan padanya sejak pesan pendek yang mengatakan bahwa aku rindu padanya, tapi tak ada satupun yang diresponnya. Teleponku pun tidak diangkat. Jalan satu-satunya aku harus langsung menemuinya.
Aku mengecek kembali ponselku sebelum keluar dari kamar, memastikan Pak Hirmawan belum meneleponku menanyakan kepastian tentang makan malam yang direcanakan. Mobilku membelah tol Bali Mandara menuju Renon dengan perasaan yang tidak menentu. Aku tidak mau menduga-duga respon Anin saat melihatku muncul di hadapannya. Itu pun kalau dia sedang tidak keluar rumah saat ini. Sulit mengecek keberadaan perempuan itu mengingat ia bukan tipe yang aktif di media sosial. Aku sempat mengecek instagram Anindira Décor tapi tidak menemukan satu petunjuk pun tentang kegiatannya hari ini maupun keberadaannya bahkan instagram pribadinya pun sama sekali tidak menolong karena aku yakin dia tidak memperbahauinya sejak setahun lalu berdasarkan foto terakhir yang ia unggah di sana.
Aku belum terlalu mengenal kehidupan Anin di Bali ini. Aku bahkan belum pernah benar-benar bertemu Kikan, sahabatnya. Hanya sekali aku melihatnya sekilas saat aku mencari Anin ke rumahnya waktu itu. Aku tidak tahu teman-teman lainnya selain Kikan. Ah aku lupa tentang Bagas, mantannya. Laki-laki yang sempat membuat aku sedikit kehilangan akal waktu itu, saat melihatnya masuk ke mobil Anin. Aku tidak tahu apakah aku perlu mewaspadai kehadirannya kembali di hidup Anin?
Aku menghela napas dan menghembuskannya kencang. Berpikir tentang Bagas tentu pikiranku tidak lepas dari pengakuan Anin padaku. Mereka sempat tinggal bersama? Untuk hal ini sebagai manusia biasa tentu ada rasa kecewa tapi aku bukan tipe laki-laki yang berpikiran keperawanan adalah prioritasku dalam mencari pasangan. Manusia kerap terjebak di kadar kepantasan. Ukuran-ukuran yang sebenarnya semu. Padahal cinta itu kompleks, ada banyak pertimbangan lainnya. Anin punya banyak hal di dirinya yang membuat aku jatuh cinta padanya. Itulah kenapa aku tidak peduli dengan masa lalunya.
Mobilku merangkak lambat ketika hampir mencapai pagar rumah Anindira. Namun aku bisa melihat ada sebuah Toyota Valfire yang terlebih dulu parkir di depan pagarnya. Aku tahu betul siapa yang bertamu di rumah Anin. Ayahnya. Aku turun dari mobil dan menyapa Pak Samsul, supir yang menemani Pak Hirmawan selama di Bali.
Aku bingung memutuskan apakah aku harus menunggu di luar atau masuk ke dalam. Tapi aku rasa aku perlu memberikan mereka waktu untuk bicara. Aku cukup lega mengetahui Pak Hirmawan memutuskan untuk langsung menemui putrinya ketimbang meminta bantuanku. Itu tindakan yang jauh lebih bijaksana.
"Udah dari jam berapa, Pak?" tanyaku pada Pak Samsul yang sedang merokok di samping mobil.
"Baru sepuluh menit." Jawab laki-laki itu. "Pak Aga, nggak masuk?" ia menggerakan kepalanya ke arah pagar rumah yang terbuka sedikit.
"Nanti saja." Jawabku. Namun suara yang terdengar dari arah dalam rumah membuat aku sedikit terkesiap. Kakiku refleks melangkah masuk ke halaman dan berhenti di teras rumah. Rumah mungil ini tentu saja tidak mampu menahan keluar suara apapun bila dikeluarkan dalam nada yang keras.
"Papa nggak pernah bertanya bagaimana perasaanku. Papa terus menuntut agar aku paham dengan semua yang Papa lakukan. Lalu kapan Papa mau mengerti aku, hah!?? Suara itu bercampur emosi dan kesedihan. Kakiku tepaku.

KAMU SEDANG MEMBACA
I Found You
Roman d'amourAnindira Maheswari menjadikan Dimas Agastya sebagai target jodoh yang akan ia bawa ke hadapan Ayahnya sebagai balas dendam. Ia tahu benar Agastya adalah kebanggan Ayahnya di perusahaannya dan dia tentu saja bukanlah perempuan tepat untuk Agastya di...