B-P #09

4.6K 631 47
                                    

#09 :: BUKAN KENCAN

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

#09 :: BUKAN KENCAN

Mengikutinya, aku juga menatap dia lamat-lamat, memperhatikan setiap jengkal apapun yang ada di wajahnya, berusaha mencari tahu bagian mana dari sana yang punya andil besar membuat gigiku bergemeletakan menahan amarah

*

"Kok, lo ngatain gua najis sih, Nggi?!" sembur Haechan.

Aku menoleh bingung padanya. Siapa yang ngatain cowok berambut kecokelatan itu najis? Aku?

"Emang lo najis, abis dipegang sama lo harus cuci tangan tujuh kali pake pasir!" timpal Mark semakin buatku bingung.

"Udah buruan ngeles, mumpung ada moment," bisik Jaehyun.

"Parah lo, Nggi. Padahal, 'kan gue cuma mau nganterin lo balik biar Mark gak bisa nebeng gue," terang Haechan dengan suara rendah cenderung murung.

Ah, sekarang aku mengerti, mungkin saat sibuk dengan dunia kecilku dan Jaehyun sialan barusan, Haechan membahas sesuatu tentangku dan niat mengantarnya.

Aku bertepuk tangan sekali. "Ah, nggak gitu, Chan! Maksud gue tadi tuh, najis lo baik banget, tapi terima kasih karena hari ini gue mau mampir ke tukang jual buku, gitu!"

"Beneran?"

Aku mengangguk tegas.

"Lo mau nyari buku? Gak latian berarti?" tanya Doyoung menarik atensiku.

"Eh iya lupa bilang!" kataku menepuk kening. "Nggak, Kak. Gue mau cari teori buat seminar soalnya udah ditagih Pak Minho."

Doyoung menggangguk paham. "Sama siapa?"

"Sendiri," aku melirik jam di pergelangan tangan untuk menyadari bahwa hari sudah semakin sore. "Dan sekarang mau otw biar gak kemaleman."

Aku merapikan beberapa benda milikku yang tergeletak di meja, kemudian menyalami satu persatu yang lain dengan high five atau lambaian tangan sebelum beranjak pergi meninggalkan kantin.

Sekarang pukul empat sore dan butuh waktu satu jam untuk sampai tempat tujuan dengan kereta.

Sambil menyusuri jalan hingga gerbang depan, aku memilih menyumpal telinga dengan earphone, untuk mendengar lagu-lagu manis yang buatku lupa dengan omelan Pak Minho soal kekurangan bab satu seminarku.

Tanpa berniat duduk di bangku halte, aku mengamati arah kiri dan berharap angkutan umum yang bisa mengantarku sampai stasiun cepat tiba, sampai sebuah motor tidak asing terparkir di tepi jalan tepat di hadapanku.

"Naik," perintahnya lalu menaikkan kaca helm.

Satu sudut bibirku tertarik ke atas. "Dih, ngapain?"

BEM Playlove [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang