Chapter 5

3.1K 383 25
                                    


Anindira Maheswari

Aku butuh waktu beberapa saat untuk mencerna maksud dari kata-kata laki-laki di depanku ini. Ia masih menatapku dengan sinar mata yang sama yang tiba-tiba membuat nyaliku menjadi ciut.

"Ga, lu sadar dengan apa yang barusan lu omongin?" aku mengubah aku-kamu menjadi lu-gue, karena situasi kali ini membuat pandanganku terhadap dia tiba-tiba menjadi berbeda. Ia bukan lagi tipikal anak baik-baik seperti yang tercipta di dalam otakku sejak aku mengenal namanya dari Papa.

"Aku sadar. Benar-benar sadar." Dia menjawab dengan keyakinan penuh tanpa ada keraguan di nada suaranya dan membuatku tiba-tiba menjadi tidak nyaman.

"Lu laki-laki yang udah punya pacar, Ga. Oke gue tahu gue yang memulai semua ini tapi..." aku tertawa sendiri menutupi gugupku, sesuatu yang tidak boleh terjadi pada diriku bila berhadapan dengan laki-laki semacam Aga. "Kita hanya sekali ngobrol dan..." aku sampai kehabisan kata-kata.

"Anin..."

"Cukup Ga. Kita lupain semua. Gue minta maaf untuk yang sudah terjadi. Gue pulang."

"Anin! Tunggu."

Aku memutuskan untuk tidak mengindahkan panggilannya dan terus melangkah meninggalkannya. Aku cepat-cepat mengeluarkan mobil dari parkiran saat mataku menangkap Aga yang tadi terdiam di kursinya berjalan cepat keluar hendak menyusulku.

Aku menghembuskan napas mencoba menenangkan perasaanku yang mulai tidak menentu. Ada debar di dadaku namun aku yakin bukan karena aku jatuh cinta padanya tapi lebih kepada rasa waswas karena ide gilaku kemarin membuahkan hal yang tidak kuinginkan. Pengakuannya. Aku menyesal sekarang.

Mobil kuarahkan ke Nusa Dua. Aku butuh sesuatu untuk meredam semua ini. Satu batang rokok kuselipkan ke bibirku sambil membuang pandanganku ke arah lautan yang cukup ramai sore ini. Aku membenamkan kedua kakiku ke bawah pasir yang masih menyisakan hangat terik siang tadi.

Hei bukannya situasi ini bisa lu manfaatin buat nerusin rencana lu? Lu bisa kacaukan hidup Aga, dan Papa bakal kehilangan dia.

Suara hati di sudut yang tergelap mulai memanasiku. Aku menghembuskan asap dari mulutku mencoba menghalau suara itu. Bagaimana mungkin seorang Agastya suka pada perempuan sepertiku? Bukannya dia sudah punya seorang malaikat? Ah, aku lupa kalau iblis memang terlihat lebih menggoda. Aku mulai menyesali ucapanku waktu itu.

Aga menarik namun dia bukan laki-laki yang bisa membuatku jatuh cinta. Aku akui laki-laki itu cukup menyita sedikit perasaanku saat aku menggodanya waktu itu. Aku sedikit memikirkan tentangnya setelah itu. Hatiku senang saat ia mengirimkan fotoku yang ia tangkap dengan kameranya hingga membuahkan tulisanku yang sedikit berlebihan pada pesanku untuknya. Tapi aku tidak pernah berpikir dalam waktu sesingkat ini Aga memutarbalikan cerita yang awalnya kurangkai. Ia memintaku membuatnya jatuh cinta? Apa artinya itu? Dia sudah jatuh cinta padaku atau belum? Oke aku mulai menemukan titik terangnya. Aku yang terlalu berlebihan menilai. Aku terlalu cepat meninggalkannya.

Aku mematikan rokok di tanganku yang masih separuh. Meraih ponselku dan mendial nomor itu.

"Apa maksud lu tadi?"

"Kenapa kamu pergi kalau kamu masih punya pertanyaan?"

"Gue harap lu belum jatuh cinta sama gue dan yang lu omongin tadi hanya candaan lu aja."

"Anin kamu dimana?"

"Lu tinggal jawab aja."

"Kamu dimana?"

Aku langsung memutuskan pembicaraan dengan perasaan dongkol menguasai diriku. Aku benar-benar salah menilai laki-laki ini. Sialan! Kenapa sekarang aku sendiri yang masuk dalam perangkap bodohku. Seakan-akan Papa dan Aga sedang bekerjasama menjebakku. Aku benar-benar benci mereka saat ini.

I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang