13. Keributan besar

2.7K 325 166
                                        

Hanna tidak pernah menyangka kalau Jantungnya bisa berdebar kencang sampai rasanya sangat sesak saat dirinya berjalan mendekati Gerdylan hingga dapat melihat Tato di leher anaknya secara nyata.

Rasanya seperti tersengat lebah atau lebih parahnya tersambar petir, perasaannya bercampur aduk melihat tato itu terukir dengan indah tepat di leher belakang anaknya.

Bagaimana bisa anaknya lebih terlihat seperti berandal dengan rambut merah terang juga di tambah tato di bagian belakang leher belum lagi beberapa anting baru yang di pasang di kupingnya.

"Astagfirullah, Ya Allah Gerdy, udah sinting kamu!"

Suara Hanna terdengar menggelegar, geram sekali rasanya hingga membuatnya ingin menjambak rambut Gerdylan yang memang sudah mulai panjang kalau saja dia tidak ingat bahwa dirinya sedang puasa.

"Mamih kaya liat setan aja pakai istighfar segala, Gege udah keren gini juga ini Mih namanya seni, masa Mamih gak tau."

Hanna yang geram di tambah omongan Gerdylan membuat tangannya terangkat hingga mendarat di kepala bagian depan Gerdylan.

Cukup kencang hingga membuat Gerdylan menjerit kesakitan, mengusap beberapa kali kepalanya dengan mulut yang tak kunjung berhenti mengoceh.

"Mih kira-kira dong kalau mukul, kalau Gege hilang ingatan gimana ini. Mau emangnya kalau anaknya lupa segalanya."

Hanna tambah melotot ketika Gerdylan mulai menjawab, seperti hendak melawan.

"Kamu yang gak kira-kira ge, Ya Allah salah apa yah Mamih dulu sampe punya anak kaya kamu. Ini kalau adek kamu ngikutin jejak kamu gimana ge, kamu gak mikir yah!"

"Mamih ih, ngomong nya kaya gitu kaya Gege ngelakuin kejahatan aja. Liat dulu ini itu seni Mih."

Gerdylan yang tidak merasa bersalah malah mengangkat rambutnya yang panjang hingga  memperlihatkan leher belakangnya sehingga tatonya tampak terlihat jelas.

"Masa Mamih gitu aja marah sih, Padahal Gege udah ada niat untuk nambahin lagi Tati di tangan pasti tambah keren."

"Cukup yah ge, kamu udah kelewatan. Tato apaan lagi itu ada sayap nya segala, kamu lupa dalam Islam tidak boleh bertato! Mamih gak mau tau pokonya besok itu tato harus hilang."

Hanna menghampiri Gerdylan lalu tanpa perasaan memukul tepat dimana letak tatonya berada.

Mata Gerdylan melotot merasakan bagaimana pukulan pelan Hanna dapat menyakitkan seperti ini.

Belum lagi permintaan Hanna untuk menghapus tatonya Sakitnya jarum aja masih kerasa mana mungkin di tambahin sakit nya laser untuk ngilangin tatonya.

"Mih, Ini Gege nabung loh mih bikin ini. Masa baru beberapa jam udh di suruh hapus."

Sebisa mungkin Gerdylan menutup lehernya menggunakan telapak tangan, dia tidak mau jadi sasaran Hanna lagi.

"Kamu emangnya gak puasa yah ge, lagian di bulan ramadhan bukan berbuat yang baik-baik malah bikin stres orang tua!"

"Engga mau, Gege udah gede Mih. Bisa kan sekali aja nurutin kemauan Gege."

"Terserah lah ge, mamih pusing. Kalau nanti Papih marah jangan minta tolong sama Mamih!"

Hanna pergi meninggalkan ruang tamu hingga menuju ke kamarnya, menutup pintu kamar dengan kencang hingga menimbulkan bunyi yang membuat seisi rumah kaget.

Gerdylan menghempaskan tubuhnya, merasa bersalah juga dengan Mamihnya, dia yang salah karena melakukan tindakan seperti ini tanpa perundingan terlebih dahulu, jadi mau tak mau dia harus menerima resiko kalau sampai nanti Papih nya juga ikut mengamuk.

YASHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang