#03 :: 1 - 0
Tiga semester lalu aku pernah begitu dekat dengannya meski tidak lagi
*
Usai memasang sabuk hitam pada karategi (sebutan untuk baju karate) yang sudah lebih dulu melekat di badan, aku melangkah masuk ke lapangan, memberi hormat pada tempat latihan lalu pada Senpai-ku (senior) yang kini sibuk cekikikan di sudut bersama satu Kohai-ku (junior).
"Pai Doy," seruku menghentikan percakapan asik mereka. "Yang mimpin pemanasan siapa?"
Doyoung melirik beberapa anak karate yang sudah berbaris. "Terserah, mau Yuta apa Anggi?"
Yuta mengangkat tinggi tangan kanannya. "Saya aja, Pai! Nanti kalo udah selesai, yang mau ngelatih duluan Pai Doy apa Pai Anggi?"
Aku dan Doyoung beradu tatap. Dia berpikir sejenak sementara aku hanya menunggu, karena bagaimanapun dia berada satu tingkat di atasku. "Saya aja. Tapi Anggi pemanasannya bareng saya ya?"
Aku mengangguk setuju, membiarkan Yuta berjalan sendiri ke tengah lapangan untuk memipin pemanasan.
UKM kami diisi lebih dari lima belas orang tanpa memasukan aku, Doyoung, dan Yuta. Di dojo atau tempat latihan kami, tingkat tertinggi dipegang oleh Doyoung dengan sabuk hitam Dan dua, kemudian aku sabuk hitam Dan satu, sementara Yuta memakai sabuk cokelat kyu (tingkat) satu. Kami juga punya Sensei atau pelatih, namun hari ini dia tidak bisa datang karena istrinya baru melahirkan.
"Lo seminar sama siapa, Nggi?" tanya Doyoung mulai mendorong dagu ke atas dengan dua tangan yang menyatu.
"Sama Pak Minho. Kenapa?" balasku sambil mengikuti gerakan pemanasannya yang tiba-tiba bicara santai padahal kami sudah sepakat untuk saling menghormati sesuai tingkatan sabuk ketika latihan. Mungkin karena hanya berdua sekarang.
"Wah, seneng dong lo dibimbing dosen ganteng?"
Aku setuju kalau Pak Minho dibilang ganteng, tapi kalau ditanya senang atau tidak dibimbingnya, aku kurang setuju. Pak Minho terlalu cuek dan membebaskan mahasiswa dalam menyusun seminar. Mungkin sebagian orang ada yang suka dengan gaya bimbingannya, tapi aku tidak. Aku lebih suka dosen yang perhatian dan cenderung rewel, bagiku itu bisa memacu mahasiswa yang suka mood-mood-an dalam mengerjakan tugas sepertiku.
"Percuma ganteng kalo udah punya anak, istri. Eh nggak deng, meskipun dia jomblo juga gue gak mungkin punya kesempatan."
Doyoung menyembur tawa, buat anak karate yang sedang lari keliling lapangan menoleh semua. "Jangan kebiasaan merendah gitu," katanya, kali ini sedikit berbisik.
"Gue gak merendah, emang gak mungkin aja. Takdir gue itu menjomblo selama kuliah," kataku sambil mengikuti Doyoung yang mulai lari-lari kecil jauh mengekor Yuta dan yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEM Playlove [✓]
Fanfiction"Harusnya dari awal kita fokus bangun BEM, bukan perasaan." --- start: 20/05/2020 end: 26/05/2021 ©Kharisma Dee, 2020