Chapter 31

3.7K 385 16
                                    

Anindira Maheswari

Aku menatap layar LCD besar yang tergantung di salah satu dinding area kedatangan, memastikan pesawat dari Jakartadengan nomor penerbangan yang Aga sebutkan di pesannya tadi, sudah mendarat di Bali.

Senyum lega bercampur bahagia terukir di bibirku saat aku bisa menangkap bayangan Aga berjalan keluar dari pintu kedatangan. Kakiku melangkah cepat menghampirinya dan aku bahkan tidak peduli dengan kumpulan orang di dekat kami saat aku melompat ke dalam pelukannya.

Senyum Aga sirna saat tubuhku mendarat di pelukannya dan membuat tubuhnya terdorong sedikit ke belakang.

"Anin." Bisiknya dengan kelopak mata sedikit melebar.

"Makasih karena kamu baik-baik saja. Maafin aku ya." Kataku dengan kepala yang membenam di lehernya.

"Aku juga salah. Aku juga minta maaf." Balasnya. Perlahan ia membuat tubuh kami berjarak dan memandangku dengan senyuman. Kedua tangannya masih bertahan di kedua pundakku.

"Kangen kamu banget." Dia menatap tepat di manik mataku.

"Ummm..." Aku seketika menggumam dengan kepala yang bergerak pelan melihat sekitar kami. Aku baru menyadari bahwa kami baru saja menciptakan salah satu adegan sinteron yang seketika membuat wajahku seperti dialiri hawa hangat. Aku bisa melihat beberapa pasang mata memandang kami dengan berbagai ekspresi yang tidak bisa aku terjemahkan.

"Kita norak ya?" bisikku sambil menggeret tangan Aga menjauh.

"Kamu yang norak, aku nggak." Ucap Aga yang membuat tinjuku melayang dan mendarat di dadanya.

"Auwww." Aga menjerit kecil dan membuatku terkejut. "Sakit, Nin." Rengeknya pelan.

"Ya ampun! Sorry sayang. Sakit karena kecelakaan itu ya?" aku meringis merasa bersalah dan Aga menjawabku dengan anggukannya.

"Aku juga nggak tahu kenapa bagian sini sakitnya belum hilang. Mungkin aku nggak sadar kalau ada benturan atau apa." Katanya sambil menunjuk bagian dadanya.

"Kita ke dokter lagi ya. Ngecek. CT scan atau apalah." Responsku sedikit panik.

"Aku nggak apa-apa. Dokter udah memastikan. Ini mungkin akibat trauma aja." Dia memaksa tersenyum tapi tidak membuatku lega.

"Beneran, Sayang! Aku nggak apa-apa. Tangan kamu aja yang kelebihan beban." Guraunya.

"Maksudnya?" aku melotot dan membuat dia tertawa dan mengelus puncak kepalaku. Kami berjalan beriringan menuju tempat parkir.

"Cerita!"kataku saat mobil bergerak meninggalkan lahan parkir bandara. Aga menoleh ke arahku dan tersenyum kecil.

"Cerita apa? Kecelakaannya atau..."

"Jakarta! Oma!" seruku tidak sabar.

"Kok nggak nanyain tentang kecelakaanku?"

"Aku nggak mau dengar hal-hal yang bikin aku takut. Terpenting sekarang kamu baik-baik aja, Ga. Aku tahu kamu pasti bukan pihak yang bersalah secara kamu kalau bawa mobil jauh lebih lelet dari pada Darla." Aku meracau. Kepala Aga bergerak cepat ke arahku.

"Emang aku kalau bawa mobil lelet ya?"

"Ughhhh...." Aku menggeram dan mencoba berkata jujur kalau aku sering gemas dengan caranya menyetir. Aga tipe yang sangat hati-hati saat di jalanan kadang saking terlalu hati-hatinya ia bahkan tidak berani menyalip kendaraan meski dia punya kesempatan untuk itu. Selama ini aku tidak pernah mengkritiknya saat ia sedang berada di balik kemudi karena aku tahu hal-hal yang mungkin remeh seperti ini bisa menyinggungnya.

I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang