"Ah, sayang sekali. Padahal aku sangat ingin menghabiskan waktu bersamamu."
Yena terbangun dari tidurnya karena mendengar suara Jihoon yang sepertinya sedang berbicara dengan gadisnya. Jihoon melihatnya sekilas dan kembali asik berbicara dengan pacarnya.
Yena bangun dari sofa dan masuk ke kamar mandi dengan membawa handuk dan baju gantinya. Dia pergi lebih awal daripada Jihoon hari ini. Ingat kan kalau mereka liburan secara terpisah? Selesai bersiap-siap, Yena mengambil tas dan handphone-nya, kemudian melangkah keluar dari kamar mereka.
Drrtt... Drrtt...
Gerakan kaki Yena terhenti karena ada yang menghubunginya. Setelah dia lihat, ternyata ibu Jihoon yang menghubunginya.
"Halo ibu? Ada apa?"
"Jangan pernah berfikir untuk pergi liburan sendirian disana! Berikan telfonnya pada Jihoon dulu, ibu mau berbicara dengannya."
Seketika, tubuh Yena membeku. Ibu Jihoon tau akan hal ini? Apa ibu Jihoon memata- matai mereka? Yena segera berbalik dan menyerahkan handphone-nya kepada Jihoon.
"Ini ibumu." bisik Yena. Jihoon hanya menerimanya dengan tatapan kebingungan.
"Halo ibu?"
"Apa kau mau ibu membunuhmu, huh?! Kau membiarkan istrimu yang sedang mengandung anakmu pergi liburan sendiri disana?!! Apa kau mau ibu buang ke kolong jembatan?!"
Jihoon merinding mendengar ucapan ibunya. Astaga, apa lagi ini? Baru tadi pagi Jihoon mendapat kabar bahwa ayah Mina sedang sakit, jadi Mina terpaksa kembali ke Seoul untuk merawat ayahnya. Sekarang, ibunya sedang menelfonnya dan menyuruh dia liburan bersama Yena?! Oh bagus, Jihoon kehabisan kata-kata untuk melawan ibunya.
"A-ah, tidak ibu. A-aku akan mengajaknya liburan bersamaku hari ini."
"Jika kau ketahuan menelantarkan istrimu yang sudah kau buat hamil itu, ibu tidak akan mendengar alasanmu lagi dan menendangmu keluar dari keluarga Park!"
Jihoon hanya bisa menelan ludahnya sendiri mendengar ancaman ibunya tadi. Dia melirik sedikit ke arah Yena sebelum memutuskan sambungannya.
"Aku tidak pernah membayangkan hal seperti ini. Liburan berdua denganmu bahkan lebih menakutkan daripada mimpi burukku sekalipun." Jihoon menatap Yena sinis dan melangkahkan kakinya ke kamar mandi untuk bersiap pergi dengannya. Well, ibunya akan megutuknya kalau dia ketahuan membiarkan Yena liburan di Maldives sendirian.
***
Sekarang, Jihoon dan Yena sedang berjalan sambil menikmati pemandangan laut yang sangat indah. Pada kenyataannya, Jihoon tidak bisa menikmati keindahan pantai itu karena dia harus mengajak istrinya juga.
Tiba-tiba saja, tangan Jihoon menggengam tangan Yena. Yena sedikit tersentak dan langsung menoleh ke arah Jihoon. Seakan mengerti maksud dari tatapan Yena, Jihoon membisikan sesuatu padanya.
"Aku juga tidak akan pernah mau melakukan hal menjijikan seperti ini jika saja tidak ada orang berjas hitam yang sedari tadi memotret kita."
Ya, mereka dimata-matai oleh suruhan ibu Jihoon. Jihoon sangat tidak suka keadaan seperti ini, dimana mata-mata ibunya akan selalu mnegawasinya. Ibunya sebenarnya tau kalau Jihoon sudah memiliki seorang perempuan yang dicintainya. Tapi kalau Jihoon sudah memiliki seorang pacar, kenapa dia menghamili perempuan lain? Tanggung jawab, itulah yang ibunya ajarkan padanya sekarang. Dia tidak bisa seenaknya memperlakukan perempuan yang dihamilinya bukan?
"Ayo kita makan." Jihoon menarik Yena ke salah satu restoran seafood yang terkenal di daerah itu. Mereka memesan makanan dan kembali diam satu sama lain.
"Silahkan dinikmati." finally! Yena dan Jihoon sudah benar-benar kelaparan sekarang.
***
Brakk...
Jihoon menutup pintu hotel dengan kasar dan memandangi Yena dengan tatapan membunuhnya. Setelah seharian berjalan- jalan di pulau Cocoa yang seharusnya Jihoon datangi bersama gadisnya, mereka memutuskan untuk kembali ke hotel. Sekarang mood Jihoon benar-benar buruk karena dia terpaksa liburan bersama Yena. Ditambah lagi mata-mata ibunya. Rasanya Jihoon ingin menghancurkan semua barang di kamar hotel itu.
"Kau tidur di sofa!" Jihoon menunjuk sofa di dekat mereka dan menatap nyalang ke arah Yena yang menurutnya sangat menyebalkan. Kalian tahukan, ketika kalian sedang berada dalam kondisi mood yang kurang baik, kalian bisa menganggap semuanya tampak sangat menyebalkan. Bahkan untuk Jihoon sendiri, semut yang lewat di jalan tampak sangat menyebalkan.
"Tapi aku lelah! Aku tidak pernah tidur di kasur lagi semenjak aku menikah denganmu! Cih, bahkan aku bisa menjadi single parent dan memiliki kehidupan yang lebih baik. Nyatanya, aku harus menikahimu dan tidak pernah bisa merasakan kasur lagi!"
"Aku ini sedang hamil, dan ini semua karena ulahmu! Setidaknya biarkan aku tidur di kasur bersamamu! Aku tidak masalah jika kau membuat pembatas atau apapun itu, yang penting aku tidur di kasur malam ini! Aku lelah." ujar Yena panjang lebar. Dia benar-benar kelelahan malam ini. Dia sedang hamil sekarang. Jalan-jalan seharian tentu saja membuatnya lelah.
"Tidak! Bagaimanapun juga kau akan tetap tidur di sofa!" Jihoon berujar dengan keras dan melompat ke arah kasur hotel mereka dan bersiap untuk tidur. Sementara Yena? Dia hanya bisa menghela nafasnya kasar. Apa-apaan ini?!
Setelah mengganti bajunya, Yena memutuskan untuk mengalah dan berjalan ke arah sofa. Sudahlah, daripada besok pagi dia benar-benar ditendang keluar oleh Jihoon, lebih baik dia tidur di sofa malam ini. Menyewa kamar lain? Ide bagus! Tapi sayangnya, ibu Jihoon memilihkan hotel yang semua kamarnya telah diisi.
Di tengah malam, Yena tiba-tiba saja terbangun dan entah kenapa dia sangat ingin meminum susu coklat. Dia ingin memintanya kepada Jihoon, tapi untuk sekedar membangunkannya saja Yena tidak punya keberanian. Mungkin Jihoon akan meneriakinya karena meminta susu coklat tengah malam begini.
"Apa ini yang disebut dnegan 'ngidam'?" -Yena
Yena sudah mencoba untuk tidur berkali- kali, tapi tetap tidak berhasil karena dia sangat menginginkan susu coklat sekarang. Dengan sangat terpaksa, Yena memutuskan untuk pergi keluar sendiri dan membeli susu coklat. Entahlah, dia tidak tau apakah masih ada yang berjualan tengah malam, tapi setidaknya dia sudah berusaha. Mungkin nanti anaknya mengerti.
Yena mengganti bajunya dan memakai jaketnya. Setelah bersiap, dia mengendap- endap menuju ke pintu kamar. Tapi sebuah suara menghentikan pergerakannya.
"Jangan pernah berfikir untuk keluar dari kamar ini."
"E-eh?" Yena segera berbalik dan menemukan Jihoon yang menatapnya tajam.
"Kenapa? Aku tidak meminta ditemani olehmu."
"Apa kau mau dipotret sedang berjalan sendirian tengah malam oleh mata-mata ibuku, huh?! Aku tidak akan menginjinkan kau keluar!"
"Tapi aku sangat menginginkan susu coklat." Yena memelas di depan Jihoon yang tampaknya tidak perduli sama sekali.
"Tidak!" Jihoon menarik tangan Yena kasar dan menghempaskannya ke sofa.
"Tidur di sofa itu sekarang! Jangan bermimpi untuk keluar lagi! Baik malam ini ataupun besok, jangan berharap kau bisa keluar dari kamar ini!" Jihoon melarang Yena keluar dari kamat hotel karena mata- mata ibunya masih berkeliaran, sementara Jihoon benar-benar tidak tahan akting seharian seperti itu.
•••
Udahlah, aku sama mamanya Jiun aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Him and Her
FanfictionPernikahan mereka terjadi karena sebuah kesalahan fatal yang membuat adanya nyawa lain dalam perut Yena. Jihoon tentu saja harus bertanggung jawab akan hal itu, bukan? Bagaimana nantinya kehidupan rumah tangga mereka?