Chapter 26

2.6K 356 20
                                    

Dimas Agastya

Aku cukup terkejut mendapati Anin berdiri di dekat pintu belakang yang punya akses langsung ke teras dan halaman belakang. Aku pastikan ia bisa mendengarkan percakapan Aku dan Mama tadi kalau memang ia sudah berada di sini cukup lama.

"Aku kira kamu lagi nge-game sama Evan." Ia memandangku tanpa sinar mata kemarahan. Aku tentu sedikit gugup merespons kata-katanya. "Aku barusan dari toilet." Katanya lagi dan membuatku mencoba mencari tahu di matanya apakah ia sedang berbohong.

"Aku tadi dipanggil Mama ke belakang."

"Oh."

"Kamu mau pulang?" aku masih belum percaya melihat Anin yang tampaknya tenang-tenang saja. Seandainya dia mendengar apa yang aku, Mama dan Om Agus bicarakan di belakang, aku yakin suasana hatinya saat ini pasti tidak akan bagus. Tapi entahlah saat ini aku melihat tidak ada perubahaan emosi yang tergambar di wajahnya.

"Mbak Nin ayo!" suara Reva terdengar dari ruang tengah.

"Iya bentar." Anin sedikit tersenyum kemudian melangkah cepat menghampiri Reva. Aku mengekorinya dari belakang.

"Serius? TikTok? No way!" jerit Anin sambil mengayunkan ke dua tangannya di hadapan Reva.

"Ayolah Mbak!" kali ini Rena yang merengek. Evan dan Sakti sesekali berpaling dari layar TV di depan mereka dan tertawa kecil melihat Anin yang sedang dibujuk dua gadis remaja itu.

"Mas Evan sama Sakti juga ikut. Ini lebih seru kalau rame-rame." Suara Reva langsung membuat tubuh Evan menegang dan kemudian menggeleng kencang.

"Mas Ga Juga!" Reva menarik tanganku dan membuat aku sedikit terhuyung di sebelah Anin.

"Lo jangan gila, Va. Mas Ga nggak ikutan." Aku menggeleng.

"Kalian yang cewek-cewek aja yang tiktokan ah...jangan rese!" protes Evan tanpa melepaskan pandangannya dari layar TV. Namun bukan Reva kalau keinginannya tidak terpenuhi, gadis 17 tahun itu berjalan mendekati TV dan melepaskan kabel colokan yang langsung membuat layar TV menghitam. Aksi itu diikuti seruan kesal Evan dan Sakti yang sedang asik bermain.

"Gila lo ya, Va!" Evan berseru kesal dan hanya direspons senyuman oleh Reva sambil bersedekap.

"Kapan lagi kita bisa ngumpul nyaris lengkap gini? Ayo lah ikut aja buat seru-seruan." Reva menarik lengan Evan dan Sakti yang masih terlihat kesal.

"Adek lo sadis juga." Bisik Anin di telingaku. "Apa gue harus pamit sekarang?" Anin memasang tampang memelas ke arahku.

"Mbak Nin nggak usah merayu Mas Ga, deh." Sepertinya Reva mendengar keluhan Anin. Ia kini menarik tanganku dan Anin menuju space yang lebih lapang di ruangan ini. Dan kami pun mau tak mau menuruti kemauan nona Reva. Aku bisa melihat Anin yang tertawa begitu lepasnya saat sedang diajarkan gerakan tarian oleh Reva, ia bahkan bisa tertawa sampai terduduk gara-gara melihat Evan dan Sakti yang begitu kaku saat menggerakan badan mereka dan membuat Reva dan Rena marah-marah.

"Mas Ga jangan diam aja. Ayo ikutin!" teriak Reva padaku dan membuat Anin menaikan kedua alisnya kemudian terkekeh senang saat aku begitu tersiksa dibawah arahan Reva dan Rena. Ia bahkan sampai menyeka matanya yang basah. Aku sejenak melupakan semua kekhawatiranku tentang apakah Anin mendengarkan semua omongan Aku dan Mama tadi. Melihat Anin saat ini, aku rasa ia mungkin saja tidak mendengarkannya. Selain itu aku bersyukur ternyata kehadiran sepupu-sepupuku, yang kukira akan membuat Anin canggung, justru membuat suasana di rumah ini jauh lebih nyaman bagi Anin.

Kami meledak tertawa saat melihat hasil video di layar ponsel Reva. Evan terlihat menekuk wajahnya kesal dan menoyor kepala Reva yang membalasnya dengan memeletkan lidahnya. Ketiga laki-laki di video ini telihat kaku dengan ekspresi wajah seperti sedang menghadapi malaikat maut. AKu meringis ngeri melihat hasil video itu dan memperingatkan Reva untuk tidak mengunggahnya.

I Found YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang