Jihoon pulang pukul sebelas malam. Hal pertama yang dilihatnya ketika sampai di depan rumahnya adalah, seekor kucing yang telah mati dan pisau berlumuran darah tergeletak di sampingnya. Jihoon membulatkan matanya, tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Jihoon segera masuk ke rumahnya dan membuka pintu kamarnya dengan kasar. Dugaannya benar, Yena sedang meringkuk di bawah sebuah selimut dan diiringi dengan isak tangis yang didengarnya dengan jelas.
"Bodoh! Kenapa aku membiarkan Yena seorang diri disini?!" -Jihoon
"Yena." sesaat setelah Jihoon memanggil namanya, Yena langsung berbalik dan berlari ke arah Jihoon. Yena memeluk Jihoon erat dan menangis di dadanya.
"A-aku takut." cicit Yena pelan.
"Tenanglah, besok aku akan membayar beberapa orang untuk menjagamu. Atau kalau kau tidak tenang berada di rumah sendirian, kau bisa pergi ke rumah tetangga kita."
"S-siapa yang mengirim i-itu?" tanya Yena dengan lirih, nyaris berbisik.
"Aku tidak tahu pasti. Tapi aku akan mencari tahunya besok. Aku pasti akan menemukan orang yang melakukan itu." Jihoon mengusap bahu Yena pelan agar istrinya itu bisa tenang. Setelah dirasa Yena telah berhenti menangis, Jihoon melepaskan pelukannya untuk melihat wajah Yena.
"Astaga, matamu benar-benar bengkak. Sudah berapa lama kau menangis, hm?"
"Entahlah."
"Jangan menangis lagi. Kau tidurlah dulu, aku akan menyusulmu sehabis aku mandi nanti."
"Apa kau sudah makan?"
"Sudah. Kau tidur duluan ya?" Yena mengangguk dan kembali merebahkan diri nya di kasur. Dengan adanya Jihoon, Yena bisa menjadi sedikit tenang sekarang.
Setelah Jihoon selesai mandi, dia segera mengganti pakaiannya dan berbaring di samping Yena. Jihoon mengulurkan tangan nya untuk mengelus rambut halus Yena. Jihoon mendekatkan wajahnya ke arah Yena dan mengecup kedua mata Yena bergantian.
"Uljima, chagia." setelah berucap seperti itu, Jihoon menarik Yena ke dalam pelukan nya dan memejamkan matanya.
***
Jihoon dan Yena memakan sarapan mereka dalam keheningan. Yena masih sibuk dengan pikirannya, sementara Jihoon sibuk memainkan ponselnya.
"Aku menyuruh seorang pelayan untuk menemanimu disini. Dia baru bisa datang besok pagi. Sementara aku masih mengurus beberapa hal sampai nanti malam. Kalau kau tidak mau sendirian disini, kau bisa mengunjungi tetangga kita. Dia adalah seniorku yang cukup dekat denganku dulu."
"Kau pulang jam berapa nanti?"
"Sekitar jam sembilan."
"Ah, baiklah."
Setelah selesai dengan sarapannya, Jihoon segera berangkat dan meninggalkan Yena sendirian di rumah. Yena memutuskan untuk membersihkan rumah lebih dulu, baru dia akan pergi ke rumah tetangganya.
"Hm, sebaiknya aku membuat cookies untuk tetanggaku nanti." Yena tidak akan pergi kesana dengan tangan kosong kan?
Setelah selesai dengan semua pekerjaan nya, Yena berjalan ke luar rumah dan menuju ke rumah yang berada tepat di sebelah rumahnya. Tentu saja dia tidak lupa untuk mengunci pintu. Yena mengetuk pintu rumah tetangganya itu beberapa kali sampai akhirnya pintu itu terbuka. Seorang wanita cantik dengan rambut sebahu membukakan pintu untuk Yena.
"Hai, kau pasti Yena bukan? Ayo masuk!" wanita itu menggandeng tangan Yena untuk masuk ke rumahnya. Rumahnya sungguh sangat bersih. Semuanya tertata dengan rapih. Meskipun ukuran rumah itu tak seberapa dibanding rumah yang Yena dan Jihoon tempati, rumah itu tetap saja tampak nyaman untuk ditinggali karena sangat bersih. Yena saja beranggapan bahwa rumahnya tidak akan mungkin bisa sebersih dan serapih ini.
"Perkenalkan, namaku Kim Sejeong. Aku sudah diberi tahu oleh Jihoon bahwa kau akan berkunjung hari ini." wanita cantik bernama Sejeong itu mengulurkan tangan nya kepada Yena. Tentu saja Yena menyambut uluran tangannya.
"Em, namaku Choi Yena."
"Nama yang bagus." Sejeong tersenyum hingga menampilkan eyes smile-nya yang membuat siapapun orang yang melihatnya akan ikut tersenyum.
"Kau boleh memanggilku eonnie mulai sekarang. Aku juga berasal dari Korea loh." Yena tersenyum menanggapinya.
"Kenapa semua perempuan yang dekat dengan Jihoon itu sangat cantik dan ramah sih?! Aku jadi penasaran, dia seorang playboy tidak ya?" -Yena
"Eonnie, Jihoon bilang padaku kalau kau adalah seniornya di kampus dulu. Apakah eonnie dan Jihoon dekat?"
"Hm, kami hanya sebatas teman. Kenapa kau menanyakan itu?"
"Ah, aku hanya penasaran."
"Apa kau tahu? Dulu, Jihoon adalah salah satu lelaki yang menjadi incaran para gadis dulu loh. Tapi dia selalu saja menolaknya. Aku sendiri sampai berpikir yang tidak- tidak bahwa dia menyukai sesama jenis. Tapi ternyata, ketika dia lulus, dia menembak seorang gadis jurusan kedokteran yang merupakan adik tingkat nya dulu. Kalau tidak salah, namanya Mina." Yena hanya menyimak semua cerita Sejeong yang berhubungan dengan Jihoon.
Satu hal yang bisa Yena simpulkan sekarang adalah, Jihoon bukanlah seorang bad boy. Dia berprestasi dan berbakat. Dia juga tidak punya mantan sama sekali (mari kita kecualikan Mina untuk saat ini). Tapi itu semua membawa Yena ke satu pertanyaan besar.
"Kenapa dia benar-benar bersikap bajingan kepadaku? Bahkan dia menghamiliku." -Yena
Itu semua hanya karena Jihoon sangat menyayangi Mina. Dia merasa kedatangan Yena hanya membawa malapetaka untuk hubungannya dengan Mina.
"Oh iya, bagaimana kalian bisa bertemu? Seingatku, Jihoon sangat menyayangi Mina dulu." baiklah, Yena terpaksa berbohong. Tidak mungkin Sejeong mengetahui semua nya bukan?
"Dulu aku bertemu dengannya ketika dia dan Mina bertengkar hebat di sebuah gang kecil. Jihoon berkata bahwa dia melihat Mina berselingkuh di belakangnya dan hanya memanfaatkan kekayaannya selama ini. Ketika Jihoon hendak memutuskannya, Mina langsung menolaknya. Kebetulan aku ada disana ketika melihat Mina hendak menampar Jihoon. Aku melerai mereka kala itu." Yena benar-benar merombak seluruh kisahnya dan Jihoon. Well, sekali- kali menjelekkan Mina yang menyebalkan itu boleh kan?
"Oh, begitu." mereka berdua larut dalam obrolan yang menyenangkan hingga tak terasa, hari sudah menjelang malam.
"Eonnie, aku rasa aku harus pulang sekarang. Aku belum memasak makan malam untuk Jihoon."
"Baiklah. Jangan lupa berkunjung kesini besok ya!" Yena mengangguk.
***
Cklek...
Yena melangkahkan kakinya ke rumah yang gelap gulita. Dia memang tidak menyalakan satupun lampu tadi siang. Tapi ketika tangannya terulur untuk memencet saklar, mulutnya dibekap.
"--hmmptt----"
"Ikat dia di kursi itu. Sekarang jam delapan malam yang artinya, kita akan menuggu kedatangan tuan Jihoon selama satu jam."
"Baik."
Drrtt... Drrtt...
"Halo?"
"Bagaimana? Apa semuanya berjalan dengan lancar?"
***
Up again! Ada yang nungguin?
KAMU SEDANG MEMBACA
Him and Her
FanfictionPernikahan mereka terjadi karena sebuah kesalahan fatal yang membuat adanya nyawa lain dalam perut Yena. Jihoon tentu saja harus bertanggung jawab akan hal itu, bukan? Bagaimana nantinya kehidupan rumah tangga mereka?