Mistress Diary [NCT Fanfiction] ✓

31. The Wedding

Jakarta, 14 Maret 2022

"Kak, sudah siap?" seorang pria menggunakan suit rapinya menghampiri seorang wanita yang bercermin di depan meja rias dengan gaun putih.

Wanita itu menghela nafasnya, detak jantungnya tidak karuan sedari tadi. "Sudah," balasnya.

Pria itu pun mendekat, menjemput wanita itu untuk ia antarkan ke tempat nanti dirinya akan menyandang lagi status sebagai seorang istri, sekali lagi.

Sang pengantin mencengkram lengan pria itu erat-erat, mengisyaratkan kegugupan yang dirasakannya.

"Kak, sekali lagi kau akan menjadi seorang istri, aku harap inilah muara terakhirmu" sang adik berucap lembut kepada kakaknya untuk mengisi waktu perjalanan dari gedung menuju ke halaman outdoor yang akan menjadi tempat upacara pernikahan.

Begitulah Jaemin menggantikan sang ayah untuk mengantarkan kakak tercintanya menuju altar. Ibunda mereka masih sakit keras, sang ayah tidak mau begitu saja meninggalkan istrinya yang hanya bisa terbaring lemah di atas ranjang. Renita si pengantin tentu saja harus memaklumi itu. Cinta sang ayah kepada bundanya memang sangat besar, tapi bukan berarti tidak menyayangi anak-anaknya juga. Bisa dikatakan keluarga mereka sempurna, dari awal pun Renita sendiri yang memberi sugesti kepada sang ayah agar Jaemin saja yang menggantikannya supaya ayahnya tetap bisa bersama sang bunda. Sebelumnya, ia dan calon suaminya juga telah meminta ijin untuk menikah dengan pergi langsung ke Shanghai.

"Aku juga berharap kali ini tidak gagal lagi," wanita itu masih menunjukkan kegugupan.

Walaupun ini adalah yang kedua kali baginya, rasanya tetap sama. Ia masih tidak bisa menetralisir detak jantungnya yang berdetak lebih cepat berkali-kali lipat dari biasa.

Pria itu, yang akan menjadi mempelai prianya sudah siap di depan altar dengan pakaian rapi yang serupa dengan Jaemin. Ia melihat bride-nya dari kejauhan, sungguh cantik dan sempurna di matanya. Tanpa sadar matanya berkaca, bahkan airnya sudah akan menetes sedikit lagi.

Jaemin pun sampai mengantarkan kakaknya kepada pria yang telah menunggunya di depan pendeta, secara simbolis menyerahkan kakaknya kepada pria yang seumuran yang telah menjadi pelabuhan terakhir bagi sang kakak.