Setelah melaksanakan sholat subuh lisa membantu ibunya berkutat di dapur setelah kemarin ibunya pulang, ibunya di beri libur 2 hari, ia menyiapkan piring piring untuk di gunakan sarapan sedangkan ibunya masih berkutat dengan wajan dan spatula menu pagi sederhana hanya nasi goreng sosis kesukaanya, bukan hanya menu kesukaanya karena nasi goreng menu yang paling mudah di buat itu sebanya keluarga lisa lebih sering sarapan dengan nasi goreng
"sekelas sama den rayhan ya kak"tanya lina ibu kandung lisa
"iya bu, rayhan sekarang beda ya bu sama yang dulu padahal dulu pipi cabi banget eh sekarang nyusut"
Lina menaruh nasi goreng yang tadi ia masak ke piring piring yang di siapkan lisa tadi"iya.. Sekarang ganteng banget malahan di antara den galang dan den gilang gantengan den rayhan, behh tubuhnya tuh kayak artis korea yang biasa kakak tonton"
Lisa berfikir sejenak memang benar wajah rayhan mirip orang korea, ya emang sih galang dan gilang juga mirip orang luar tapi lebih dominan rayhan"emang keluarga rayhan ada keturunan korea?"
"gimana sih kamu tuh kayaknya ibu jadi pembantunya pak revan dari kamu belum lahir dan sejak lahir kamu juga sering ke sana kenapa perihal kayak gini kamu nggak tau ya jelas lah anak kasep kayak pak revan nggak ada campuran luar"
Lisa mengangguk mengerti"kok aku baru sadar ya padahal dari kecil aku udah kenal keluarga pak revan ya aku tau kalau pak revan itu blasteran tapi nggak tau kalau dari korea, biasanya ya bu kalau keturunan korea tuh punya marga lah pak revan masak marganya wijaya"
"bukan lah wijaya itu di ambil dari kakek pak revan yang asli indo terus pak abraham kan nikah sama bu areum Lahir lah pak revan"
"emang boleh ya bu gitu?"
"ibu juga nggak ngerti kan kamu yang sering nonton orang korea"
"hmm pak revan itu punya adik ya bu?, siapa? kok aku nggak pernah liat"
"nggat tau, udahlah nggak usah banyak tanya soal keluarga pak revan rasanya kayak cerita horor"
Lisa mengernyitkan ke dua alis heran, apa ada rahasia besar yang ibunya tau tapi tak boleh di beberkan ke sembarang orang, ia menghembuskan nafas kasar buat apa mengikut campuri urusan orang, urusanya sendiri saja belum tentu bener.
*_____*
Rayhan berjalan santai menuju pintu utama ia baru saja jogging bersama ke dua kakak kembarnya dan juga ayahnya, sehabis subuhan tadi rayhan mengajak ke dua kakak kembar untuk jogging berhubung revan tak bekerja ia ikut anak anak anaknya jogging saja dari pada di rumah tak ada kegiatan.
Rayhan merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu menutup matanya untuk mengusir rasa kantuk dan lemas di tubuhnya padahal ia tadi hanya berjalan santai mungkin gara gara sekarang ia jarang olahraga dan sekali olahraga terasa lemas
"gil kalau mau tidur di kamar sana"ujar revan duduk di samping rayhan
Rayhan mengabaikan ucapan revan ia tetap memejamkan matanya ia hanya ingin mengistirahatkan tubuhnya sebentar di sofa empuk ruang tamu
"ragil!"
Rayhan hanya bergeming tanpa berniat membuka matanya
Revan tersenyum sinis, dengan tiba tiba revan menggendong rayhan seperti koala, reflek reyhan langsung membuka matanya"papaaa!!"teriaknya"turunin"
"enggak! Salah sendiri di panggil dari tadi belaguk nggak denger"
Rayhan pasrah tubuhnya di gendongan revan ia mengalungkan tangamya ke leher revan, ia mencium bau kringat maskulin revan seketika ia menyembunyikan wajahnya di dada bidang revan
Revan membuka kamar rayhan menggunakan kaki kirinya untung saja pintu kamar rayhan tak tertutup rapat jadi ia mudah membukanya, revan merebahkan tubuh rayhan ke kasur empuk rayhan, ia terkejut kala melihat hidung rayhan mengeluarkan darah walau tak banyak itu sudah membuat kinerja jantung revan berdetak lebih cepat
Rayhan yang merasa hidungnya mengeluarkan cairan ia langsung mendudukan tubuhnya, ia mengusap hidungnya menggunakan jari jari lentiknya, seketika ia terkejut melihat cairan pekat berwarna merah pekat mengotori tanganya ia langsung mendongak menatap revan
"jangan dongak, nunduk!"revan mengambil tissue yang ada di atas nakas
"biar..."belum juga ia menyelesaikan bicaranya langsung di bentak revan membuat nyalinya ciut"DIAM!"
Rayhan bungkam ini pertama kalinya revan membentaknya sorot matanya menajam membuatnya tambah takut, ia menubduk membiarkan revan membersihkan darah di hidungnya
Darah yang keluar di hidungnya semakin deras membuat kepalanya bertambah pening, ia menduga pasti sebentar lagi ia akan di seret ke rumah sakit, bukanya ia benci dengan rumah sakit tapi belum genap satu bulan keluar dari rumah sakit masak harus balik ke sana lagi
Galang masuk ke dalam kamar adiknya ia penasaran saat mendengar revan membentak seseorang yang pasti itu adiknya tapi ia heran kenapa revan bisa membentak anak kesayanganya itu setaunya dari dulu revan jarang membentak anak anaknya, apalagi rayhan yang notabene anak kesayanganya. apakah rayhan melakukan hal yang membuat revan marah
"pap..ragil! papa ragil kenapa?"tanya gakang kawatir melihat tissue berlumuran darah berserakan di lantai
Revan bernafas lega saat melihat darah sudah berhenti di hidung rayhan"siapkan mobil kita bawa ragil ke rumah sakit!"
Sontak rayhan langsung menggeleng keras"papa aku nggak mau"
"nggak usah bantah! Galang cepetan siapkan mobil ngapain kamu tetap di sini"
Galang mengangguk segera melangkahkan kakinya keluar kamar rayhan
*____*
Revan melihat anak bungsunya di periksa temanya sekaligus dokter kepercayaanya, dokter ber name tage dr. Burhan spPD. Sahabatnya sejak sekolah menengah pertama, burhan lah yang tau semua kehidupan pahit revan sejak kecil, bagaimana ia hidup di masa lalu yang penuh cerita yang tak mungkin di lupakan burhan
Burhan berjalan mendekati revan ia duduk di kursi kebesaranya, ia terkekeh melihat raut wajah kawatir revan yang menurutnya lucu"galang kamu temenin adik kamu gih, nggak usah kawatir nanti kalau infusnya udah habis bisa pulang"
Galang mengangguk setuju ia berjalan ke arah brankar rayhan yang jaraknya sekita 8 meter, memang ruangan burhan sangat luas karena rumah sakit ini miliknya kadi ia mendisain ruanganya senyaman mungkin
"enggak ada yang di kawatirkan lo nggak usah kawatir"
Revan menatap tajam orang di depanya, jantungnya masih berdetak tidak normal pikiranya terbayang bayang antara masa lampau dan anaknya bungsunya yang mimisan hebat"lo bilang nggak usah kawatir ck, jantung gue mau copot lihat ragil mimisan banyak banget dan lo bilang nggak usah kawatir"
Burhan terkekeh salah satu sahabatnya itu dari dulu nggak berubah bukan hanya keras kepala dia juga mempunya penyakit kekawatiran yang berlebihan"nanti gue suruh perawat kesini buat nensi lo ya? gue kawatir lo sekarang hipertensi"
Revan meremat kerah burhan"lo nggak usah becanda anak gue kenapa?"
Burhan mebelis tangan revan"santai bro..."
Emosi revan sudah di atas ubun ubun ia sudah sulit mengendalikan emosinya, ke dua tanganya mendorong keras dada burhan hingga burhan terjungkal"gila lo, anak gue mimisan banyak banget lo bilang gue harus santai!"
"papa!!"pekik galang dan rayhan
Galang sudah berlari duluan sedangkan rayhan berusaha mendudukan tubuhnya yang lemas lalu mendorong infusnya
Burhan bangkit merapikan bajunya yang sedikit berantakan"rayhan hanya kecapean nggak perlu ada yang di kawatirin lo belum lupakan kalau imun anak itu sedikit lemah dari anak anak lo yang lainya, gue tadi juga ngecek asmanya juga nggak ada masalah seperti pemeriksaan terakhir kali, gue tau lo kawatir tapi jangan berlebihan"
"bener kata om burhan pa aku nggak papa cuma lemas aja mungkin gara gara tadi mimisan"
Revan langsung merengkuh tubuhnya yang lebih kecil darinya itu, ia hanya tak mau satu satunya peninggalan orang yang paling ia sayangi terluka sedikit pun"makanya kamu jangan buat papa kawatir lagi"rayhan mengangguk pelan.
.
.
.
.
.