sidang

1.2K 127 45
                                    

"Serius teh? Siapa?" tanya Rayna penasaran.

"Teteh nggak tau namanya, tapi pokoknya katanya masih SMA," jawab Jihan.

"SMA?" tanya Rayna memastikan.

Bagaimana bisa masih SMA seperti Rayna sudah menjadi pembunuh. Dunia semakin hari memang semakin bercanda.

"Iya."

"Jaemin itu pake motor ya teh?" tanya Rayna dan dibalas anggukan oleh Jihan.

"Teteh tau motor Jeno?" tanya Rayna buat memastikan.

"Tau, mirip sama motor Jaemin."

"Oh brati bener dulu motor Jaemin," batin Rayna.

"Kronologi nya gimana sih teh?"

"Jadi gini. Sebenernya Jaemin itu nggak di tabrak. Lebih ke kecelakaan tunggal, tapi juga ada sangkut pautnya sama pengendara itu soalnya keliatan banget mobil itu bener-bener sengaja jalan kenceng didepan Jaemin," tutur Jihan.

"Akhirnya Jaemin banting setir-" Tiba-tiba Jihan menangis, tak tega mengingat bagaimana ketika ia melihat CCTV jalan beberapa hari yang lalu.

"Udah teh, jangan dilanjutin. Maaf banget ya teh," ucap Rayna sembari mengelus pundak Jihan.

"Iya nggak papa. Kamu kalo mau, dateng aja ke sidang nya. Lusa di pengadilan kota jam 8 pagi," ujar Jihan sembari menghapus airmatanya.

"Iya teh ji, nanti aku dateng," balas Rayna mengiyakan.

•••


Dua hari berlalu, sekarang adalah hari persidangan. Ketika Rayna datang, tersangkanya sudah duduk membelakangi para tamu, jadi Rayna nggak bisa liat wajah sosok tersebut.

Rayna datang bersama Jeno dan Renjun. Ketiganya datang cukup terlambat, karena sebelum berangkat tadi sempat cekcok akan menggunakan mobil siapa untuk pergi.

"Cewek?" tanya Renjun kepada Jeno dan Rayna, dengan raut wajah terkejut yang tak bisa ia tutupi.

Jeno pun langsung menoleh lagi ke sosok yang kini berada di tengah ruangan, tepat lurus dengan hakim tersebut. Benar, rambutnya panjang. Sepertinya perempuan.

Karena penasaran, Rayna coba fokus ke ke tersangka nya. Agak familiar bagi Rayna, tapi nggak mungkin.

Seperti sidang biasanya, dibacakan surat dakwaan terlebih dahulu, kemudian ada beberapa saksi yang berbicara, orang orang yang ada di tempat kejadian.

Kemudian diberikan tuntutan oleh jaksa dan terjadilah proses pembelaan oleh pengacaranya. Begitu seterusnya.

Sang pengacara bilang, kalo tersangka itu salah sasaran. Sasaran aslinya bukanlah Jaemin, tapi terdakwa melakukan kekeliruan dengan menyerang seseorang dengan motor yang sama dengan tujuan awalnya. Tapi disangkal sama jaksa karena ini tetap saja pembunuhan berencana.

"Pengacaranya goblok ya?" ucap Renjun lirih.

Rayna, Jeno, bahkan Renjun sekarang sudah paham setelah penjelasan yang diberikan oleh pihak jaksa maupun pengacara, mereka tahu siapa sosok yang dimaksud. Iya, Jeno.

Tapi mereka juga harus tetep kalem dan nggak mungkin juga Jeno marah-marah disini. Buat nenangin, Rayna mengambil tangan pacarnya tersebut, kemudian ditepuklah pundaknya beberapa kali.

"Terdakwa ingin melakukan rencana pembunuhan kepada X. Merasa dendam karena X sudah berbuat semena-mena dengan saudaranya. Sedangkan tersangka menyukai saudaranya sehingga ia merasa tak terima dan ingin melancarkan aksi tersebut kepada X. Tetapi karena ternyata ia salah, perbuatan tersebut mengakibatkan saudara Jaemin yang tak bersalah menjadi korbannya. Jadi, terlepas dari kesalahan sasaran, ini tetaplah pembunuhan berencana. Sesuai dalam Pasal 340 KUHP, bukan pada siapa yang rencananya akan dibunuh dan siapa yang kemudian terbunuh. Tetapi bagaimana pembunuhannya dirancang oleh tersangka," jelas jaksa tersebut.

"Saudara?" batin Rayna sembari berfikir.

Rayna 100% yakin, kasus ini melibatkan dirinya dengan Jeno. Kedatangan Jaemin dengan pakaian tertutup pasti membuat pelaku terkecoh. Pasti dikiranya sosok tersebut adalah Jeno, maka dari itu ia sampai mengikuti dan melancarkan aksi jahatnya tersebut.

Benar ucapan jaksa. Intinya pihak tersangka tetap salah karena dirinya memang sudah merencanakan semuanya. Walaupun salah sasaran, tetap saja tindakan itu merenggut nyawa orang.

Finalnya, tersangka tersebut dinyatakan bersalah dengan hukuman penjara seumur hidup.

Persidangan hari itu selesai sudah. Baik Rayna, Jeno, dan Renjun masih belum bergerak dari duduknya. Dan benar saja, ketika pelaku tersebut berdiri dan berjalan keluar ruangan, wajahnya dapat dilihat oleh Rayna dengan jelas.

Masih ingat dengan Karin? Saudara Mark yang sempat duduk berdua dengan Rayna saat study campus. Ya itu dia, pelaku pembunuh Jaemin.

"Psikopat," batin Rayna menahan emosinya.

Raut wajah Karin sama sekali tak menunjukkan kegelisahan, dan malah melirik ke arah Jeno untuk beberapa saat. Rayna langsung berdiri menutupi Jeno dari arah pandang Karin.

"Kalian dateng?" tanya Jihan ketika hendak keluar dari ruangan, berdua bersama Taeyong disebelahnya.

"Hehe iya teh. Halo Bang Taeyong," sapa Renjun sembari tersenyum ramah.

"Jeno baik-baik aja?" tanya Jihan sembari memegang pundak Jeno, karena dilihatnya pandangan sosok Jeno cukup kosong.

"Nggak papa teh, aman," jawab Jeno ketika sudah tersadar.

"Kita pulang dulu ya teh, bang," pamit Rayna pada keduanya karena ia tahu Jeno sekarang sedang tidak baik-baik saja.

Setelah dari pengadilan, tiga orang tersebut pergi ke rumah Renjun buat bahas-bahas lagi tentang persidangan barusan.

-


"Itu semua ngomongin gue?" tanya Jeno masih terkejut dengan apa yang terjadi.

"Parah sih kalo beneran. Tapi gue gak paham, berkali-kali mereka nyebut saudara saudara, maksud nya apa sih?" tanya Renjun.

"Gue tau semuanya," final Rayna setelah mengumpulkan ide-ide nya dari ketika ia masih di pengadilan sampai di rumah Renjun sekarang.

"Rayyan jangan marah ya tapi," ujar Rayna pada pacarnya.

"Iya, nggak marah."

"Hadehhh, gue tuan rumahnya gue juga nyamuknya," sindir Renjun sarkas.

Mi Piace✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang