Jakarta, 18 September 2021
Renita kini sendirian dibawah pohon rindang di atas rerumputan. Calon suami yang tadi mengantarkan dan menemaninya itu pergi, ingin mengambil sesuatu katanya. Dia juga berpesan agar ia tidak pergi kemana-mana dan menunggunya kembali. Jadilah ia kini sendirian menunggu dengan kursi rodanya. Lagipula ini tidak buruk untuk menikmati hangatnya udara di pagi menjelang siang seperti ini.
Ia menarik kedua sudut bibirnya, memperhatikan tangan kecilnya yang telah terlingkar sebuah cincin di salah satu jari manis. Peristiwa tadi masih sangat mengena dihatinya hingga saat ini. Membuat wajah cantik ibu dua anak itu tak lepas dari senyum sumringah. Suasana hatinya pun juga sama, menjadi seperti taman penuh bunga yang ia sendiri ingin menyelam kedalamnya.
Hal romantis memang sudah lama tidak ia dapatkan, terlebih lagi setelah hubungannya dengan mantan suaminya kandas. Ia juga tak pernah berekspektasi tentang hal semacam itu lagi sejak usianya menua dan pengalaman cintanya yang tak begitu mengenakkan. Tentu ia bahagia dengan lamaran yang kedua kali dalam hidupnya itu menjadi lamaran yang tidak kalah romantis dari yang pertama.
Sama-sama menggunakan cincin, tapi entahlah, pokoknya terasa berbeda.
Senyum itu masih terukir, sampai ia mendengar suara lelaki memanggil namanya. Suara yang tidak asing lagi baginya.
"Ren,"
Ia mendongakkan kepala, melihat dengan jelas wajah itu, wajah yang kemarin kesetanan penuh amarah dan membuatnya terluka fisik dan hati. Lelaki yang sama yang berusaha membunuhnya dengan kedua tangan kejamnya. Seorang ayah yang hampir membahayakan nyawa anaknya sendiri. Ya, pria itu Mark Lee.
Sejujurnya ia masih trauma, dan ia jadi semakin membenci pria ini karena merusak kebahagian yang baru saja ia rasakan tadi.
"Aku tidak ingin cari masalah lagi, aku datang dengan niat baik" pria itu berlutut, mensejajarkan dirinya dengan Renita yang sedang duduk di kursi roda.
Renita diam, dia tidak mengusir karena tidak ingin marah-marah dan merusak hari bahagianya. Bukan berarti juga ia akan berbincang akrab dengan sang tamu, yang dilakukannya hanya akan mendiamkan sampai pria itu bosan dan pergi dengan sendirinya.
Sudah muak, pasti.
"Aku hanya ingin minta maaf. Aku tahu mungkin aku tidak pantas menerimanya, tapi tolong biarkan aku menyatakan segala penyesalanku agar aku bisa sedikit lebih tenang Ren" ia bicara dengan nada yang lembut, berbeda dari dirinya yang kemarin.
"Ren, semua yang terjadi padamu, aku menyesal tentang itu. Karena aku, kau jadi harus mengalami hal buruk yang tidak seharusnya kau alami. Kita pernah menikah, kita memulai dengan perasaan yang baik, seharusnya kita mengakhiri dengan perasaan yang baik juga" masih menatap wanita itu, walaupun yang ditatap sedang mengalihkan pandangan.
"Maafkan aku Ren, hanya itu yang bisa aku katakan. Aku tidak tahu lagi bagaimana cara agar kau memaafkanku, tapi biarkan aku mencoba. Jujur Ren, aku baru melihat video buatanmu itu, dari situ aku tahu kalau aku sudah salah besar selama ini. Aku mohon, bukakan pintu maaf yang seluas mungkin untukku, karena memang sebesar itulah kesalahanku"
Memang banyak, itulah yang Mark sadari. Kalau dilihat dari awal cerita, bukankah selalu saja ada kesalahan yang diperbuatnya? Terlepas dari perselingkuhan yang menghebohkan itu, masih banyak dosa kecil lain yang ia lakukan. Kali ini ia serius, walaupun tidak akan sepenuhnya dimengerti oleh wanita itu, setidaknya ia bisa membuat dirinya sendiri lebih lega atas pengakuan dosa.
"Mark.." wanita itu akhirnya bergeming.
"Kau yakin kali ini menyesal?" tambahnya.
"Ya, tidak mudah untuk membuatmu percaya, tapi aku sungguh-sungguh"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mistress Diary [NCT Fanfiction] ✓
Fanfiction[✓] ❝My beloved husband, you was. My love loosen gradually, and now it's all gone❞ Start March, 29th 2020 End June, 27th 2020 Notes: cerita ini hanya fiksi. Karakter idol dalam cerita murni imajinasi penulis. Tolong jangan sangkutpautkan dengan kara...