Galang dan gilang tampak kacau di depan ruang ugd, mereka mondar mandir tak tenang sebelum mengetahui kondisi adiknya, di perjalanan tadi rayhan pingsan membuat mereka kalang kabut bahkan mereka berdua belum mengasih tahu orang tuanya perihal kondisi rayhan
Pintu terbuka menampilkan beberapa suster yang keluar mendorong brankar rayhan dan di ikuti dokter dari belakangnya"keluarga pasien rayhan ragil"
Mereka berdua langsung bangkit dari duduk"kita dok"
Dokter muda yang bername tag bima itu tersenyum melihat galang dan gilang yang tampak berantakan, bujunya di keluarkan, rambut acak acakan"ada pendarahan di pencernaanya mungkin akibat dari minum bersoda yang lumayan banyak dan pasien jiga mengalami dehidrasi, tapi kalian tak usah kawatir pendarahanya ringan beberapa hari ke depan juga sembuh dengan di bantu obatan obatan"
"harus opname ya dok?"tanya gilang
"iya, sampai kondisinya pulih, yah dua sampai tiga harilah"
Galang mengusap rambutnya kasar, ia harus bilang apa sama ke dua orang tuanya"oke makasih dok"dokter itu mengangguk lalu melenggang pergi
"lo kasih tau papa deh"
Gilang menatap galang intens"lo aja gue takut. bisa di bunuh gue"
*____*
Setelah di telfon gilang revan langsung menjemput ratih di butiknya untuk segera ke rumah sakit, mereka terpogoh pogoh di koridor rumah sakit dan beberapa kali menabrak pengunjung yang datang karena jam menunjukan jam jenguk, mereka masuk ke ruangan VVIP 1
"ragill"revan langsung menghambur ke pelukan rayhan dan menghujani kecupan lembut di wajah pucat anak bungsunya"mana yang sakit bilang sama papa"
"papa ragil udah nggak papa, nggak usah kawatir, mereka aja yang lebai suruh aku nginep di rumah sakit padahal ragil udah bilang nggak usah nginep di sini biayanya mahal"
"kalian bisa jelasin kenapa adik kalian bisa ada di sini"ucap revan tegas membuat nyali galang dan gilang menciut
"pa ini bukan salah bang kembar kok, ini murni kesalahan ragil"
"papa nggak tanya kamu ya gil, jawab! Kenapa kalian menunduk saja"
Galang mendongak, lidah terasa kelu mendengar bentakan revan. Ia memang paling takut kalau sudah berhadapan dengan revan"maaf pa, tadi regu ragil waktu makan siang dapat air soda dan aku nggak tau kalau regu ragil dapat air soda, makanya tadi ragil kena diare sampai pendarahan ringan di pencernaanya dan dehidrasi akibat diare"
Revan menghembuskan nafas kasar"galang! Gilang! Kalian tau kalau kalian buat masalah apalagi ada kaitanya dengan saudara kalian"
Galang dan gilang mengangguk mengerti"maaf yah"
Rayhan menggeleng keras"enggak ini bukan salah mereka pa jangan hukum abang kembar, ini tuh salah ragil mereka nggak salah"
"itu sudah konsekuensinya ragil!"
"kalau papa tetep hukum abang kembar, aku nggak mau di rawat di sini, lebih baik aku pulang dan jalani hukuman mereka!"
Ratih mengusap surai lembut rayhan agar anak bungsunya itu lebih tenang"sayang kamu jangan bicara kayak gitu, mama nggak suka"
"ini kesalahan ragil ma bukan kesalahan bang kembar tapi mereka kenapa di hukum papa arggg"ucapnya terpotong kala rasa sakit di perutnya semakin mengujani perutnya
Revan mendekati ranjang rayhan"hey kamu kenapa"
Si kembar menatap si bungsu dengan kawatir, sungguh sangat menyesal di benak hati mereka seandainya mereka tak teledor adiknya tak akan jadi seperti ini
Rayhan menggeleng gusar, meremat perutnya yang terasa nyeri"papa jangan hukum argg mereka arrgg sa..kit"
Revan langsung memencet amergency tak lama kemudian dokter datang dan salah satu suster menyuruh revan ratih dan si kembar keluar agar mereka memeriksanya dengan leluasa
*____*
Seorang perempuan berpawakan tinggi, bertubuh kurus tengah berkutat dengan masakanya dengan ke dua telinganya di pasang earphone, dia eliza putri baskoro biasa di panggil lisa anak dua dari tiga bersaudara dia mempunyai adik perempuan bernama kaila putri baskoro dan kakak laki laki bernama bisma pratama baskoro
Lisa menikmati alunan lagu yang di dengarnya ke dua tanganya bergerak lincah bermain dengan sepatulanya, ia tengah menyiapkan untuk makan malam dengan menu gurami asam manis, karena di rumah ini wanita paling tua dirinya setiap hari ia harus masak, saat pagi buta ia juga harus bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan untuk ayah dan adiknya, ibunya bekerja sebagai seorang pembantu yang tak jauh dari rumahnya walau tak jauh ibunya tak diperbolehkan pulang pergi, setelah kaila berusia 5 tahun ibunya harus stan by di rumah majikanya dan akan pulang sebulan sekali dan sesekali ia juga sering ke rumah majikan ibunya.
Ia bisa sekolah juga karena majikan ibunya yang membiayainya sejak sekolah dasar sampai sekarang bukan hanya dirinya yang di sekolahkan majikan ibunya kakak dan adiknya juga di sekolahkan setara dengan dirinya, ia sangat bersyukur dari sekolah dasar ia bisa sekolah di sekolah elit yang isinya orang orang berada, ke dua orang tuanya mungkin tak akan sanggup bila membiayai dirinya untuk sekolah di sana biaya spp pertahunya saja bisa mencapai ratusan juta sedangkan ibunya hanya seorang pembantu dan ayahnya seorang driver ojek online
Setiap berangkat sekolah dirinya dan adiknya akan di antar ayahnya dan pulangnya kalau ayahnya tak menjeputnya ia akan naik angkot walaupun ia bersekolah di sekolahan elit ia tak pernah malu pulang hanya naik angkot atau bus.
Ia terjengit kaget kala seorang di belakangnya menepuk pundaknya, ia langsung melepas earphonenya"ayah udah pulang"ia menyalimi ayahnya
"udah dari tadi, makanya kalau masak itu telinganya jangan di sumpal, kebiasaan buruk kok di biasain"ujar beni ayah lisa
"iya yah maaf"
"yaudah ayah bersih bersih dulu"lisa mengangguk mantap
*____*
"bang adek kok tambah tinggi demamnya? Dan kenapa sekarang pakai masker oksigen asmanya kambuh?"tanya ratih pasalnya dirinya tadi pulang dulu untuk mandi dan mengambil keperluan yang di butuhkan saat menginap di rumah sakit
"kata dokter wajar kok ma karena ada pendarahan makanya demamnya tinggi dan tadi asma juga kambuh makanya di ganti masker oksigen, aku tadi takut banget udah sendirian jagain adek eh bangun tidur kok dianya nggak bisa napas dan batuknya keras banget, udah lama nggak liat adek sakit tambah ngeri"ujar galang
"kalau seandainya kamu nggak teledor adek nggak bakal kayak gini"
"iya maaf ma, namanya juga lupa mggak ada obatnya"ucapnya terkekeh, gilang membuka tas besar yang di bawa ratih tadi, kening mengerut karena merasa heran, tanganya masih menyibak beberapa pakaian di dalamnya"kok sarung semua sih ma, nggak ada celananya"
"mama juga nggak tau kata bu lina tadi di lemari ragil cuma ada sarung nggak ada celena, adapun itu cuma celana sekolah. kamu pulang gih, bentar lagi galang dan ayah mau ke sini jangan lupa makan"
"iya ma"