7. Operasi

6.1K 345 14
                                    

Sejak mendengar anak bungsunya kecelakaan saat olahraga, hati dan pikiran revan benar benar tak tenang, 1 jam lalu rayhan baru saja keluar dari ruang operasi untuk pemasangan pen karena tangan kirinya patah dan beberapa otot terjepit akibat jatuhnya dengan posisi yang salah apalagi 2 tahun lalu tangan kiri rayhan juga mengalami patah tulang di bagian yang sama dan itu membuat tanganya cidera parah.

Revan mengingat sebelum operasi rayhan menangis kesakitan hatinya sungguh sakit melihat anak yang ia jaga dengan sepenuh hati itu terluka, seandainya tadi pagi dirinya lebih menekan anaknya itu ia yakin rayhan sekarang baik baik saja, ia tak bisa menutut orang yang tak sengaja mencelakai rayhan karena  posisinya sejak awal permainan rayhan sudah tak fokus dan sebelum melempar bola juga rayhan sudah di panggil tapi naasnya lian mungkin sedang benar benar tak fokus

Gilang menepuk punggung revan"pa makan dulu ini udah sore loh nanti mag papa kambuh?"

Revan hanya menggeleng pelan tatapan masih tertuju rayhan yang masih memejamkan matanya

Gilang juga sangat kawatir melihat adiknya seperti itu di tambah lagi melihat papanya tidak mau makan dan tidak mau minum apapun ia kawatir papanya itu akan berujung magnya kambuh, gilang tau sebagaimana revan sangat menyayangi rayhan tapi tak begini juga, ia mengingat tadi saat ia temui di klinik kesehatan papanya benar benar kacau melihat rayhan tak sadarkan diri.

"pa ayolah kalau ragil bangun pasti tambah sedih liat papa nggak mau makan"giliran galang berusaha membujuk revan tapi hasilnya sama saja hanya gelengan

Galang mengambil tupperware berisi makanan yang di kirim salah satu maid di rumahnya, membuka tutup tupperware menampilkan stik daging dan nasi"aku suapin kalau papa nggak mau makan sendiri"

"ragil lagi kesakitan, dengan enak enaknya papa makan"rancau revan tak jelas

"pa...kata om burhan juga ragil udah nggak papa tinggal tunggu ragil sadar aja.."

Pintu ruang rawat rayhan terbuka menampilkan ratih yang masih lengkap dengan baju yang di kenakan saat di kantor ia tak sempat berganti pakaian

"ma! Papa nggak mau makan dari tadi"ujar gilang

Ratih menghembuskan nafas kasar"pa jangan kayak anak kecil! Kalau papa bersikap kayak gini mama...."ucapan ratih berhenti kala melihat revan merebut kotak makan yang di bawa galang, ia tersenyum culas melihat tingkah suaminya dengan gertakan sedikit ia akan nurut denganya, eh bukan gertakan bahkan dirinya belum memulai

*_____*

Sejak tadi perasaan lisa sangat gusar dan takut terjadi apa apa dengan temanya, informasi terakhir yang ia dapat dari gilang kalau rayhan sedang menjalani operasi pemasangan pen, apakah cidera rayhan parah sampai sampai harus di pasang pen. Lisa menghembuskan nafas kasar kalau dirinya tak menemui rayhan perasaanya tak akan tenang.

Lisa menggenggam ponselnya, ia baru saja menelfon rayhan tapi tak ada jawaban, apa rayhan masih belum sadar atau keadaanya semakin parah? Ah kenapa ia terlalu berlebihan memikirkan anak itu sih!

"lisa lisa ngapain sih kamu mikirin rayhan, pasti rayhan udah nggak papa"monolognya menasehati dirinya sendiri

Ponsel di genggamanya bergetar nyaring bertanda ada yang menelfon, lisa langsung menekan tombol hijau, ia tak melihat siapa yang menelfonya
"ray kondisi lo gimana?"tanya lisa

Lisa heran kenapa orang disebrang sana malah tertawa, ia langsung menjauhkan ponselnya dari telinga kirinya, ia langsung menurutuki kebodohanya karena tak melihat dulu siapa yang menelfonya jelas jelas tertera nama jordan dan foto jordan di sana kenapa dirinya memanggil 'ray'

"hahaha lo tuh terlalu cemas dengan keadaan rayhan atau sejak tadi lo terus mikirin rayhan tanpa melihat siapa yang nelfon langsung manggil ray"

"emm gue reflek aja kok, sori ya?"

"hahaha iya nggak papa, tadi gue tanya bang gilang kok kita nggak boleh jenguk ray dulu kenapa?"

"mana gue tau"

"lo kan deket sama bang gilang tanya dong kapan kita bisa jenguk rayhan gue juga kawatir nih"

"males gue, tanya aja sendiri"

"lu mah sama pacar kok kayak gitu, gue laporin sama bang gilang baru rasa lo biar di cerain"

Lisa mengerutkan keningnya heran kenapa rumornya pacaran sama gilang dari smp sampai sekarang masih saja ia dengar, padahalkan jelas jelas dirinya dari dulu tak pernah mempunyai hubungan khusus dengan gilang"gue kan udah bilang gue nggak pacaran sama bang gilang, apa harus gue umumin di..."

"alah nggak usah ngelak lah lo, gue kan udah bilang lo nggak usah nurutin gladis lo tuh ih gemes gue, mau aja lo nurutin mak lampir itu"

"eh eh yang lo sebut mak lampir itu sahabat gue! Udah ah gue mau masak!"
Lisa memutus sambungan telfonya dengan sepihak
*___*

Euggg

Suara lengkuhan memecah keheningan beberapa saat lalu, mata sipit itu mulai mengerjab ngejabkan matanya untuk menyesuaikan cahaya yang masuk, matanya meliar melihat orang di sekitarmya, netranya pertama kali menangkap ayahnya dengan gurat kawatir yang sangat ketara.

Bibir revan terangkat membentuk lengkungan mengarah putra bungsunya yang baru saja sadar setelah pasca operasi, tangan revan mengusap pelan rambut lempek rayhan"ada yang sakit"

Rayhan masih menatap orang di depanya, seingatnya tadi ia masih bermain basket terus..netranya langsung tertuju pada tangan kananya yang masih tak merasakan apa apa, seketika jantung berpacu lebih cepat, tangan kanan masih tak merasakan sakit atau apapun hanya terasa sedikit kebas"papa..papa tangan aku hiks"

Galang dan gilang mendekati ranjang rayhan kala mendengar teriakan rayhan

"tenang tenang jangan panik tangan kamu udah nggak papa"revan mengelus surai lepek rayhan agar anaknya lebuh tenang, mungkin obat anastesinya masih bekerja itu sebabnya rayhan masih tak merasakan tangan kirinya

Rayhan semakin panik saat tangan kanan sulit di gerakan"papa tangan ragil mati rasa hiks hiks maafin ragil papa hah..hah papa panggilin hah hah om burhan hah"rancau rayhan dengan berusaha meraup oksigen yang semakin menipis memasuki rongga paru paru padahal hidung masih bertender nasal canula

"pa ragil kenapa bisa kayak gini"ucap galang kawatir melihat adiknya tampak kesusahan bernafas

Revan memncet tombol amergency yang tertempel tak jauh dari ranjang rayhan"nafas pelan pelan, jangan panik ucapnya setenang mungkin

Tak lama kemudian burhan dan di ikuti beberapa suster di belakangnya memasuki ruangan rayhan
"sus, pasangkan masker oksigen"ucap burhan langsung di angguki salah satu suster.

Burhan menyuntikan sesuatu di botol infus rayhan, beberapa detik kemuadian rayhan mulai tenang dan kelopak mata itu kembali tertutup.

their storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang