Rayhan memasuki rumah besar milik papanya itu, ia berjalan santai ke arah ruang tamu yang sepertinya sedang ada tamu yang berkunjung di rumah"asalamualaikum ragil pulang.."salam rayhan
"waalaikum salam"
"ragil langsung masuk ke kamar"ujar revan dingin
Rayhan mengerutkan keningnya heran apa papanya ini masih marah atas kejadian kemarin, ah! Mungkin saja, ia melanjutkan jalanya namun masih beberapa langkah ia berhenti lagi kala suara yang cukup asing itu memanggil namanya.
"rayhan"
Rayhan menoleh, ia kaget pada tamu laki laki paruh baya itu ia tak pernah mengenal orang itu namun wajah itu kenapa begitu mirip denganya, rayhan memegang pipinya, benar benar mirip bedanya orang di depanya itu sudah berusia sekitar 30 an.
"di siapa pah?"ucap rayhan bingung
"cepat pergi ke kamar!"bentak revan, ratih mengelus punggung revan, berusaha meredam emosi suaminya itu.
Revan menarik tangan yang berstatus sebagai adiknya itu"nggak usah deket deket anak gue"
"dia anak gue! Kalau lo lupa!"teriak vincent adik revan tak kalah kerasnya
Deg
Apa ke dua orang di depanya ini sedang bermain drama, tapi kenapa lucu sekali, membuat jantungnya seolah olah bekerja 2 kali lipat dari mestinya, rayhan berjalan mendekati revan dan orang asing itu"kalian sedang adu akting?"ujar rayhan
"ini papa kandung kamu nak.."ujar orang itu
Rayhan menggeleng keras"enggak!, pa bilang sama orang ini kalau ragil nggak suka diajak drama"rayhan memegang dadanya kini dadanya terasa di himpit membuatnya kesusahan nafas, mulutnya terbuka mencari pasokan udara yang seolah olah semakin menipis
Revan langsung menghentakan tangan vincent, menghampiri anaknya yang sedang kepayahan"ragil"revan mendekap tubuh ringkih rayhan"sekarang lo pergi dari rumah gue!"
"tapi bang......"
"pergi! Sebelum bodygard gue hajar lo saat ini juga!"
Vincent pasrah ia melenggang pergi dari rumah kakaknya itu, walau hatinya masih gusar ingin menemui rayhan yang notabenenya anak kandung nya itu, apalagi tadi keadaan rayhan sedang tidak baik baik saja.
*____*
Lisa tengah membuatkan minuman kesukaan gilang sebab tadi gilang tiba tiba ingin meminum alfukat kocok, untung saja di kulkas persediaan alfukat cukup untuk membuat 2 gelas alfukat kocok, lisa menaruh nampan yang berisi 2 gelas alfukat kocok di atas meja.
"tadi perjanjianya gimana? Kok tetep main game"
"iya bentar"
Lisa menatap horor gilang, namun orang di depanya itu tetap fokus sama gamenya"bang gilang yang ganteng aku minum semua ya"
Gilang langsung meletakan ponselnya"jangan dong"ucapnya langsung mengambil segelas jus alfukat kocok buatan lisa tadi.
"menurut lo? ray itu gimana sih bang"
Gilang menatap lisa dengan tatapan tak suka, buat apa lisa bertanya tentang adiknya dengan dirinya, apa lisa tak tau kalau dirinya tak suka ditanyai pertanyaan seperti itu"kenapa? Lo suka?"
Lisa terdiam sejenak"emang kalau tanya, itu tanda suka?"
"ya enggak juga, tapi lo beneran suka kan?"
Lisa menggigit bibir dalamnya, agar gilang tak tau kalau dirinya tengah gugup di beri pertanyaan seperti itu, ia tak tau apakah dirinya suka dengan sahabat kecilnya itu tapi kalau ia beneran suka, sahabat gladis juga suka dengan rayhan, apa dirinya harus mengalah dengan salah satu sahabatnya itu.
"hmm, gue suka sama ray tapi suka itu banyak arti, kalau gue tuh suka sebagai sahabat ray nggak lebih, emang nggak boleh?"
Gilang menghembuskan nafas kasar"boleh, emm lis gue bicara sesuatu sama lo"
Lisa terkekeh"dari tadi lo udah bicara bang"
"serius!"
Lisa sontak saja langsung terdiam"iya, mau bicara apa?"
"hmm tentang perasaan gue sama lo sejak dulu nggak pernah berubah, gue tau cinta gue sama lo bertepuk sebelah tangan, tapi gue cuma mau bilang kalau sejak dulu sampai sekarang rasa cinta itu nggak pernah berubah"
Deg
Jantung lisa berdetak lebih kencang dari pada tadi, kenapa gilang harus berbicara itu lagi, ia kira gilang sudah melupakan dirinya naman kenapa harus mencintai dirinya yang notabenya nggak pernah cinta sama orang di depanya ini, kalau boleh jujur ia sayang sama gilang dan itu hanya sekedar sayang kepada abangnya nggak lebih dari itu, tapi dirinya tak mau menyakiti gilang untuk ke dua kalinya, apa dirinya harus menerima cinta gilang dan membohongi perasaanya."bang.."ucap lisa tertahan, ia tak tega melihat gilang yang sepertinya menahan tangis, terlihat jelas mata gilang yang berkaca kaca"nggak usah nangis bang, gitu aja nangis, emm perasaan bang gilang nggak bertepuk sebelah tangan kok.."
Bodoh! Kenapa lisa harus berbicara seperti itu, ia ingin sekali memplaster mulutnya agar tak berbicara aneh aneh lagi.
"lis kamu...kamu cinta sama aku"
Lisa mengalihkan pandanganya, ia harus berbicara apa coba kalau sudah seperti ini, lisa menghembuskan nafas pelan lalu mengangguk pelan.
Gilang langsung memeluk tubuh yang lebih kecil darinya itu"makasih udah cinta sama aku"
"maafin gue bang"batinya
Keheningan pun buyar saat ponsel gilang bergetar nyaring bertanda ada telfon masuk, gipang melepas pelukanya lalu mengambil ponselnya yang berada di atas meja.
"gal, kenapa?"
"......."
"oke gue pulang sekarang"
Tut
"siapa bang?"
"galang, katanya ragil drop, dan ayah suruh pulang sekarang"
Lisa yang mendengarnya tak kalah kawatir dengan kondisi rayhan"aku ikut ya bang"
Gilang mengangguk
*_____*
Gilang terpogoh pogoh memasuki kamar rayhan diikuti lisa di belakangnya, saat masuk netranya melihat adiknya tengah menangis dengan masker oksigen terpasang apik menutupi sebagian wajahnya tak hanya rayhan yang menangis ratih ibunya juga tengah menangis dengan tanganya tak henti mengusap rambut berwarna sedikit coklat milik rayhan.
"pa, kenapa ragil bisa drop gini, gil lo kenapa tiba tiba drop gini? Lo nggak ngelakuin hal aneh aneh kan"tanya gilang namun tak ada jawaban dari mereka"pa ma? Ragil kenapa?"
Revan menghembuskan nafas kasar"berhubung semuanya sudah berkupul, papa akan cerita kan semua. Sebenarnya ragil bukan anak kandung papa...."
Deg
Mereka semua langsung terkejut kecuali ratih, nggak ada angin nggak ada hujan kenapa tiba tiba revan berbicara seperti itu pikir mereka"hah! Kok bisa?"ucap gilang sangat terkejut
Galang menimpuk kepala gilang"jangan di potong"gilang hanya berdehem.
"sebenarnya papa punya adik namanya vincent tapi beda ibu, dulu opa menikah dua kali dan vincent anak dari istri opa yang ke dua...."revan terdiam sejenak, mengusap wajahnya kasar, ia tak sanggup bila kenangan yang telah ia tutup rapat ia buka lagi
"walau notabene vincent anak dari istri ke dua opa, papa sangat menyanginya melebihi diri papa sendiri dan saat vincent berusia 17 tahun dia di vonis dokter sakit keras... Dan di saat itu juga dunia papa runtuh, papa takut banget kehilangan vincent, setahun kemudian"revan menghembuskan nafas kasar"saat usianya 18 tahun kondisi vincent semakin memburuk..."
Flashback....
.
.
.
.